BatamNow.com, Jakarta – Industri penerbangan dunia dan domestik tengah mengalami masalah rumit. Saat ongkos penerbangan melonjak signifikan karena kenaikan harga avtur yang diperhitungkan banyak pihak naik dua kali lipat dari tahun lalu.
Ruang maskapai untuk meningkatkan harga tiket pesawat juga terbatas Tarif Batas Atas (TBA) dan pengenaan fuel surcharge 10% untuk pesawat jet dan 20% untuk pesawat baling-baling. Namun hal itu masih membuat maskapai rugi pada beberapa rute penerbangan.
Selain itu yang menjadi dilema adalah daya beli masyarakat masih berat jika harga tiket pesawat dinaikkan. Padahal permintaan akan penerbangan tengah menanjak tinggi.
Harga Avtur Tinggi
Harga avtur saat ini tengah melonjak tinggi. Dimana menurut data terbaru Pertamina per 15 – 31 Juli 2022 harga avtur pada bandara Soekarno Hatta kini mencapai Rp 16.806 per liter, dibandingkan pada awal tahun harga patokan 1 – 14 Januari 2022 senilai Rp 10.573 per liter.
Pengamat Penerbangan Alvin Lie mengatakan biaya operasi pesawat paling besar dari bahan bakar sekitar 35%, sehingga naik turunnya berdampak langsung terhadap pendapatan maskapai penerbangan, yang juga berimbas akhir pada harga tiket pesawat.
“Kenaikan harga avtur sedemikian besar memaksa maskapai untuk menaikkan harga tiket untuk tidak merugi,” katanya beberapa waktu lalu.
Meski ada kenaikan pada ruang terbatas masih ada maskapai yang merugi dalam menjalani pelayanannya. Dimana yang paling terdampak signifikan adalah maskapai perintis.
Airport Tax
Saat ini ada 11 bandara yang tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) atau airport tax yang disetujui Kementerian Perhubungan untuk dinaikkan.
“Penyesuaian tarif jasa kebandarudaraan ini berupa PJP2U yang diusulkan oleh operator bandara dengan kewajiban melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara luas dan efektif,” kata Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati beberapa waktu lalu.
Kenaikan tertinggi terjadi pada bandara Indonesia bagian timur. Dimana Alvin Lie menyebut bandara Biak naik menjadi Rp 66 ribu dari Rp 30 ribu, Lombok Praya naik 106 ribu dari Rp 60 ribu, bandara Kupang naik menjadi Rp 70 ribu dari Rp 45 ribu, Jayapura naik Rp 95 ribu dari Rp 55 ribu.
Dia juga mengimbau kenaikan tarif ini akan membebani masyarakat terhadap ongkos perjalanan. Sehingga dia meminta supaya pemerintah menangguhkan keputusan ini.
Minim Jumlah Pesawat Operasi
Pasca dua tahun pandemi banyak maskapai yang mengembalikan pesawatnya kepada lessor. Sehingga jumlah pesawat yang beroperasi hanya di kisaran 350 pesawat dari 550 pesawat per Mei 2022 dari data Kementerian Perhubungan.
Imbasnya pun sudah mulai terlihat, dimana harga tiket naik karena supply terbatas, beberapa jadwal penerbangan yang tidak ramai penumpang berkurang hingga hilang.
Permintaan Naik Malah Kacau
Pasca pandemi dan tidak ada larangan mobilitas, permintaan akan penerbangan tengah melonjak tinggi. Terutama pada bulan bulan sibuk seperti libur anak sekolah Juni lalu, hingga hari-hari besar.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) angkutan transportasi udara pada periode Januari – Mei 2022 naik 63% menjadi 19,8 juta orang (year on year/Yoy), begitu juga penumpang tujuan internasional naik 436% menjadi 1,1 juta orang pada periode yang sama.
Meski ada lonjakan penumpang juga memberikan efek negatif, terutama dari ketidakseimbangan supply dan demand. Dimana saat jumlah penerbangan terbatas namun permintaan naik membuat harga tiket pesawat melonjak tajam.
“Sekarang pesawat juga tinggal 350 unit, itu supply dan demand akan terganggu. hukum ekonomi saja suplai sedikit demand banyak, ditambah biaya operasi pesawat sedang tinggi, mau gak mau ya naikan harga,” kata Gatot kepada CNBC Indonesia, Senin (18/07/2022).
SDM Terbatas
Pasalnya pada masa pandemi banyak pilot dan kru pesawat yang dirumahkan karena jumlah penerbangan yang menurun. Banyak pesawat yang diparkirkan dan tidak beroperasi karena minimnya permintaan.
Namun seiring berjalannya waktu permintaan penerbangan saat ini tengah melonjak, bahkan masyarakat harus menebus mahal untuk mendapatkan tiket pesawat. Saat bersamaan upaya memulihkan pasokan SDM butuh waktu.
Pengamat Penerbangan Gatot Raharjo mengatakan, pada saat pandemi kemarin pilot juga menjadi salah satu yang dirumahkan seperti halnya pramugari hingga teknisi. Untuk melakukan perekrutan kembali juga dari maskapai juga bukan perkara mudah.
“Pilot yang dirumahkan harus menjalankan tes kesehatan lagi, masuk simulator lagi terlebih kalau dia sudah lama nggak terbang,” jelasnya.
Terkait jumlah pilot saat ini juga masih mencukupi dengan kebutuhan penerbangan saat ini. Terlebih banyak juga maskapai yang memangkas rute dan hanya menjalankan rute-rute gemuk. (*)
sumber: CNBC Indonesia