BatamNow.com – Kepala BP Batam Muhammad Rudi menegaskan perlunya didalami lebih lanjut dampak lingkungan dari pertambangan pasir laut.
Hal itu disampaikan Rudi dalam pertemuan dengan rombongan 16 anggota Komisi VII DPR RI serta stakeholder dan pihak terkait di Balairung Sari BP Batam, Rabu (11/05/2022).
“Jangan sampai masyarakat kita yang bermata pencaharian sebagai nelayan aktivitasnya terganggu akibat kegiatan pertambangan ini. Itu yang harus kita hindari,” ujar Rudi.
Rudi berharap, hasil dari pertemuan tersebut menjadi pertimbangan banyak pihak dan melahirkan kebijakan yang membawa manfaat bagi masyarakat.
Pertemuan yang adalah kunjungan kerja (kunker) pada Reses Masa Persidangan IV tahun sidang 2021-2022 itu juga membahas mengenai kegiatan ekspor pasir laut yang masih dilarang dan vakum 20 tahun.
Terkait pembukaan kembali keran ekspor pasir laut, Ketua Tim Reses Komisi VII, Eddy Soeparno menegaskan perlunya pengaturan lebih lanjut, baik dari sisi perizinan ekspor dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) atas lokasi pertambangan.
“Hasil pertemuan ini akan menjadi PR untuk Komisi VII DPR RI agar dilanjutkan dalam rapat gabungan antara Kementerian ESDM, KKP dan Kementerian Perhubungan, setelah masa reses ini selesai,” tutup Eddy.
Catatan BatamNow.com, kegiatan ekspor pasir laut sudah dilarang sejak 2002, era Presiden Megawati Soekarno Putri. Namun di paroh akhir periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang juga dari Partai PDI Perjuangan itu, tampaknya akan diizinkan kembali.
Media ini mencoba mengonfirmasi alasan pembukaan kembali keran ekspor pasir laut ini kepada beberapa anggota Komisi VII DPR RI. Baik sebelum kunker ke Batam maupun usai pertemuan yang tertutup bagi pers pada Rabu (11/05) itu.
Konfirmasi dikirimkan ke Adian Napitupulu, Asman Abnur dan Herman Herry. Namun mereka irit bicara bahkan bungkam.
Adian yang disebut vokal itu juga tak memberi komentar kepada wartawan BatamNow.com yang menemuinya di kawasan Bengkong, Batam, Rabu (11/05) siang.
Greenpeace: Pembukaan Ekspor Pasir Laut adalah Kemunduran
Dikonfirmasi terpisah, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah mengatakan pembukaan kembali ekspor pasir laut adalah sebuah kemunduran.
“Tambang pasir laut berdampak destruktif terhadap ‘kesehatan’ laut. Sudah seharusnya penambangan pasir laut itu tidak ada lagi,” kata Afdillah ke BatamNow.com, di Jakarta, Kamis (12/05).
Dia menilai penambangan pasir laut apalagi untuk diekspor akan menimbulkan banyak dampak. Mulai dari abrasi, pencemaran laut, perubahan iklim, hingga menghilangkan wilayah tangkap nelayan.
“Jika tambang pasir ini dibuka kembali, masyarakat pesisir dan nelayan adalah yang paling terdampak. Mereka berpotensi kehilangan sumber mata pencaharian. Dari sana akan timbul lagi problem sosial yang berdampak pada penghidupan keluarga nelayan dan masyarakat pesisir,” ujar Afdillah. (*)