Catatan Redaksi BatamNow.com
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) setiap tahun mengaudit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Batam.
Kota industri yang terdiri dari hampir 200 pulau ini sudah 10 tahun berturut mendapat predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Piala” WTP ini kerap dianggap satu prestasi atau keberhasilan positif atas kinerja instansi penerima.
Dari tahun ke tahun banyak catatan dan kesimpulan penting atas temuan BPK. Ada kinerja keuangan yang tidak tertib dan menyalahi peraturan. Apalagi setelah hasil uji petik yang dilakukan BPK.
Lalu seperti apa beberapa kesimpulan oleh BPK yang menggambarkan proses kinerja dari aparatur di Pemerintah Kota (Pemko) Batam selama tahun 2021?
Baca dan simak tuntas rangkuman BatamNow.com dari hasil pemeriksaan atas sistem pengendalian intern dan kepatuhan aparatur Pemko Batam terhadap peraturan perundang-undangan sebagai berikut;
BERBICARA di bidang pendapatan bahwa kinerja OPD Pemko Batam dalam penatausahaan pajak daerah, tidak tertib.
Masuk ke pengelolaan dokumen fisik untuk pajak hotel, juga disebut tidak tertib.
Pengelolaan dokumen fisik untuk pajak restoran menambah deretan, frasa: tidak tertib.
Dijelaskan oleh pemeriksa BPK bahwa vouching secara uji petik terhadap dokumentasi manual pajak restoran tahun 2021, pendokumentasiannya kurang rapi.
Adalagi dokumen pajak di masa tahun lalu yang disimpan tidak benar dan dengan dokumen yang tidak ditemukan.
Lalu pengelolaan pajak penerangan jalan pun belum tertib, apalagi pengelolaan pajak reklame, ikutan tak tertib.
Kondisi tersebut, menurut BPK, tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah pada lampiran Bab V Pelaksanaan dan Penatausahaan poin G.2.a.1) dan 2).
Bayangkan itu!
Kemudian Pengelolaan Pendapatan Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan tidak sesuai ketentuan.
Hasil pemeriksaan pada objek retribusi pelayanan persampahan diketahui beberapa hal: Tarif pungutan retribusi tidak sesuai Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 dan Pemungutan yang tidak menggunakan SKRD. Pemungutan atas pelayanan kebersihan tidak disetorkan ke kas Daerah sebesar Rp 110 juta lebih.
Lalu mengalir ke mana?
Demikian juga pendapatan dan pemutakhiran data per objek retribusi tidak dilakukan secara berkala. Lalu Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD) atas retribusi tahun 2021 belum diterbitkan. Dan pencatatan nilai retribusi pada aplikasi e-retribusi lebih rendah dari nilai pada BKU sebesar Rp 188 juta.
Kemudian ada lagi temuan: pencatatan pendapatan oleh Bendahara Penerimaan dan Bendahara Penerimaan Pembantu Dinas Kesehatan tidak tertib.
Nilai penerimaan retribusi pada aplikasi Ben-Online tidak sesuai dengan nilai Surat Tanda Setoran.
Nilai pendapatan pada BKU Penerimaan tidak sesuai dengan nilai Surat Tanda Setoran.
Penyajian nilai pendapatan retribusi pelayanan kesehatan dalam Laporan Keuangan tidak berdasarkan pada BKU Penerimaan.
Masuk ke proses rekonsiliasi pendapatan retribusi pemerintah Kota Batam, tak memadai.
Menurut BPK, rekonsiliasi tidak membandingkan antara transaksi pada rekening Kas Daerah dengan transaksi pada LPJ Bendahara Penerimaan.
Kesalahan tersebut terjadi karena Bapenda tidak mencocokkan transaksi dalam rekening kas daerah sampai ke Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) dari masing-masing Bendahara Penerimaan. Selain itu, pada saat menyampaikan LPJ, Bendahara Penerimaan tidak melampirkan register Surat Tanda Setoran (STS) yang disusun berdasarkan bukti setor wajib retribusi, sehingga masih terdapat risiko pembukuan yang KURANG AKURAT dan pengelompokan pendapatan yang TIDAK SESUAI dengan klasifikasinya.
Hal itu, katanya, berdampak pada kondisi yang menyebabkan nilai Retribusi Pelayanan Kesehatan sesuai berita acara rekonsiliasi tidak sama dengan nilai pada STS.
Selain itu, terdapat penerimaan yang tidak dapat diidentifikasi sumbernya pada Kas Daerah (Kasda).
Kemudian, ada lagi realisasi belanja pegawai tidak sesuai ketentuan mencapai seratusan juta rupiah.
Hasil pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban dan konfirmasi dengan pihak-pihak terkait pada Badan Pengelola Aset dan Keuangan Daerah dan beberapa OPD lainnya. Ditemukan realisasi belanja pegawai pemerintah kota Batam TA 2021 tidak sesuai ketentuan sebesar seratusan juta lebih.
Pertanggungjawaban belanja honorarium narasumber pada bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah (TPSD) dan Kecamatan Bulang tidak sesuai dengan ketentuan.
Bagian TPSD tidak ada jadwal atau susunan acara untuk seluruh kegiatan pertemuan Forkomindo. Tanda tangan pada daftar hadir tidak lengkap.
Kondisi tersebut, menurut BPK, tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; Peraturan Walikota Batam Nomor 76 Tahun 2020 tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Batam.
Eh ada lagi ini, pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas pada Sekretariat DPRD tidak sesuai ketentuan.
Hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban perjalanan dinas menunjukkan permasalahan.
Soal ini juga disebut BPK tak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada pasal 141 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.
Berikut lagi soal kekurangan volume atas pekerjaan pada empat OPD sebesar Rp 1 miliar lebih.
Mengenai aset! Oh, sama juga. Penatausahaan persediaan pada Dinas Kesehatan dan Dinas Perhubungan belum tertib.
Penatausahaan aset tetap belum tertib.
Ada aset tanah berupa fasum/fasos dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa dokumen perjanjian. Pencatatan aset jalan tidak selaras dengan surat keputusan penetapan status jalan. Aset tetap lainnya berupa alat musik modern belum dilakukan penyusutan. Informasi barang milik daerah berupa aset tetap dalam kartu inventaris barang tidak lengkap
Aset tetap lainnya pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tidak dapat dijelaskan keberadaannya.
Proses tuntutan ganti rugi aset hilang pada Kecamatan Batam Kota tidak segera diselesaikan.
Anda sudah baca kan kondisi kekurangan dan kelemahan yang dituangkan dalam rekomendasi dari BPK itu kan?
Jadi WTP itu tidak jaminan tidak ada penyalahgunaan maupun korupsi.
Contohnya, kasus dugaan korupsi dana hibah Dispora Provinsi Kepri sebesar Rp 6,2 miliar temuan BPK atas LHP tahun 2020, kini kasus dugaan korupsi itu tengah dilimpahkan ke kejaksaan hasil penyidikan awal Polda Kepri.
Selamat atas “Piala” WTP Tahun 2021 yang diterima Pemko Batam dari BPK Perwakilan Kepri, baru-baru ini.
Terus, bagaimana kondisi LHP BPK atas laporan keuangan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota lainnya di Kepri termasuk di BP Batam?
Tunggu di catatan redaksi selanjutnya. (*)