BatamNow.com – Maraknya pengungkapan kasus narkotika berskala besar di wilayah Kepulauan Riau dalam beberapa pekan terakhir kembali memantik keprihatinan publik.
Baru-baru ini, TNI AL menggagalkan penyelundupan 2,06 ton narkotika jenis sabu-sabu dari kapal ikan asing berbendera Thailand, di perairan Tanjung Balai Karimun.
Selang tujuh hari, Selasa (20/05/2025), giliran tim gabungan dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Bea dan Cukai (BC) Batam, serta TNI AL. Kali ini, MT Sea Dragon Tarawa yang ditangkap diduga membawa narkoba.
Penangkapan kapal berbendera Indonesia itu masih di perairan Tanjung Balai Karimun, tepatnya dekat wilayah selatan Tanjung Piai, Malaysia. Berat hasil tegahan belum dipublikasi, namun disebut berjumlah besar.
Lalu, BC Batam, juga merilis penangkapan tiga terduga narkoba di Bandara Hang Nadim, Batam dengan tujuan kota yang berbeda. Total barang buktinya 1,94 kilogram.
Untuk menggali perspektif dari elemen masyarakat, BatamNow.com mewawancarai Ketua DPD Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT) Provinsi Kepulauan Riau, Syamsul Paloh, di salah satu kedai kopi yang ‘merakyat’ pada Jumat (23/05/2025).
Menurutnya, praktik peredaran narkotika yang memanfaatkan jalur Kepri sudah lampu merah/zona merah, bukan sekadar darurat lagi.
Hasil wawancara disajikan dengan gaya bertutur, di bawah ini:
Apa pandangan GRANAT terhadap giat TNI AL menggagalkan penyelundupan narkotika seberat dua ton lebih baru-baru ini?
Pertama-tama, kami dari GRANAT mengapresiasi setinggi-tingginya kepada semua institusi yang terlibat.
Tidak hanya TNI AL, tapi juga BNN, Kepolisian, serta Bea Cukai yang selama ini menjadi garda depan menjaga kedaulatan maritim kita.
Penangkapan di perairan sekitar Tanjung Balai Karimun itu menunjukkan “ancaman nyata” dari peredaran narkoba lintas negara.
Kapal berbendera asing, awak WNA, semua ini menunjukkan bahwa narkoba bukan lagi masalah lokal ini serangan serius terhadap generasi bangsa.
Bayangkan dampaknya jika barang itu lolos, jutaan anak muda bisa rusak masa depannya, hingga mati dengan sia-sia.
Tujuh hari kemudian, tim gabungan kembali mengungkap pengiriman narkoba. Apa fenomena yang menurut Bapak sedang terjadi di wilayah Kepri?
Ini bukan kebetulan. Kita harus menyadari bahwa ada pola sistematis dan masif. Bisa jadi ada kekuatan yang sengaja menarget Indonesia, khususnya Kepri, sebagai jalur strategis.
Maka dari itu, kami mendesak institusi penegak hukum untuk tidak berhenti pada penangkapan saja.
Bongkar jaringannya, kejar siapa pemesannya, siapa bandar di baliknya. Barang sebesar itu tidak mungkin datang tanpa ada penerimanya di darat.
Maka dari itu GRANAT “mengultimatum” dan was-was terhadap fenomena Tranformasi Patronase Bandar Narkoba yang dapat mengancam keberlangsungan hidup bangsa dan negara.
Bea dan Cukai Batam juga baru saja mengamankan tiga kurir yang hendak mengirimkan narkoba dari Batam ke kota-kota lain. Sejauh mana kerawanan distribusi ini menurut GRANAT?
Sangat rawan. Kepri, terutama Batam, memiliki ribuan pulau, sebagian besar tidak berpenghuni.
Dengan 96 persen wilayah berupa laut, celah untuk tindak kejahatan “transnasional” seperti narkotika sangat besar.
Sindikat internasional melihat Indonesia bukan hanya sebagai pasar, tapi juga pusat transit. Kalau tidak ditindak serius, wilayah ini bisa menjadi ‘hubungan’ utama kartel narkoba internasional.
Lantas langkah konkret apa yang harus segera diambil pemerintah?
Sudah tidak bisa lagi kita menyebut ini sebagai kondisi darurat. Ini sudah menjadi lampu merah.
Pemerintah harus bertindak cepat dan tegas. Tidak cukup hanya menyita barang bukti dan menahan pelaku lapangan.
Harus ada investigasi menyeluruh untuk menangkap bandar besar, baik yang berada di dalam maupun luar negeri.
Bongkar jalur distribusi, telusuri alur uangnya, dan tangkap aktor intelektual di baliknya.
Apakah Anda sependapat dengan pandangan bahwa Kepri kini berada dalam kondisi “darurat narkoba”?
Saya bahkan menilai Kepri sudah melewati fase darurat. Ini sudah lampu merah. Perlu tindakan luar biasa dari semua lini.
Tidak hanya aparat hukum, tapi juga keseriusan pemerintah pusat. Jangan lupa, kawasan ini berdekatan langsung dengan zona “Golden Triangle” dan “Golden Crescent”, dua pusat produksi narkoba terbesar di Asia.
Bahkan jaringan Amerika Latin pun bisa menjadikan jalur laut Kepri sebagai lintasan mereka.
Apa peran yang bisa diambil GRANAT untuk menekan laju peredaran narkoba ini?
Perang melawan narkoba tidak akan pernah menang, bila kita hanya mengandalkan BNN dan Polri, serta institusi lainnya, masyarakat juga berperan untuk ikut serta memberantas peredaran barang haram tersebut.
Indonesia sendiri menjadi salah satu negara tertinggi tingkat transaksi dan penyalahgunaan narkoba di dunia, setelah Meksiko dan Kolombia. Hal ini juga pernah disampaikan oleh ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam sebuah seminar pada tahun 2021.
Masyarakat harus ikut ambil bagian dalam perang melawan narkoba. Harus ada partisipasi aktif—dari sekolah, keluarga, hingga lingkungan kerja.
Jangan biarkan narkoba merusak masa depan bangsa. Indonesia disebut sebagai salah satu negara dengan tingkat penyalahgunaan narkoba tertinggi setelah Meksiko dan Kolombia. Ini sinyal bahaya yang harus kita jawab dengan langkah nyata dan kolaboratif. (A)