BatamNow.com – Beda klaim terjadi antara Kepala BP Batam Muhammad Rudi dengan Direktur Badan Usaha (BU) Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) BP Batam Memet E Rahmat di pusaran karut marut pelayanan air minum ke masyarakat.
Baru-baru ini Muhammad Rudi memastikan di balik pelayanan buruk SPAM Batam jaringan pipa air minum sudah tua alias telah uzur karena dipasang 25 tahun lalu.
Untuk memperperbaiki pelayanan SPAM diperlukan penggantian jaringan distribusi air minum perpipaan dan membutuhkan dana sekitar Rp 4,5 triliun.
Untuk menutupi dana atau belanja modal pipa itu BP Batam akan menaikkan tarif air minum ke masyarakat pelanggan.
Imbas dari wacana Muhammad Rudi itu spontan saja masyarakat bereaksi lalu mencibir kebijakan dinilai aneh itu.
Wacana kebijakan itu dianggap kebijakan ngawur dan dicurigai ada kepentingan tertentu di balik wacana menaikkan tarif air minum itu apalagi jelang Pilkada 2024.
“Masa di saat pelayanan buruk justru dinaikkan tarif, ngawur itu,” kata Rapidin warga Batu Aji.
Rudi mengklaim jaringan pipa rusak.
Namun entah siapa yang salah, klaim Rudi itu dibantah tegas oleh “anak buah” Muhammad Rudi sendiri, yaitu Memet.
Memet dalam siaran pers BP Batam menegaskan bahwa sesuai hasil pemeriksaan dari PT Surveyor Indonesia (SI) Cabang Batam, kualitas pipa air di Batam dinilai masih baik-baik saja.
Hal yang diperlukan kini, menurut Memet adalah penguatan pada pipa-pipa air yang ada, karena dibutuhkan pipa penyaluran berdiameter lebih besar untuk menyalurkan air ke seluruh lokasi perumahan.
Kondisi itu, ujarnya, seiring dengan pengembangan perumahan dan meningkatnya kebutuhan air berih (air minum-red) di Batam.
Selain Memet, Presiden Direktur PT Adhya Tirta Batam (ATB) Benny Andrianto juga membantah keras klaim Muhammad Rudi itu.
“Itu cari kambing hitam namanya, seluruh pipa terpasang masih kondisi baik kami tinggalkan dan itu hasil audit dari PT Surveyor Indonesia Cabang Batam,” kata Benny.
Malah Benny membongkar dana yang mengucur ke BP Batam. “Masak keberadaan infrastruktur yang kami bangun dulu hanya diukur dari setoran Rp 28 miliar per tahun,” ujar Benny.
Ia katakan sedari awal BP Batam (dulu Otorita Batam) tak mengeluarkan satu sen pun dana untuk membangun seluruh infrastruktur pengelolaan air
minum di Batam tapi negara menerima aset plus setoran sekitar Rp 2 triliun.
Sementara kini, saat SPAM Batam di tangan BP Batam dengan mitranya telah meraup pendapatan Rp 320 miliar setiap tahun.
Lalu Benny mengkritisi taksasi dana Rp 4,5 triliun yang akan dibutuhkan memperbaiki jaringan pipa rusak yang diklaim sepihak oleh Muhammad Rudi, “dari mana hitungannya, macam orang tak kompeten bicaranya”.
PT ATB yang dinakhodai Benny adalah pemegang konsesi pengelolaan SPAM di Batam selama 25 tahun.
Pada November 2020 masa kontrak konsesi itu berakhir dan kembali ke pangkuan BP Batam lalu dikontrakkan ke PT Moya Indonesia perusahaan entitas Salim Group milik Anthony Salim anaknya Lim Siu Long.
Dan kini BP Batam bermitra dengan PT Air Batam Hulu dan PT Air Batam Hilir, perusahaan patungan dari konsorsium PT Moya Indonesia dengan PT Pembagunan Perusahaan (Persero) Tbk milik BUMN itu.
Kini, efek dari klaim Rudi dengan wacana biaya yang akan digelontorkan Rp 4,5 triliun memperbaiki jaringan perpipaan memicu opini liar.
Banyak yang mencurigai kebijakan itu dan dikaitkan dengan rencana Muhammad Rudi mau mencalonkan diri menjad Gubernur Kepri pada perhelatan politik tahun 2024.
Apalagi berencana sekalian mencalonkan istrinya Marlin Agustina yang Wakil Gubernur Kepri itu menjadi Wali Kota Batam.
“Itu membutuhkan dana yang cukup besar untuk memenangkan pertarungan,” demikian isu yang beredar dan berkembang ditengah publik.
Terkait opini liar ini belum terkonfirmasi dengan Muhammad Rudi maupun Kabiro Humas BP Batam Ariastuty Sirait yang pelit menjawab konfirmasi kru media ini. (*)