Kapal Federal II di Batam Meledak Lagi, Eks Dewan K3 Kepri: Pengusaha Harus Bertanggung Jawab Pidana - BatamNow.com Verifikasi
BatamNow.com
  • Beranda
  • Pilihan Editor
  • Akal Sehat
  • Opini
  • Wawancara
  • Politik
  • Ekonomi
  • Internasional
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Pilihan Editor
  • Akal Sehat
  • Opini
  • Wawancara
  • Politik
  • Ekonomi
  • Internasional
No Result
View All Result
BatamNow.com

Kapal Federal II di Batam Meledak Lagi, Eks Dewan K3 Kepri: Pengusaha Harus Bertanggung Jawab Pidana

15/Okt/2025 20:42
Kapal Federal II di Batam Meledak Lagi, Eks Dewan K3 Kepri: Pengusaha Harus Bertanggung Jawab Pidana

Akademisi hukum yang juga eks Anggota Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kepri periode 2023–2025, Parningotan Malau. (F: BatamNow)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke Facebook

BatamNow.com – Tragedi ledakan kapal Floating Storage and Offloading (FSO) MT Federal II terjadi kembali di galangan kapal PT ASL Shipyard, Tanjung Uncang, Batam.

Insiden maut yang terjadi pada Rabu (15/10/2025) dini hari tadi, merenggut 10 korban jiwa dan menyebabkan 21 pekerja lainnya mengalami luka ringan hingga luka berat.

Tragedi ini menjadi kejadian kedua di kapal dan lokasi yang sama, setelah insiden serupa pada 24 Juni 2025 yang menewaskan empat pekerja serta lima lainnya mengalami luka ringan hingga berat.

Kecelakaan kerja berulang tersebut memantik sorotan tajam dari kalangan akademisi hukum yang juga eks Anggota Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kepri periode 2023–2025, Parningotan Malau.

@batamnow Tragedi ledakan kapal Floating Storage and Offloading (FSO) MT Federal II terjadi kembali di galangan kapal PT ASL Shipyard, Tanjung Uncang, Batam. Insiden maut yang terjadi pada Rabu (15/10/2025) dini hari tadi, merenggut 10 korban jiwa dan menyebabkan 21 pekerja lainnya mengalami luka ringan hingga luka berat. Tragedi ini menjadi kejadian kedua di kapal dan lokasi yang sama, setelah insiden serupa pada 24 Juni 2025 yang menewaskan empat pekerja serta lima lainnya mengalami luka ringan hingga berat. Kecelakaan kerja berulang tersebut memantik sorotan tajam dari kalangan akademisi hukum yang juga eks Anggota Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kepri periode 2023–2025, Parningotan Malau. Ia menyebut kecelakaan di lokasi kerja ini sebagai bukti lemahnya penerapan standar keselamatan di industri perkapalan Batam. “Ini tragedi yang sangat mengerikan di bidang keselamatan kerja buruh. Masyarakat pun sudah tahu bahwa tingkat kecelakaan kerja di Batam cukup tinggi,” ujar Parningotan, yang juga dosen Pascasarjana, kepada BatamNow.com, Rabu (15/10/2025). Menurutnya, akar persoalan utama tragedi ini adalah rendahnya kesadaran perusahaan terhadap penerapan prinsip K3. “Meskipun kecelakaan ini luar biasa karena menelan banyak korban jiwa, kita tidak kaget. Di Batam, kecelakaan kerja seperti ini sudah seperti langganan,” tambahnya. Parningotan menilai bahwa kejadian berulang di PT ASL Shipyard dengan objek kapal yang sama menandakan adanya kelalaian serius dari pihak perusahaan. “Pada Juni 2025 empat orang meninggal, sekarang sepuluh. Ini sudah luar biasa. Perhatian terhadap K3 harus sangat serius,” tegasnya. Ia juga menekankan bahwa tanggung jawab atas keselamatan tenaga kerja tidak hanya berada di tangan pemerintah, tetapi terutama di pihak perusahaan sebagai penyelenggara kegiatan industri. “Ini tanggung jawab negara dan para stakeholder. Tapi yang paling utama adalah perusahaan sebagai aktor pelaku,” ujarnya. Pimpinan Perusahaan Bisa Dipidana Lebih jauh, Parningotan menjelaskan bahwa dalam sistem hukum Indonesia, pimpinan perusahaan bisa dimintai pertanggungjawaban pidana atas kecelakaan kerja yang terjadi di bawah tanggung jawabnya. “Dalam hukum kita sudah dikenal doctrine of vicarious liability, di mana kesalahan bawahan bisa menjadi tanggung jawab pimpinan. Sesuai UU No. 170, pimpinan perusahaan adalah pihak yang bertanggung jawab karena memiliki tempat kerja,” jelasnya. Ia menegaskan bahwa peristiwa ledakan dan kebakaran seperti di MT Federal II termasuk dalam kategori kecelakaan kerja sebagaimana diatur dalam Permenaker 1998, yang mencakup ledakan, kebakaran, dan penyakit akibat kerja. “Dalam kasus Federal II ini jelas merupakan kecelakaan kerja akibat ledakan dan kebakaran. Karena berulang dan di tempat yang sama, tanggung jawabnya langsung pada perusahaan,”katanya. Namun, Parningotan menilai bahwa Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian sudah tidak relevan untuk diterapkan. “Saya kira tidak tepat kalau hanya dikenakan Pasal 359. Harusnya 358 KUHP, karena sudah ada unsur kesengajaan. Dengan kondisi kerja yang sudah diketahui berisiko, pengusaha sebenarnya sadar bahwa hal ini bisa terjadi,” tegasnya. Menurutnya, unsur kesengajaan dapat dilihat dari adanya maksud, kesadaran, dan keinsyafan atas akibat yang mungkin terjadi. “Dengan kondisi kerja yang seperti itu, pengusaha sudah insyaf akan risikonya. Jadi ini bukan lagi sekadar kelalaian, tapi sudah mengarah pada pembunuhan,” ungkap Parningotan. Ia pun mendesak aparat penegak hukum agar berani menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab. Baca selengkapnya di BatamNow.com #batam #batamnow #batamtiktok #fyp #batamnews #batamsirkel #batamhariini #beritabatam #batamhits #fypシ゚viral #rempang #semuatentangbatam #galang #batampunyacerita #batamdaily #barelang #fypシ #batamtiktokcommunity #poldakepri #amsakarachmad ♬ original sound – BatamNow.com

Ia menyebut kecelakaan di lokasi kerja ini sebagai bukti lemahnya penerapan standar keselamatan di industri perkapalan Batam.

“Ini tragedi yang sangat mengerikan di bidang keselamatan kerja buruh. Masyarakat pun sudah tahu bahwa tingkat kecelakaan kerja di Batam cukup tinggi,” ujar Parningotan, yang juga dosen Pascasarjana, kepada BatamNow.com, Rabu (15/10/2025).

Menurutnya, akar persoalan utama tragedi ini adalah rendahnya kesadaran perusahaan terhadap penerapan prinsip K3.

“Meskipun kecelakaan ini luar biasa karena menelan banyak korban jiwa, kita tidak kaget. Di Batam, kecelakaan kerja seperti ini sudah seperti langganan,” tambahnya.

Parningotan menilai bahwa kejadian berulang di PT ASL Shipyard dengan objek kapal yang sama menandakan adanya kelalaian serius dari pihak perusahaan.

“Pada Juni 2025 empat orang meninggal, sekarang sepuluh. Ini sudah luar biasa. Perhatian terhadap K3 harus sangat serius,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa tanggung jawab atas keselamatan tenaga kerja tidak hanya berada di tangan pemerintah, tetapi terutama di pihak perusahaan sebagai penyelenggara kegiatan industri.

“Ini tanggung jawab negara dan para stakeholder. Tapi yang paling utama adalah perusahaan sebagai aktor pelaku,” ujarnya.

@batamnow Tragedi kembali terjadi di galangan kapal PT ASL Shipyard, Tanjung Uncang, Batam. Kapal Floating Storage and Offloading (FSO) Federal II kebakaran pada Rabu (15/10/2025) sekitar pukul 04.00 WIB. Informasinya, ledakan terdengar hingga radius beberapa kilometer dan menimbulkan kobaran api besar yang melahap bagian lambung kapal. Para pekerja panik dan berusaha menyelamatkan diri dari lokasi kejadian. Berdasarkan data yang diterima BatamNow.com, peristiwa ini menyebabkan 31 orang menjadi korban, terdiri dari 10 orang meninggal dunia, sementara sisanya mengalami luka berat hingga luka ringan. Tim pemadam kebakaran dan petugas keamanan galangan segera dikerahkan untuk memadamkan api. Sementara itu, tim medis mengevakuasi para korban ke sejumlah rumah sakit di kawasan Batu Aji. Data Sementara Korban Berikut rincian sementara korban berdasarkan data yang dihimpun BatamNow.com: RS Elisabeth Batu Aji terdapat 7 korban, terdiri dari: 4 meninggal dunia: CP (36), KS (51), RRN (19), HS. 3 korban kritis: FK (23), TA (41), MS. RSUD Embung Fatimah: 2 korban meninggal dunia: A (48), FPP (41). RS Mutiara Aini dengan 15 korban, terdiri dari: 4 meninggal dunia: AH, IS, DS, MT. 5 luka ringan: AR, JAP, PAP, JR, SLT. 6 luka berat/kritis: IP, AH, RAHA, IM, MS, EBN. RS Graha Hermine dengan 7 korban, terdiri dari: 6 korban luka berat: DSR (31), KR (24), AD (25), AM (28), DD (41), S (23). 1 korban luka ringan: CS (22). Para korban diketahui merupakan pekerja dari dua perusahaan subkontraktor, yakni PT Ro dan PT PTM, yang saat kejadian tengah melakukan pekerjaan pengelasan dan perawatan tangki kapal. Kapolresta Barelang Kombes Pol Zaenal Arifin mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan di lokasi kejadian. “Anggota masih melakukan penyelidikan di lapangan, dan kita masih fokus ke korban yang terluka,” ujar Zaenal, Rabu (15/10). Tragedi yang Pernah Terjadi Peristiwa ini bukan yang pertama kali terjadi di galangan kapal tersebut. Pada Selasa, 24 Juni 2025, kapal FSO Federal II juga sempat terbakar di lokasi galangan yang sama. Insiden itu menewaskan 4 orang, menyebabkan 4 lainnya luka bakar berat, dan 1 orang mengalami luka ringan. Baca beritanya di BatamNow.com #batam #batamnow #fyp #batamtiktok #beritabatam ♬ News, news, seriousness, tension(1077866) – Lyrebirds music

Pimpinan Perusahaan Bisa Dipidana

Lebih jauh, Parningotan menjelaskan bahwa dalam sistem hukum Indonesia, pimpinan perusahaan bisa dimintai pertanggungjawaban pidana atas kecelakaan kerja yang terjadi di bawah tanggung jawabnya.

Baca Juga:  Pekerja PT BBS Tewas Laka Kerja, Dewan K3 Kepri: Keselamatan Kerja Kerap Diabaikan Padahal Diatur UU

“Dalam hukum kita sudah dikenal doctrine of vicarious liability, di mana kesalahan bawahan bisa menjadi tanggung jawab pimpinan. Sesuai UU No. 170, pimpinan perusahaan adalah pihak yang bertanggung jawab karena memiliki tempat kerja,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa peristiwa ledakan dan kebakaran seperti di MT Federal II termasuk dalam kategori kecelakaan kerja sebagaimana diatur dalam Permenaker 1998, yang mencakup ledakan, kebakaran, dan penyakit akibat kerja.

“Dalam kasus Federal II ini jelas merupakan kecelakaan kerja akibat ledakan dan kebakaran. Karena berulang dan di tempat yang sama, tanggung jawabnya langsung pada perusahaan,”katanya.

Namun, Parningotan menilai bahwa Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian sudah tidak relevan untuk diterapkan.

“Saya kira tidak tepat kalau hanya dikenakan Pasal 359. Harusnya 358 KUHP, karena sudah ada unsur kesengajaan. Dengan kondisi kerja yang sudah diketahui berisiko, pengusaha sebenarnya sadar bahwa hal ini bisa terjadi,” tegasnya.

Menurutnya, unsur kesengajaan dapat dilihat dari adanya maksud, kesadaran, dan keinsyafan atas akibat yang mungkin terjadi.

“Dengan kondisi kerja yang seperti itu, pengusaha sudah insyaf akan risikonya. Jadi ini bukan lagi sekadar kelalaian, tapi sudah mengarah pada pembunuhan,” ungkap Parningotan.

Ia pun mendesak aparat penegak hukum agar berani menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab.

“Penyidik harus berani, Ini sudah memenuhi unsur kesengajaan. Harusnya penyidik segera berkoordinasi dengan Imigrasi agar pemilik perusahaan—terutama jika warga negara asing—tidak keluar dari Indonesia sebelum mempertanggungjawabkan pidananya,” ujarnya menegaskan.

Kebakaran Pertama, Dua Safety Officer Jadi Tersangka

Dalam peristiwa ledakan pertama pada Selasa (24/06/2025), Satreskrim Polresta Barelang sempat menetapkan dua karyawan PT ASL Shipyard sebagai tersangka.

Kedua tersangka berinisial A dan F, yang diketahui menjabat sebagai Safety Officer di perusahaan tersebut.

Menanggapi hal itu, Parningotan menilai langkah tersebut belum menyentuh akar masalah yang sebenarnya.

“Ini yang aneh. Saya katakan perlu ada gebrakan dan keberanian dalam penegakan hukum. Yang dihadapi kan, mohon maaf, secara ekonomi kuat,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa posisi pengusaha besar kerap membuat penegakan hukum berjalan tidak optimal.

“Pengusaha-pengusaha kuat ini bisa saya katakan dekat dan punya relasi yang mungkin tinggi ke atas. Saya tak sebut ke atas mana. Namanya juga kondisi sosial pengusaha, kan tingkat ekonominya tinggi. Jadi kadang ini yang membuat sulitnya penegakan hukum,” kata Parningotan.

Menurutnya, kasus semacam ini tidak hanya terjadi di Batam, tetapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia.

“Kalau begitu kasus pertama, itu tidak perlu heran. Ini bisa terjadi di mana-mana. Intinya adalah keberanian,” katanya.

Parningotan menegaskan bahwa isu K3 seharusnya menjadi perlindungan tertinggi bagi buruh, bukan hanya sekadar formalitas administratif.

“K3 ini sangat pelik. Perlindungan tertinggi terhadap buruh sebenarnya ada di K3. Kalau orang bicara soal perlindungan upah, BPJS, dan lainnya, sebenarnya semua itu sekunder,” ujarnya.

Ia menyoroti bahwa lemahnya kesadaran buruh terhadap keselamatan kerja juga disebabkan oleh tekanan ekonomi.

“Karena tingkat kebutuhan orang tinggi dan ekonomi rendah, kadang buruh tidak mempermasalahkan rendahnya perlindungan K3, yang penting bisa bekerja,” lanjutnya.

Padahal, perlindungan keselamatan kerja merupakan hak konstitusional setiap warga negara.

“Kalau kita lihat UUD 1945, sangat jelas di Pasal 27 bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” tegas Parningotan. (A)

Berita Sebelumnya

SMSI Kritik Konferensi Pers Terbatas Bea Cukai Tanjungpinang, Dinilai Lukai Transparansi dan Kebebasan Pers

Berita Selanjutnya

Dari Kelalaian ke Ledakan: GMKI Desak Pemerintah Tak Tutup Mata di ASL Shipyard

Berita Selanjutnya
Dari Kelalaian ke Ledakan: GMKI Desak Pemerintah Tak Tutup Mata di ASL Shipyard

Dari Kelalaian ke Ledakan: GMKI Desak Pemerintah Tak Tutup Mata di ASL Shipyard

guest
Recipe Rating




guest
Recipe Rating




0 Komentar
Tanggapan
Lihat semua komentar
iklan PLN
iklan AEC
BatamNow.com

© 2021-2024 BatamNow.com

  • Kode Etik Jurnalistik
  • Peraturan Dewan Pers
  • Redaksi
  • Kontak

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Pilihan Editor
  • Akal Sehat
  • Opini
  • Wawancara
  • Politik
  • Ekonomi
  • Internasional

© 2021-2024 BatamNow.com

0
0
Berikan komentar andax
()
x
| Reply