BatamNow.com – Nestapa penumpang kapal Pelni di Batam, masih terus berkepanjangan manakala kapal angkut rakyat itu tetap bersandar di dermaga Pelabuhan Kargo Batu Ampar.
Bertahun atau hampir dua dekade sudah derita para penumpang yang masuk dan keluar Batam dengan transportasi laut milik BUMN itu.
Dulu pelabuhan sandar kapal Pelni itu di Dermaga Sekupang, lalu dipindah ke Batu Ampar.
Pelabuhan itu tak laik, kata Kepala Ombudsman Kepri Lagat Parroha Siadari seagaimana hasil inspeksi mendadak (sidak)-nya bersama Direktorat Litbang Kementerian Perhubungan pada April 2022.
Beragam keluhan para penumpang, antara lain berdiri berlama-lama di depan koridor gedung utama menunggu naik ke kapal.
Di kala hujan, para penumpang yang sebagian duduk lesehan di tanah, harus rela berbasah-basah yang sebagian duduk lesehan di tanah di sana.
Pun saat terik matahari, panas menerpa para penumpang yang berserak di pelataran di depan gedung pintu masuk utama.
Pelabuhan itu tak memiliki terminal. Tentu tak punya ruang tunggu yang memadai atau standar. Kecuali para penumpang berserak di pelataran beratap langit.
Kondisi lebih parah lagi, saat waktu check in, sejumlah penumpang yang menuju kapal berdesakan di pintu masuk keberangkatan menuju meja pemeriksaan.
Baik anak-anak, para usia tua dan yang kurang sehat serta difabel, terlihat dalam suasana tak nyaman di pelabuhan di tengah keadaan berdesakan dan dengan suasana riuh.
Para penumpang yang seharusnya mendapat pelayanan yang nyaman, justru sebaliknya. Mereka merasa resah, dan tak nyaman tentunya.
Apalagi ketika kapal penumpang Pelni itu mengalami keterlambatan jadwal sampai malam hari dan dengan ramainya penumpang.
Berita tentang buruk dan kurang manusiawinya pelayanan di pelabuhan itu, utamanya saat keberangkatan, sudah berkali disorot publik dan media.
Pun hendak menuju kapal harus berjalan kaki di dermaga yang hiruk pikuk dengan jarak yang lumayan jauh.
Namun hingga kini tiada solusi.
Pendapat pakar konsumen yang dihimpun redaksi BatamNow.com menyebut pelayanan terhadap penumpang di sana tidak sesuai degan jaminan Negara lewat ketentuan perundang-undangan.
Dikatakan, Peraturan Menteri Hubungan (Permenhub) Nomor 119 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Angkutan Laut Pasal 3 ayat (1) Permenhub 119/2015 menyebut bahwa di terminal wajib disediakan meliputi: a. pelayanan keselamatan; b. pelayanan keamanan dan ketertiban; c. pelayanan kehandalan/keteraturan; d. pelayanan kenyamanan; e. pelayanan kemudahan; dan f. pelayanan kesetaraan.
Lebih lanjut pada ayat (5) dirincikan yang dimaksud pelayanan kenyamanan di terminal meliputi: a. ruang tunggu; b. gate/koridor boarding; c. garbarata; d. toilet; e. tempat ibadah; f. lampu penerangan; g. fasilitas kebersihan; h. fasilitas pengatur suhu; i. ruang pelayanan kesehatan; dan j. area merokok.
Namun pemantauan awak media ini di lapangan jaminan negara terhadap rakyatnya tak tampak.
Kembali lagi, pelabuhan itu bukan untuk penumpang.
Di Batam memang belum ada pelabuhan penumpang Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) yang permanen yang khusus disiapkan pemerintah cq Kementerian Perhubungan atau BUMN. Entah mengapa?
Belum didapat keterangan seperti apa kontrak kerja BP Batam dengan pihak penanggung jawab pelayaran pengguna dermaga, bangunan gedung serta fasilitas lain di pelabuhan itu.
Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) di Batam belum menjawab konfirmasi redaksi media ini, meski ditunggu beberapa hari.
Dan satu hal yang dikeluhkan dan dipertanyakan para penumpang dan masyarakat Batam adalah korelasi antara kondisi fasilitas pelayanan di Pelabuhan Batu Ampar dengan pengenaan tarif pass penumpang.
Ternyata, BP Batam mengenakan tarif pass penumpang (seaport tax/charge) Rp 10 ribu kepada setiap penumpang Pelni yang berangkat lewat ketentuan Perka BP Batam Nomor 34 Tahun 2021 yang mengubah Perka 27/2021.
Penelusuran redaksi BatamNow.com, biaya pass penumpang itu include dengan biaya yang tertera di tiket penumpang Pelni.
Tarifnya itu sama dengan tarif di pelabuhan domestik lainnya di Batam yang kondisi pelabuhan dan terminalnya sesuai dengan standar di Permenhub Nomor 119 Tahun 2015
Artinya, antara pelayanan yang tak nyaman dan tidak standar, biaya jasanya disamakan dengan pelayanan yang menjadi standar Permenhub itu.
Banyak penumpang mempertayakan dan menggunjingkan pemberlakukan tarif pass penumpang ini.
Pemerhati konsumen Kota Batam Tubagus Wardana juga sangat mencela pemberlakuan biaya pass penumpang yang tak berkeadilan ini.
“Tega-teganya BP Batam membebani penumpang yang tak mendapat dan merasakan kenyamanan pelayanan tapi dibebani tarif pass penumpang” katanya.
Dia menjelaskan bahwa pengenaan tarif jasa ke penumpang muncul atas tersedianya fasilitas yang laik dan standar di pelabuhan sesuai standar yang ditentukan pemerintah.
Erik menyayangkan dan menyebut BP Batam “tega-teganya” memberlakukan tarif jasa penumpang itu.
“Harusnya BP Batam sebagai BLU, tak perlu mengeruk untung dari derita para penumpang dikeberangkatan di Batu Ampar itu, bebaskan aja dulu menunggu ada solusi, BP Batam kan semestinya membantu rakyat Batam dalam konteks ini,” ucapnya.
Ia tandaskan, “Kita sangat setuju diberlakukan tarif pass penumpang asal fasilitas pelayanan standar, ini tahu ajalah kita semua kondisinya di pelabuhan itu”.
Ketua DPP LI-Tipikor Kepri, Panahatan SH juga meminta BP Batam untuk meninjau pemberlakukan tarif pass penumpang domestik di Pelabuhan Batu Ampar itu.
“Saya tak mengatakan bahwa BP Batam sepertinya serakah dan sedang menangguk di air keruh, bukan, tapi kasihan para penumpang sudah berpeluh dan resah setiap naik ke kapal seperti zaman tak enak, malah BP Batam masih tega membebani mereka dengan tarif pass penumpang yang tarif jasanya disamakan dengan pelabuhan yang fasilitas dan pelayanannya sangat memadai dan layak,” ujar Panahatan SH, dengan nada kesal.
Baik Direktur Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BP Batam Dendi Gustinandar maupun Kabiro Humas BP Batam Ariastuty yang berupaya dikonfirmasi redaksi BatamNow.com, seputar pemberlakuan pass penumpang di Batu Ampar, tak merespons. (red)