BatamNow.com – Pembangunan ruko di depan perumahan Bumi Sarana Indah (BSI) I dan II RW 16 dan RW 17 Kelurahan Buliang, Kecamatan Batu Aji, Batam, memantik kecurigaan.
Itu setelah inspeksi mendadak (sidak) Wali Kota Batam Muhammad Rudi sekaligus sebagai Kepala BP Batam, Senin (15/02/2021) ke lokasi pembangunan ruko tersebut.
Konflik ditengah pembangunan Ruko di sana memang sejak tahun 2007.
Warga di perumahan Bumi Sarana Indah menyoal pembangunan ruko itu. Mempermasalahkannya, karena dibangun di lahan buffer zone dengan right of way (ROW) 30.
Pada tahun 2009, konflik itu merangsek ke gedung DPRD Kota Batam. Dan dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP).
Keputusan RDP ketika itu, lahan yang dialokasikan oleh Otorita Batam (BP Batam dulu) ke PT Surya Aji Pratama (SAP) tidak dapat dilanjutkan pembangunannya karena lokasi tersebut ruang terbuka hijau atau buffer zone.
Komisi I DPRD Kota Batam menegaskan agar lahan tersebut dikembalikan ke fungsi awal.
Sesuai dengan telaah Dinas Tata Kota Batam bahwa luas lahan yang dialokasikan ke PT SAP berada di ruang terbuka hijau, sehingga tidak memungkinkan untuk dibangun ruko.
Dengan keluarnya rekomendasi anggota DPRD saat itu, warga perumahan BSI I dan II merasa tenang.
Namun 10 tahun berlalu, muncul lagi masalah yang sama.
Tahun 2020, PT SAP kembali melakukan pembangunan ruko setelah mendapat alokasi lahan yang baru dari BP Batam.
Lebih mengejutkan lagi pihak pengembang mendapat rekomendasi baru lagi dari Anggota DPRD Komisi I dan Komisi III, periode 2019-2024, hasil RDP.
Ini membuat warga BSI I dan II harus menelan pil pahit karena beberapa RT dan RW di perumahan itu membuat surat pernyataan persetujuan yang mencatut nama warga.
Di depan RDP Komisi I, warga pun membantah memberikan persetujuan.
Belasan warga yang ikut dalam RDP spontan menjerit lalu protes begitu muncul pencatutan nama warga.
Namun jeritan warga diabaikan para pemangku kepentingan pada RDP itu.
Justru cenderung lebih memihak PT SAP.
Siapa sebenarnya di belakang PT SAP? Mengapa hasil RDP DPRD itu bisa dianulir oleh RDP yang sama? Mengapa buffer zone dialokasikan sembarang tanpa mempertimbangkan ekosistem lingkungan di daerah perumahan BSI?
Kedatangan Rudi ke lokasi yang dipermasalahkan memang tak disangka dan sempat membuat warga berharap.
Tapi ternyata Rudi hanya mau mengecek drainase. Benarkah?
Itu diketahui warga setelah pihak PT SAP meneruskan pembangunan ruko itu sehari pasca inspeksi Rudi.
Kontraktor PT SAP mengatakan kedatangan Rudi ke kawasan Perumahan BSI I dan II di Batu Aji, hanya meninjau parit yang ditutup.
“Kami tetap bekerja, pembangunan tetap berlanjut,” ujar Roby mewakili PT SAP menjawab BatamNow, Rabu (17/02)
Pantauan media ini di lapangan, Rabu, PT SAP tetap bekerja di lahan ruang terbuka hijau yang rencananya akan dibangun ruko.
Satu ekskavator masih beroperasi menggali lubang untuk pondasi.
PT SAP tampaknya bergeming atas kedatangan Rudi dan tetap melanjutkan pekerjaan.
Kondisi inilah yang membuat beberapa warga yang tadinya protes jadi terheran.
“Kami heran juga kalau sidak Pak Rudi hanya meninjau parit sekecil itu,” ujar beberapa warga ke media ini.
Konflik lahan di Batam bukan isu baru. Semenjak kawasan ini dibangun berbagai konflik mewarnai setiap pembanguan di sini.
Bukan itu saja, pengalokasian lahan dari BP Batam juga diduga banyak bermasalah.
Buffer zone dialokasikan menjadi lahan fisik bangunan. Ini sudah hal klasik.
Diduga banyak oknum di lingkungan BP Batam “main” lahan.
Sebutan “mafia” lahan di Batam sudah sejak lama. Tapi keberadaannya ibarat kentut. Mafianya tak pernah dicokok baik di internal maupun di eksternal.
Apakah di balik pengalokasian lahan yang dipersoalkan warga BSI itu adalah ulah para “mafia” lahan yang beroperasi di instansi di Batam?
Sementara Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk memberantas mafia lahan di Indonesia.
Tentang sinyalemen Rudi yang tidak pro aktif menyelesaikan konflik antara pengembang dengan warga, dipertanyakan.
Mengapa sidak hanya meninjau parit sekecil itu?
Ikuti laporan selanjutnya.(Hendra)