BatamNow.com – Banyak masyarakat yang berempati, kala warga adat Melayu Pulau Rempang diancam gusur paksa oleh BP Batam dari kampung sejarah mereka sebagai efek ”rumah” kaca (masuknya investasi pabrik kaca dari Cina di sana).
Rencana penggusuran bedol desa terhadap semua warga dan rencana “meratakan” 16 kampung sejarah mereka dirasa warga mendadak dan serampangan.
Disebut mendadak karena persiapannya dikebut sejak launching Rempang Eco-City pada 12 April 2023. Proyek itu bakal dikembangkan di atas lahan 17.000 hektare. BP Batam kali ini dinilai tumben rajin bekerja cepat. ”Seperti sopir bus penumpang kejar target,” kata warga.
Mereka bergerak hendak bersih-bersih bagi penghuni pulau yang dinilai tak memiliki legalitas mendirikan bangunan di sana.
Mungkin karena “dipaksa” investasi salah satu perusahaan pabrik kaca terbesar di dunia, Xinyi Group dari Wuhu, Cina, BP Batam pun seperti bergegas terburu-buru, menyiapkan karpet merah di Pulau Rempang.
Upaya pertama menyasar warga yang mereka nilai tak memiliki legal bangunan dan berbagai usaha di pulau itu.
Padahal mayoritas dari sekitar 10 ribu warga di sana adalah penduduk yang kakek-nenek dan moyang mereka bermukim di 16 kampung tua sejak tahun 1834, sebelum Indonesia merdeka.
Masyarakat adat Melayu asli di sana pun protes keras hingga melakukan aksi turun ke jalan menghalau tim aparat yang datang ramai-ramai hendak mematok tanah kampung
mereka.
Tak hanya itu, mereka pun kini was-was dengan gerilya para pasukan suruhan BP Batam yang berencana mengobok-obok kampung sejarah di sana, bahkan tindakan intimidasi pun mulai menakutkan warga.
Demi membela diri dari ancaman relokasi masyarakat adat Melayu Rempang di bawah koordinasi Aliansi Pemuda Melayu melanjutkan aksi protes yang lebih masif dengan unjuk rasa ribuan massa di areal Kantor BP Batam pada Rabu (23/08/2023).
“Hentikan intimidasi”, begitu satu dari 4 poin tuntutan massa pengunjuk rasa kepada Kepala BP Batam Muhammad Rudi.
Banyak masyarakat berempati dan prihatin manakala BP Batam menyamakan kondisi keberadaan masyarakat adat Rempang dengan penduduk pendatang yang tinggal di rumah liar di Batam.
Salah salah satunya dari tokoh seniman, budayawan Melayu Kepri, Husnizar Hood. Putra kelahiran Kepri yang pernah menjabat Wakil Ketua DPRD Kepri ini muncul berempati lewat karya puisinya, seperti di bawah ini.
REMPANG, NYANYIAN RUMAH KACA
oleh : Husnizar Hood
berkacalah
pada sejarah yang telah
melahirkan kami
engkau akan melihat
tembuni kami tertanam
tumbuh menjadi bakau
kini terbakar
jadi bara
jadi api berkobar
berkibar di tiang- tiang kebenaran
berkacalah
pada cermin hati
wajah gergasimu
tak membuat laut menjadi surut
ketika pasang sudah terpanggang
kamilah orang Rempang
yang tak takut
orang- orang yang dibesarkan
oleh gelombang
dibentur karang
puas luka teritip
puas dipatil anak Sembilang
bisanya akan menyengat denyut jantungmu nanti
nyanyian rumah kaca
janji muslihatmu terbaca
200 depa untuk kami
dan kau meneguk 200 triliun dusta
orang Rempang luka
terbaring di atas pecahan kaca
nadinya diiris kerakusan
atas nama Tuhan yang kalian sembah
maha kekuasaan lagi maha sewenang-wenang
bedebah!
rumah kaca
seperti di dalam aquarium
orang Rempang berenang
kelak
o, tidak!
selagi jembatan itu tegak
kami tak akan berganjak
rubuh jembatan
rubuhlah badan
maafkan kami ya Allah
kalaupun harus menjadi Jebat
Taklah Tuah setia tak sudah
kalaupun menjadi pendurhaka
bukankah raja alim raja di sembah
raja zalim raja disanggah
orang Rempang
Rumah Kaca
surut kami tak ikut
pasang kami tak takut. (red)