BatamNow.com – Proses hukum kasus penangkapan 455 unit ponsel impor di Bandara Hang Nadim Batam pada Desember 2023, oleh Kantor Bea dan Cukai (BC) Batam, dipertanyakan banyak pihak.
Itu dipicu pernyataan Kepala Bidang Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi Bea dan Cukai Batam, Rizki Baidilah yang menyebut ada hal yang tak bisa diungkap di pusaran kasus ini.
Selain itu, menurut Rizki Baidillah, tindak lanjut pengusutan kasus itu bukan masuk ranah tindak pidana pelanggaran kepabeanan, kecuali masuk ranah barang tak dikuasai.
Padahal sesaat setelah penangkapan, pihak BC menyebut pembawa ratusan unit HP itu diduga melanggar Peraturan kepabeanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Pasal 102 huruf f.
Selain itu juga disebut melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dengan ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 5 miliar.
Pun saat penegahan barang elektronik impor ilegal itu di bandara, pihak BC juga mem-publish dua tersangka pemiliknya, yakni berinisial MZ dan LNH.
Namun kini ratusan HP tangkapan itu disebut pihak BC menjadi barang tak bertuan alias barang tidak dikuasai.
Pihak BC, kini seolah berkelit dimana pelanggaran di balik penangkapan barang impor itu menerapkan PMK 178 Tahun 2019 tentang Penyelesaian Terhadap Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang Yang Dikuasai Negara dan Barang Yang Menjadi Milik Negara.
PMK itu mengatur tentang penyelesaian barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara dan barang yang menjadi milik negara.
Demikian juga terhadap dua terduga pelakunya, sepertinya sudah tidak ada lagi.
Kasus ini pun menjadi serba misteri karena ada yang tak bisa diungkapkan menurut pihak BC.
“Kasus ini tidak dilakukan penyidikan. Karena ada hal yang tidak bisa kita buka,” ujarnya, Jumat (16/02).
Rizki menambahkan, untuk barang bukti ponsel tersebut berstatus disita negara dan untuk peruntukannya sesuai dengan PMK tersebut di atas. (Dikutip dari BatamPos )
Ketua DPP Kepri LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara, Panahatan SH, mempertanyakan pihak BC mengapa tidak menindaklanjuti penyidikan atas kasus penangkapan ratusan unit HP itu.
“Ini sangat kami pertanyakan, mengapa tidak dilakukan penyidikan, sementara pelaku pembawa HP itu disebut ‘kan ada dua orang, sudah di mana itu,” katanya.
Bukan hanya Panahatan, Jenrifka SE pemerhati perekonomian di Kawasan FTZ juga mempertanyakan mengapa kasus dugaan penyeludupan itu hanya dikenakan pelanggaran PMK.
Ditegaskan pihak BC tak boleh mengada-ada atau berkelit dalam kasus ini. Semua harus dibuka secara transparan. “Apa itu frasa dari BC:’ada yang tak bisa dibuka’, ada apa?” kata Jendifka.
Panahatan juga berjanji bila pihak BC tidak tegas melakukan penindakan terhadap pelaku, pencegahan barang seudupan dari Batam bisa semakin runyam dan pihaknya akan melaporkan kasus ini ke Kementerian Keuangan di Jakarta.
Sementara phak BC, lewat Rizki Baidillah yang dikonfirmasi BatamNow.com belum merespons. Berbagai poin yang dipertanyakan tapi, Rizki Baidillah, masih bungkam.
Catatan BatamNow.com, kasus penyeludupan barang dari Batam ke daerah pabean lainnya di Indonesia semakin berkecambah.
Batam kini menjadi kawasan FTZ yang semakin riuh dengan kasus-kasus penyeludupan.
Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Korupsi (PK) menyatakan Batam kini menjadi starting point penyeludupan barang.
Pelabuhan RoRo, kata Stranas PK, salah satu pintu penyeludupan yang makin ramai. (red)