BatamNow.com – Izin mengelola kawasan konservasi dan dijadikan taman wisata alam (TWA) yang diberikan kepada pihak swasta tidak lantas membuat perusahaan pengelola bisa semena-mena, bahkan mengabaikan pelestarian hutan.
“Dalam hal pengusahaan wisata alam di kawasan konservasi, pemegang izin tidak diperkenankan hanya berorientasi bisnis semata dan menghilangkan hak masyarakat atas pengelolaan hutan,” kata Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KemenLHK) melalui Pelaksana Tugas Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau Fifin Arfiana Jogasara dalam keterangannya kepada BatamNow.com, Senin (27/12/2021).
Menurutnya, pemegang izin taman wisata alam (TWA) Muka Kuning yakni, PT Papanjaya Sejahtera Raya (Panbil Group) diwajibkan untuk berkontribusi aktif dalam pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. “Penghargaan terhadap masyarakat lokal dari pemegang izin sangat diutamakan,” tegasnya.
Disampaikan bentuk-bentuk penghargaan terhadap masyarakat lokal seperti dimaksud, antara lain, Penggunaan tradisi budaya dan arsitektur lokal sebagai dasar arsitektur atau ornamen bangunan; Kewajiban untuk mempekerjakan masyarakat lokal dalam kegiatan usaha; Menyisihkan dana minimal 5% dari keuntungan hasil usahanya untuk pembinaan dan pengembangan UMKM.
Selanjutnya, melakukan peningkatan kapasitas masyarakat misalnya dengan memberikan pelatihan kewirausahaan; Memberikan peluang kepada masyarakat lokal untuk terlibat dalam pengusahaan misalnya dengan menggunakan hasil bumi/ lokal buatan masyarakat untuk kegiatan usahanya.
Menurut Fifin, sejumlah kewajiban tersebut juga tertuang dalam PP Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Selain itu, hal tersebut merupakan prasyarat standar indikator dalam kegiatan evaluasi, pengawasan dan monitoring kegiatan berusaha pengusahaan sarana jasa lingkungan wisata alam.
Juga tertuang dalam Dokumen Rencana Pengusahaan Sarana Pariwisata Alam yang disusun oleh pemegang perizinan berusaha. Terdapat pula dalam SK Pemberian Perizinan Berusaha yang diterbitkan Kementrian LHK.
“Dalam hal ini untuk PT Papanjaya Sejahtera Raya adalah Keputusan Menteri LHK Nomor: SK.274/Menlhk/Setjen/KSA.3/5/2021 tanggal 28 Mei 2021 tentang Pemberian Perizinan Berusaha Pengusahaan Sarana Jasa Lingkungan Wisata Alam pada Kawasan Konservasi Kepada PT Panpanjaya Sejahtera Raya Seluas 207,41 hektare di Blok Pemanfaatan TWA Muka Kuning, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau,” urainya.
Manfaatkan Bentang Alam, Tak Boleh Merusaknya
Di sisi lain, Fifin mengatakan, kegiatan usaha wisata memberikan berbagai manfaat. Karena usaha ini adalah berupa pemanfaatan bentang alam. “Usaha ini tentu saja harus dilakukan pada kawasan yang bentang alamnya baik. Dengan kata lain, tidak boleh ada aktivitas merusak kawasan,” tandasnya.
Adapun manfaat yang diperoleh oleh KemenLHK dalam kegiatan perizinan berusaha di antaranya, kontribusi ekonomi, berupa adanya setoran PNBP dari pemegang izin.
PNBP yang disetor di antaranya berupa iuran izin (dibayar satu kali sebelum izin terbit yaitu senilai Rp 10 juta per hektare) dan pungutan izin yang dikenakan setiap tahun (besarnya 10% dari keuntungan bersih), serta PNBP tiket masuk dan aktivitas wisata.
Juga ada kontribusi untuk masyarakat berupa adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dengan adanya peluang dan kesempatan bekerja di perusahaan pemegang izin usaha, atau pengurangan tingkat pengangguran pada masyarakat lokal. Lainnya, kontribusi lingkungan. “Usaha wisata alam adalah usaha berkelanjutan yang tidak bersifat ekstraktif, sehingga pemegang izin pada prinsipnya membantu pemerintah untuk menjaga kelestarian kawasan yang dikelolanya,” terangnya lagi.
Fifin menambahkan, adanya kewajiban melakukan patroli bagi pemegang izin juga telah berkontribusi positif bagi pemerintah karena dapat mengurangi beban biaya pengamanan kawasan. Selain itu, adanya usaha wisata juga memberikan peluang kepada masyarakat untuk mendapatkan alternatif pekerjaan dari yang semula merusak hutan, sekarang beralih menjadi pengelola ekowisata dan akhirnya mendukung pelestarian alam.
Kontribusi lainnya, pendidikan, dimana adanya perizinan berusaha juga memberikan kontribusi adanya peningkatan dan penyebarluasan wawasan tentang konservasi dan pelestarian lingkungan kepada para pengunjungnya sehingga dapat lebih menghargai alam.
Sementara kontribusi untuk pemerintah daerah berupa adanya multiplier effect dari kegiatan ekonomi, pengembangan infrastruktur dan sarana prasarana dari kegiatan usaha wisata.
Sebelumnya sempat dikabarkan, Panbil Group melakukan penggundulan hutan guna membuka lahan di belakang Kawasan Panbil Industri, Muka Kuning. Adapun lokasinya berdekatan dengan hutan konservasi dan daerah tangkapan air Waduk Duriangkang, Sei Beduk. Akibatnya, sebagian hutan konservasi menjadi gundul karena proyek tersebut. (RN)