Oleh: Tim News Room BatamNow.com
BatamNow.com – Hasil telisik Tim News Room BatamNow.com menengarai beberapa kelemahan system error di balik ricuh pelayanan air minum.
Asumsi pertama, kemungkinan terjadi kesalahan pencatatan faktual meteran oleh petugas catat meter (cater).
Jumlah angka di stan meter air tak sesuai dengan pemakaian riil karena meteran bisa saja bekerja tidak standar lagi.
Namanya juga alat yang setiap periode harus dikontrol tingkat akurasi perekamannya.
Sudah pernahkah master meteran itu dikalibrasi oleh pihak pengelola selama ini?
Dan mengapa master meteran itu tidak di-restart, ketika pengelolaan dialihkan?
Dugaan kedua, adanya kesalahan di sistem penghitungan secara online yang tak disadari pengelola.
Seperti yang sudah diungkapkan pihak PT Moya di Rapat Dengar Pendapat (RDP) di gedung DPRD Batam. PT Moya mengakui melakukan double entry dalam penghitungan pemakaian air konsumen.
Satu hal yang menjadi pertanyaan besar dan perlu direnungkan oleh pengelola, “mengapa tidak melakukan restart atau menyetel meteran para konsumen kembali ke angka “0”(Nol), pasca atau saat pengalihan dalam transisi 6 bulan itu?
Bukankah pihak PT Moya menyoal dan menuding “kesalahan ada pada pengelola lama yang kemungkinan menghitung tagihan pada bulan lalu tidak memadai, sehingga akumulasi tagihan-tagihan bulan-bulan sebelumnya dihitung dan ditagihkan oleh pengelola baru”?
Pihak pengelola SPAM semestinya mengakui kelemahannya sendiri yang tak mau bekerja keras dan menjalankan profesionalismenya dengan tidak me-restart meteran pelanggan ini, setelah pengelolaaan air minum ini ditangani BP Batam dan PT Moya Indonesia?
Anehnya, justru mereka masih menggunakan lagi histori pencatatan meteran dengan rekaman pencatatan yang terakumulasi, yang kemudian konsumenlah yang disalahkan oleh pihak PT Moya sebagaimana dipublis di salah satu akun media sosial (medsos).
Histori yang dibawa-bawa PT Moya sebagaimana dipaparkan di salah satu akun medsos.
Tertulis di sana, “bahwa meroketnya tagihan pemakaian konsumen disebabkan pelanggan baru yang pada saat serah terima (yaitu pada tanggal 15 November) belum dilakukan pencatatan secara penuh sehingga pada saat aktual pencatatan yang dilakukan oleh SPAM Batam terjadi lonjakan tagihan. Hal yang yang merupakan tagihan bulan-bulan sebelumnya”.
Atau bisa dikatakan bahwa jumlah rupiah yang ditagihkan ke konsumen bukan berdasarkan “FAKTA” atas penggunaan air pada bulan tertagih, atau BP Batam-PT Moya menagih konsumen tak sesuai dengan ”FAKTA” penggunaan air riil oleh konsumen.
Jika memang tagihan pemakaian air yang ditagihkan ke konsumen tidak sesuai dengan “FAKTA“, maka konsumen pasti dirugikan, dan kondisi ini sudah berkaitan dengan “kerugian massal” konsumen. Atas kondisi ini maka sudah seharusnya aparat penegak hukum melakukan penyelidikan.
Atas berbagai dugaan keteledoran ini, maka pihak BP Batam-PT Moya juga harus jujur dan terbuka. Diduga ada kesalahan pada putaran di stan meteran.
Masalahnya standarisasi meteran ini tidak terkontrol. Berpotensi membuat kubikasi pemakaian melonjak atau bisa juga menurun tak sesuai yang digunakan oleh pelanggan. Jadi, ada juga potensi merugikan pihak pengelola.
Fakta yang terjadi di 4 Kantor Pelayanan Pelanggan (KPP) Air Minum di Batam hingga Senin (18/01/2021), masih banyak para konsumen yang antre dibelit tagihan yang meroket itu.
Apalagi semakin mendekati tanggal jatuh tempo pembayaran per 20 setiap bulan berjalan.
Bahkan tambah aneh, ada beberapa pelanggan yang mengaku belum bayar tagihan pemakaian Desember (untuk tagihan Januari).
Tapi ketika dicek ke loket pembayaran di kantor pos dan Kantor Pelayanan Pelanggan (KPP), informasi dari petugas sudah lunas terbayar? Fakta ini memang membingungkan dan perlu penjelasan kongkrit dari pengelola.
Kalau memang benar seperti atas, fakta ini bisa mengkonfirmasi bahwa kebocoran instalasi dalam sebagaimana yang dituduhkan PT Moya sebagai penyebab meroketnya tagihan itu, terbantahkan.
Ini tak masuk akal memang.
Lalu, andaikan terjadi tagihan pemakaian yang menurun drastis, sementara pemakaian konsumen normal saja, tentu tak mungkin pengelola menggunakan dalih terjadi kebocoran instalasi dalam.
Sekali lagi, patut diakui tidak dilakukannya kebijakan mengembalikan atau me-restart meteran ke angka “0”, setelah 25 tahun pengelolaan SPAM oleh “pemain” lama, adalah satu kekeliruan mendasar dalam profesionalisme pengelolaan SPAM. Mengapa ini terjadi?
Padahal BP Batam pernah mengakui ke BatamNow.com, begitu pengelolaan di tangan BP Batam, master meteran akan di-restart secara masif.
Semoga dugaan kekeliruan itu, terjadi, bukan karena para pengelola terlelap hanya menghitung angka-angka cuan tanpa perlu investasi besar-besaran, terlebih bagi PT Moya yang berperan sebagai Operating and Maintenance (OM).
Apalagi para pengelola SPAM air minum ini, barangkali lupa membaca berbagai ketentuan perundang-undangan yang melindungi konsumen atas kedaulatan air bagi masyarakat.
Seperti kewajiban kalibrasi sebagaimana diatur dalam Permendag No 52 Tahun 2019 tentang Standar Ukuran Metrologi Legal, yang menyebut master meteran air itu mesti dikalibrasi per 2 tahun sekali.
Konsekuensi yang muncul atas pelanggaran terhadap Permendag ini, berakibat pada UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Perlindungan (Hak) Konsumen.
Tentang Hak Konsumen ini berbunyi: Hak Konsumen mendapatkan informasi yang benar jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar, jelas dan jujur.
Adapun sanksi bagi pengelola yang tak jujur alias bohong bisa dijatuhkan ganti rugi sebesar Rp 200 Juta, bisa dengan hukuman 5 Tahun penjara dengan denda Rp 2 Miliar.
Sedangkan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Batam, anggota Komisi I menuding pihak pengelola telah melakukan pembohongan publik dan menciptakan kerusuhan di pelayanan air minum.
Kita belum tahu, kelak, akan muncul gugatan pelanggaran atas Hak-hak konsumen di pusaran pengelolaan SPAM yang tinggal 3 bulan lagi pada masa transisi 6 bulan.
Atau perusahaan pengelola dinilai tak mampu, karena bukan saja tidak capable namun pengelola air minum dituduh sebagai pembohong dan menciptakan kerusuhan dalam pelayanan air minum seperti dikatakan anggota Komisi I DPRD Batam dalam RDP itu.(*)