BatamNow.com, Jakarta – Indonesia Police Watch (IPW) memberi peringatan keras kepada Polri untuk tidak mau menjadi alat penekan agar warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, mengosongkan lahan di sana.
“IPW mengingatkan Pak Kapolri untuk jangan mau institusi Polri dijadikan alat penekan di dalam upaya memindahkan warga Rempang-Galang dan mengosongkan wilayah oleh karena adanya perjanjian antara BP Batam dan atau Pemerintah Kota Batam dengan PT Makmur Elok Graha (MEG), di mana lahan tersebut katanya akan digunakan untuk pembangunan pabrik milik Xinyi Group Ltd, investor asal Cina,” kata Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW, kepada BatamNow.com, di Jakarta, Rabu (27/09/2023).
Dia menjelaskan, perjanjian antara BP Batam dan Pemkot Batam dengan PT MEG diduga sarat dengan pelanggaran hukum dan pelanggaran peraturan dalam pembebasan tanah untuk kepentingan umum. “Selain itu, di sana diduga ada kolusi antara BP Batam, Pemkot Batam, dan PT MEG yang berpotensi adanya tindak pidana,” ungkapnya.
Sehingga apabila tidak cermat dan hati-hati, maka Polri hanya dijadikan alat untuk mempengaruhi dan menekan masyarakat Rempang. Akibatnya, institusi Polri nanti yang akan jadi korban. Tidak lagi dipercaya oleh rakyat.
Sugeng menguraikan, perjanjian tiga pihak antara BP Batam, Pemkot Batam, dan PT MEG, saat ini tengah digugat di pengadilan.
Bukan itu saja, bahkan Tim Hukum Solidaritas Nasional Untuk Rempang (THSNUR) siap membawa konflik Rempang ke pengadilan internasional.
“Bisa kemungkinan proyek Rempang Eco-City, walaupun sudah disebut sebagai proyek strategis nasional (PSN) tidak akan bisa segera dilaksanakan karena didasarkan pada suatu peristiwa yang diduga melanggar hukum, berdasarkan Akta Nota Kesepakatan Bersama (Memorandum of Understanding) No. 65, Tanggal 26 Agustus 2004 dan Akta Perjanjian No. 66, Tanggal 26 Agustus 2004 tersebut,” urainya.
Dia kembali mengingatkan, sangat penting institusi Polri tidak mau dijadikan alat oleh para pembuat perjanjian yang diduga melanggar hukum tersebut. (RN)