BatamNow.com – Tragedi ledakan dahsyat yang terjadi di PT ASL Shipyard, Tanjung Uncang Batam, pada Rabu (15/10/2025) subuh, bersumber dari sebuah tangki kapal MT Federal II.
Ledakan itu dengan total korban 31 orang, di mana 10 pekerja di antaranya meninggal dunia, sesuai dengan informasi pihak perusahaan.
Hal ini pun menuai tanggapan dari kelompok mahasiswa.
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Batam memandang tragedi ini bersumber dari anggapan sepele yang dibiarkan hingga tragedi yang memakan korban jiwa.
Ketua BPC GMKI Batam Bidang Aksi dan Pelayanan, Donni Fernando Sihite menilai minimnya atensi keselamatan karyawan dari pihak perusahaan.
“Kami memandang semua ini berawal dari kelalaian perusahaan terhadap keselamatan dan jaminan perlindungan karyawan,” kata Donni Sihite, Rabu (15/10).
@batamnow Tragedi kembali terjadi di galangan kapal PT ASL Shipyard, Tanjung Uncang, Batam. Kapal Floating Storage and Offloading (FSO) Federal II kebakaran pada Rabu (15/10/2025) sekitar pukul 04.00 WIB. Informasinya, ledakan terdengar hingga radius beberapa kilometer dan menimbulkan kobaran api besar yang melahap bagian lambung kapal. Para pekerja panik dan berusaha menyelamatkan diri dari lokasi kejadian. Berdasarkan data yang diterima BatamNow.com, peristiwa ini menyebabkan 31 orang menjadi korban, terdiri dari 10 orang meninggal dunia, sementara sisanya mengalami luka berat hingga luka ringan. Tim pemadam kebakaran dan petugas keamanan galangan segera dikerahkan untuk memadamkan api. Sementara itu, tim medis mengevakuasi para korban ke sejumlah rumah sakit di kawasan Batu Aji. Data Sementara Korban Berikut rincian sementara korban berdasarkan data yang dihimpun BatamNow.com: RS Elisabeth Batu Aji terdapat 7 korban, terdiri dari: 4 meninggal dunia: CP (36), KS (51), RRN (19), HS. 3 korban kritis: FK (23), TA (41), MS. RSUD Embung Fatimah: 2 korban meninggal dunia: A (48), FPP (41). RS Mutiara Aini dengan 15 korban, terdiri dari: 4 meninggal dunia: AH, IS, DS, MT. 5 luka ringan: AR, JAP, PAP, JR, SLT. 6 luka berat/kritis: IP, AH, RAHA, IM, MS, EBN. RS Graha Hermine dengan 7 korban, terdiri dari: 6 korban luka berat: DSR (31), KR (24), AD (25), AM (28), DD (41), S (23). 1 korban luka ringan: CS (22). Para korban diketahui merupakan pekerja dari dua perusahaan subkontraktor, yakni PT Ro dan PT PTM, yang saat kejadian tengah melakukan pekerjaan pengelasan dan perawatan tangki kapal. Kapolresta Barelang Kombes Pol Zaenal Arifin mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan di lokasi kejadian. “Anggota masih melakukan penyelidikan di lapangan, dan kita masih fokus ke korban yang terluka,” ujar Zaenal, Rabu (15/10). Tragedi yang Pernah Terjadi Peristiwa ini bukan yang pertama kali terjadi di galangan kapal tersebut. Pada Selasa, 24 Juni 2025, kapal FSO Federal II juga sempat terbakar di lokasi galangan yang sama. Insiden itu menewaskan 4 orang, menyebabkan 4 lainnya luka bakar berat, dan 1 orang mengalami luka ringan. Baca beritanya di BatamNow.com #batam #batamnow #fyp #batamtiktok #beritabatam ♬ News, news, seriousness, tension(1077866) – Lyrebirds music
Pihaknya menyesali perusahaan yang seperti tidak berbenah, karena ledakan serupa juga pernah terjadi di PT ASL dengan kapal yang sama dan juga memakan korban jiwa.
“Peristiwa sebelumnya yang sudah pernah terjadi tidak dijadikan pelajaran membenahi oleh pihak struktural, hingga memakan korban jiwa,” ujar Donni.
“Dari sini kita bisa melihat bahwa perusahaan hanya berfokus pada target keuntungan dan abai terhadap kemaslahatan para pekerja,” sambungnya.
GMKI mendesak pemerintah tidak tutup mata dan bertindak serta meminta pihak perusahaan (PT ASL) bertanggung jawab penuh.
“Kami akan melakukan konsilidasi untuk mendesak dua hal; yang pertama, pemerintah harus bertindak tegas untuk mencabut perizinan usaha dan memberhentikan secara permanen,” ujarnya.
@batamnow Tragedi ledakan kapal Floating Storage and Offloading (FSO) MT Federal II terjadi kembali di galangan kapal PT ASL Shipyard, Tanjung Uncang, Batam. Insiden maut yang terjadi pada Rabu (15/10/2025) dini hari tadi, merenggut 10 korban jiwa dan menyebabkan 21 pekerja lainnya mengalami luka ringan hingga luka berat. Tragedi ini menjadi kejadian kedua di kapal dan lokasi yang sama, setelah insiden serupa pada 24 Juni 2025 yang menewaskan empat pekerja serta lima lainnya mengalami luka ringan hingga berat. Kecelakaan kerja berulang tersebut memantik sorotan tajam dari kalangan akademisi hukum yang juga eks Anggota Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kepri periode 2023–2025, Parningotan Malau. Ia menyebut kecelakaan di lokasi kerja ini sebagai bukti lemahnya penerapan standar keselamatan di industri perkapalan Batam. “Ini tragedi yang sangat mengerikan di bidang keselamatan kerja buruh. Masyarakat pun sudah tahu bahwa tingkat kecelakaan kerja di Batam cukup tinggi,” ujar Parningotan, yang juga dosen Pascasarjana, kepada BatamNow.com, Rabu (15/10/2025). Menurutnya, akar persoalan utama tragedi ini adalah rendahnya kesadaran perusahaan terhadap penerapan prinsip K3. “Meskipun kecelakaan ini luar biasa karena menelan banyak korban jiwa, kita tidak kaget. Di Batam, kecelakaan kerja seperti ini sudah seperti langganan,” tambahnya. Parningotan menilai bahwa kejadian berulang di PT ASL Shipyard dengan objek kapal yang sama menandakan adanya kelalaian serius dari pihak perusahaan. “Pada Juni 2025 empat orang meninggal, sekarang sepuluh. Ini sudah luar biasa. Perhatian terhadap K3 harus sangat serius,” tegasnya. Ia juga menekankan bahwa tanggung jawab atas keselamatan tenaga kerja tidak hanya berada di tangan pemerintah, tetapi terutama di pihak perusahaan sebagai penyelenggara kegiatan industri. “Ini tanggung jawab negara dan para stakeholder. Tapi yang paling utama adalah perusahaan sebagai aktor pelaku,” ujarnya. Pimpinan Perusahaan Bisa Dipidana Lebih jauh, Parningotan menjelaskan bahwa dalam sistem hukum Indonesia, pimpinan perusahaan bisa dimintai pertanggungjawaban pidana atas kecelakaan kerja yang terjadi di bawah tanggung jawabnya. “Dalam hukum kita sudah dikenal doctrine of vicarious liability, di mana kesalahan bawahan bisa menjadi tanggung jawab pimpinan. Sesuai UU No. 170, pimpinan perusahaan adalah pihak yang bertanggung jawab karena memiliki tempat kerja,” jelasnya. Ia menegaskan bahwa peristiwa ledakan dan kebakaran seperti di MT Federal II termasuk dalam kategori kecelakaan kerja sebagaimana diatur dalam Permenaker 1998, yang mencakup ledakan, kebakaran, dan penyakit akibat kerja. “Dalam kasus Federal II ini jelas merupakan kecelakaan kerja akibat ledakan dan kebakaran. Karena berulang dan di tempat yang sama, tanggung jawabnya langsung pada perusahaan,”katanya. Namun, Parningotan menilai bahwa Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian sudah tidak relevan untuk diterapkan. “Saya kira tidak tepat kalau hanya dikenakan Pasal 359. Harusnya 358 KUHP, karena sudah ada unsur kesengajaan. Dengan kondisi kerja yang sudah diketahui berisiko, pengusaha sebenarnya sadar bahwa hal ini bisa terjadi,” tegasnya. Menurutnya, unsur kesengajaan dapat dilihat dari adanya maksud, kesadaran, dan keinsyafan atas akibat yang mungkin terjadi. “Dengan kondisi kerja yang seperti itu, pengusaha sudah insyaf akan risikonya. Jadi ini bukan lagi sekadar kelalaian, tapi sudah mengarah pada pembunuhan,” ungkap Parningotan. Ia pun mendesak aparat penegak hukum agar berani menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab. Baca selengkapnya di BatamNow.com #batam #batamnow #batamtiktok #fyp #batamnews #batamsirkel #batamhariini #beritabatam #batamhits #fypシ゚viral #rempang #semuatentangbatam #galang #batampunyacerita #batamdaily #barelang #fypシ #batamtiktokcommunity #poldakepri #amsakarachmad ♬ original sound – BatamNow.com
Lalu yang kedua, ia meminta agar perusahaan harus bertanggung jawab penuh untuk memberikan jaminan hidup kepada keluarga korban, seperti biaya pendidikan anak korban hingga menyelesaikan perguruan tinggi semuanya.
”Ini adalah peringatan kami yang harus dijadikan pertimbangan bagi pemerintah secara khusus,” jelasnya. (A)