BatamNow.com – Terdakwa Ahmad Yuda Siregar (40) meminta divonis hukuman seringan-ringannya dan seadil-adilnya di perkara pembunuhan Tetty Rumondang Harahap (60) istrinya yang juga eks Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Padangsidimpuan.
Hal tersebut disampaikan Ahmad Yuda dalam sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Negeri (PN) Batam pada hari ini, Kamis (16/05/2024).
Pantauan BatamNow.com di ruang sidang, terdakwa yang dituntut pidana mati itu berurai air mata ketika membacakan pembelaan yang ditulis pada kertas.
Berikut isi pledoi Ahmad Yuda yang disaji dengan gaya bertutur;
“Perlu diketahui majelis, saya dan korban adalah suami istri yang sah, dari lubuk hati saya yang paling dalam saya memohon maaf kepada keluarga korban.
Kalau ada kehidupan lain saya ingin memperbaiki kehidupan yang akan datang.
Kepada anak-anak saya yang terganggu dengan perbuatan saya, saya memohon maaf kepada seluruh keluarga saya, terutama kepada ibu saya.
Karena perbuatan saya ini, anak-anak saya terganggu di sekolahnya, dan saya belum bisa jadi ayah baik.
Yang mulia majelis hakim saya memohon agar memberikan hukuman yang seringan-ringan dan seadil-adilnya bagi saya, saya menyesali perbuatan saya ini”.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut agar majelis hakim PN Batam menyatakan Ahmad Yuda terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, sebagaimana diatur dan diancam pada Pasal 340 KHUPidana sebagaimana dalam dakwaan kesatu.
PH: Terdakwa Tidak Rencanakan Pembunuhan
Sebelum giliran terdakwa Ahmad Yuda, penasihat hukumnya yang terlebih dahulu membacakan nota pembelaan dalam persidangan hari ini.
Nota pembelaan itu dibacakan oleh Rano Iskandar Sirait serta Filemon Halawa, keduanya penasihat hukum (PH) terdakwa Ahmad Yuda.
Salah satu poinnya menyatakan bahwa terdakwa tidak merencanakan pembunuhan sebagaimana Pasal 340 KUHPidana yang didakwakan JPU.
Dijelaskan juga, pemantik pembunuhan itu adalah emosi gegara terdakwa merasa dibohongi terkait surat tanah yang ingin dijadikan modal meminjam uang.
Berikut isi pledoi kedua PH terdakwa Ahmad Yuda, yang kami susun secara bertutur;
“Maka kami memohon kepada majelis hakim yang mulia dengan hati nurani menjatuhkan hukuman yang seadil-adilnya bagi diri terdakwa.
Perlu diketahui, kami sama sekali tidak membenarkan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, dan kami sepakat terdakwa dihukum secara adil bukan dengan pidana mati sebagaimana yang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Izinkan kami mengutip satu ayat dari Mazmur 11 ayat 7 yang berbunyi sebab tuhan adil dan mengasihi orang yang tulus memandang wajahnya.
Yang kita pegang teguh sebagai penegak hukum bahwa tujuan utama kita adalah semata-mata untuk mencari keadilan.
Bahwa kami tidak sepakat dan menolak dengan tegas tuntutan JPU, tapi seharusnya dengan Pasal 44 ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Kami sampai saat ini bertanya-tanya apakah menjadi suatu kebanggaan bagi JPU jika dapat menuntut pidana mati terdakwa atau ada yang menekan jaksa yang memaksakan pasal yang seharusnya tidak diterapkan kepada terdakwa.
Apakah begitu sulit untuk jaksa menggunakan hati yang menghamba karena pada akhirnya kita menuju kematian.
Adapun alasan dan pertimbangan yang dapat kami sampaikan dalam memutus perkara a quo adalah perkara berawal dari surat tanah terdakwa, yang merasa dibohongi sebab untuk dijadikan modal meminjam berujung percekcokan dan emosi yang tak terkendali hingga perkara a quo dari awal, terdakwa tidak ada berencana pembunuhan sejak awal.
Serta perkara haruslah divonis dengan menggunakan Pasal 44 ayat (3) kekerasan dalam rumah tangga, bukan dengan Pasal 340 KHUP.
Bahwa kejadian tersebut terjadi akibat pertengkaran dalam rumah tangga yang mana mengakibatkan meninggal dan terdakwa kalung, sehingga keesokan harinya mempersiapkan alat dan bahan untuk mensiasati seolah-olah kebakaran bukan berencana seperti yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum.
Bahwa terdakwa Ahmad Yuda dengan korban terikat pernikahan, sehari-hari korban menjadi istri, dan juga pebisnis serta juga dokter part time di salah satu rumah sakit.
Kami penasihat hukum terdakwa memohon dengan segala hormat kepada yang mulia majelis hakim yang mengadili perkara, berkenan dengan amarnya sebagai berikut:
Satu, menerima pembelaan atau pledoi dari penasihat hukum terdakwa Ahmad Yuda bin Hasan (almarhum) untuk seluruhnya.
Dua, menyatakan Ahmad Yuda bin Hasan tidak terbukti melakukan tindak pidana barang siapa dengan sengaja berencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain karena pembunuhan karena rencana sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum yaitu dengan Pasal 340 KHUPidana dakwaan kesatu primer penuntut umum.
Tiga, menyatakan Ahmad Yuda terbukti melakukan Pasal 44 ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2024, menghukum Ahmad Yuda oleh karena itu seringan-ringannya atau setidak-tidaknya Pasal 338 KUHP dalam dakwaan ketiga JPU”.
JPU Tanggapi Pledoi di Sidang Minggu Depan
Setelah PH dan terdakwa Yuda selesai membacakan pledoi, kemudian hakim Benny Yoga Dharma menanyakan kapan JPU siap dengan replik yang menanggapi pembelaan tersebut.
“Kami meminta satu minggu majelis, untuk membuat tanggapan secara tertulis,” kata JPU Adjudian Syahfitra.
“Demikian ya, sidang kita lanjut minggu depan dengan agenda tanggapan dari penuntut umum,” jelas Benny sekaligus menutup jalannya persidangan.
Sidang ditunda ke Kamis (22/05/2024) dengan agenda tanggapan JPU (replik).
Pantauan BatamNow.com di ruang sidang, Terdakwa Ahmad Yuda yang berbaju tahanan, hadir didampingi penasihat hukumnya.
Sidang pembacaan tuntunan dengan perkara nomor 111/Pid.B/2024/PN Btm ini dipimpin ketua majelis hakim Benny Yoga Dharma yang didampingi anggota majelis hakim David Sitorus dan Monalisa Therisia Siagian. (Aman)