BatamNow.com – Seorang petinju profesional tidak menaruh gengsi menjadi seorang tukang tambal ban demi menafkahi keluarganya.
Ayah dua anak itu jauh sebelumnya pernah menjuarai beberapa event tinju profesional. Pada tahun terakhir masa jayanya, dia menjuarai satu pertandingan di Tokyo, Jepang tahun 2010.
Mau tidak mau, suka tidak suka, “kita harus mencari kesibukan untuk menafkahi keluarga,” katanya saat diwawancarai.
Bahkan masa jaya-jayanya, pria bernama Rianto Simamora itu sering tampil di televisi Indonesia.
Setelah menggantungkan sarung tinjunya, pada tahun 2010, bapak berusia 43 tahun itu memilih profesi “klinik” kendaraan jalanan itu.
“Kalau rasa malu tidak ada, karena kita tak perlu gengsi, meski saya dulu juga sering tampil di televisi,” ujarnya optimis.
Dia pun menceritakan kesehariannya dalam menekuni profesi tukang tambal ban itu.
Soal pendapatan setiap hari, ujarnya, fluktuatif. “Misalnya sekarang dari pagi sudah dapat Rp 22.000. Saya biasa bukanya 24 jam. Sehari kadang bisa dapat Rp 120.000,” katanya dengan wajah renyah.
Lalu apakah ada niat lagi kembai ke “habitat” lamanya, semisal pelatih tinju?
Menurut Rianto, sebenarnya ada. “Tapi kita sebagai pelatih kalau tidak ada sponsor atau dana itu tidak mudah. Saya dulu sempat menjadi pelatih di sasana 2 Krawang.
Soal apakah ada keinginan untuk membuat sebuah komunitas petinju dari tukang tambal ban, ia mengatakan memang satu kesempatan yang bagus. “Saya juga menginginkannya, namun saya kan sudah berkeluarga dan mempunyai dua anak.”
Disinggung tentang perlengkapan tinju apakah masih tersimpan dengan baik di rumah?
Perlengkapan semuanya, katanya, sudah ia tinggalkan di karawang.
“Saya dulu dari nol di Sasana Rajawali Serpong. Saya membawa kesatuan Rajawali. Saya dulu memperkuat kesatuan Rajawali di dunia tinju karena saya selalu menang tiap tarung.”
Rianto pun berpesan kepada para generasi muda untuk tidak tawuran.
Ia katakan yang namanya tawuran supaya dihindari karena sangat tidak berguna dan merugikan semua orang termasuk orangtua. “Jadi daripada tawuran lebih baik menyalurkan bakatnya di bidang olahraga.”
Kisah petinju inipun datang dari Cikande Serang Banten, tepatnya di kawasan industri modern Cikarang Bandung. (*)