BatamNow.com, Jakarta – Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi mengaku prihatin dengan semakin tergerusnya hutan mangrove di berbagai wilayah Kepulauan Riau, khususnya Kota Batam.
“Yang kami amati juga demikian. Banyak pihak menebang pohon mangrove, bahkan menimbun areal hutan mangrove. Ini sangat memprihatinkan,” ujarnya kepada BatamNow.com, Minggu (06/03/2022).
Menurutnya, kalau pemerintah daerah tidak segera turun tangan, dikhawatirkan kawasan hutan mangrove di Kepri akan hilang, diganti dengan bangunan – bangunan di atas lahan yang ditimbun tersebut.
“Pemerintah setempat harus segera mengambil langkah-langkah tegas guna menekan perluasan lahan dengan cara membabat habis hutan mangrove dan menimbunnya,” seru Zenzi.
Padahal, keberadaan hutan mangrove sangat penting, terutama bagi wilayah-wilayah pesisir dan kepulauan seperti Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
“Hutan mangrove mampu menahan gelombang air laut dan menekan terjadinya abrasi di kawasan pantai. Selain itu juga merupakan habitat bagi banyak jenis hewan air,” terangnya.
Zenzi mendesak pemerintah daerah dan pemerintah pusat memberi perhatian terhadap keberadaan hutan bakau di Kepri.
“Harus dilakukan langkah-langkah konkret guna menyelamatkan hutan mangrove di Kepri khususnya dan Indonesia pada umumnya. Dan, bagi mereka yang dengan seenaknya membabat hutan mangrove harus diberi sanksi tegas,” tukasnya.
Berdasarkan data di Kementerian Kelautan dan Perikanan, luas hutan mangrove dunia 16.530.000 hektare dan 20% atau sekitar 3.490.000 hektare ada di Indonesia. Luas hutan bakau yang statusnya kritis seluas 637.624 hektare dan seluas 2.673.548 hektare dalam kondisi yang baik.
Baru-baru ini ramai diberitakan dugaan penimbunan kawasan hutan mangrove di kawasan alur Sungai Sei Nayon, Bengkong Sadai, Batam. Bahkan ditaksir hanya menyisakan sekitar 10 persen dari total hutan mangrove yang ada di sana.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Unit II Kota Batam, Lamhot Sinaga tak menyebut spesifik pihak yang berwenang dalam penimbunan lahan itu.
“Kalau lahan itu masuk dalam kawasan hutan mangrove berarti kewenangan Kemen LHK. Namun kalau di luar kawasan hutan mangrove itu kewenangan BP Batam dan Pemkot Batam. Jadi beda lantaran ada dua kewenangan,” terang Lamhot.
Menurutnya, bila sudah diketahui status hutan mangrove, bisa diketahui perizinan apa saja yang telah dimiliki si pemilik hak pengelolaan lahan (perusahaan), dan itu sepenuhnya dari instansi yang mengeluarkan PL, kalau ada penimbunan atau pemotongan izin cut and fill serta izin lingkungannya di Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam.
Sementara Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait menegaskan kepada media bahwa penimbunan lahan di kawasan alur Sungai Sei Nayon, Bengkong Sadai, bukan merupakan kawasan hutan mangrove.
“Berdasarkan SK Kehutanan 272 Tahun 2018, serta Perda RTRW, lahan tersebut bukan merupakan hutan mangrove,” jelas Ariastuty. (RN)