Oleh: Tim News Room BatamNow.com
PT Moya Indonesia. Inilah operator pengelola transisi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Batam.
Perusahaan ini bekerja sama dengan BP Batam dengan masa transisi 9 bulan. Sejak 15 November 2020.
Lalu di Laporan Tahunan (Annual Report) 2020 Moya Asia Limited ada tercantum PT MOYA INDONESIA BATAM.
Lantas publik bertanya, PT Moya Indonesia atau PT Moya Indonesia Batam?
Soal itu, khalayak berhak tahu. Sebab grup perusahaan Moya Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan publik: air minum (bukan air bersih).
Sesuai Undang-undang (UU) No 17 Tahun 2019 dan peraturan turunannya yang telah diundangkan menyebut: air minum perpipaan. Sekali lagi bukan air bersih.
Kembali ke Moya Indonesia dan Moya Indonesia Batam.
Dalam Laporan Tahunan (Annual Report) 2020, Moya Asia Limited menerangkan, staf yang bertanggung jawab atas semua pekerjaan yang sedang dioperasikan PT Moya Indonesia, salah satunya adalah Sutedi Rahardjo.
Sutedi Rahardjo, Chief Officer Moya Indonesia Holding Pte, Ltd, Region 1 yang meliputi PT Aetra Tangerang, PT Moya Tangerang, PT Tirta Kencana Cahaya Mandiri dan PT Traya Tirta Cisadane.
Annual report adalah laporan tahunan yang dipertanggungjawabkan kepada pemegang saham.
Lazimnya, seluruh laporan keuangan grup terkonsolidasi dalam annual report.
Moya Asia Limited, listing (menawarkan sahamnya) di Singapura Stock Exchange di bursa saham Singapura.
Disebut juga, sejak November 2020 Sutedi Rahardjo juga bertanggung jawab atas pengoperasian dan pemeliharaan (operating & maintenance/ OM) sistem penyediaan air di Batam oleh MOYA INDONESIA BATAM.
Lalu Moya Indonesia Batam itu mengelola air minum perpipaan yang di mana?
Mengapa PT Moya Indonesia?
Media ini berupaya mengonfirmasi manajemen PT Moya Indonesia atas rupa perusahaan PT Moya Indonesia Batam.
Surat resmi juga sudah dua kali dilayangkan di luar kiriman pesan WhatsApp dan telepon. Namun tak direspons.
Bukan hanya rupa PT Moya Indonesia Batam yang dicoba dikonfirmasi dalam surat itu. Tapi juga pertanyaan seputar Moya Indonesia Holding.
Sekali lagi, siapakah Moya Indonesia Batam?
Dan mengapa PT Moya Indonesia yang langsung in charge di pengelolaan SPAM di Batam?
Padahal di beberapa daerah, pengelolaan air minum adalah anak perusahaan Moya Indonesia itu sendiri, yakni PT Moya Bekasi Jaya, PT Moya Tangerang dan PT Moya Makassar, yang berinduk ke PT Moya Indonesia.
Soal kepastian ini sebenarnya perlu keterbukaan pihak PT Moya Indonesia ke publik maupun ke media, agar tidak terkesan ditutupi.
Ini juga bagian dari hak dan kedaulatan masyarakat atas air, hak atas informasi rupa pengelola air minum publik.
Masyarakat sudah diberi ruang dan dijamin Negara, tentang partisipasi aktifnya dalam pengawasan atas air minum perpipaan.
Publik ikut bertanggung jawab. Hak-hak publik justru harus dikedepankan. Itu dijamin NEGARA lewat perundang-undangan.
Keberadaan air minum bukan hanya monopoli pemilik sumber daya air (SDA) dan pengelola SPAM Batam, semata.
Dalam UU 17 Tahun 2019 Pasal 63 ayat (1), Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pengelolaan SDA.
Pada Pasal 1, Partisipasi dilakukan untuk menyalurkan aspirasi, pemikiran,dan kepentingan masyarakat dalam pengelolaan SDA dan air itu sendiri.
Pasal 3 (e), Partisipasi masyarakat dalam pengawasan, dan atau keterlibatan lain sesuai ketentuan perundang-undangan.
Peraturan Pemerintah (PP) 122 Tahun 2015 tentang SPAM juga mengatur mengenai pengawasan masyarakat atau kelompok masyarakat pada Pasal 63 ayat (2).
Dan pada Pasal 64 ayat (1), Pengawasan terhadap penyelanggaraan SPAM dilakukan dengan partisipasi masyarakat. Juga pada ayat (2).
Mengapa Masa Transisi Diperpanjang?
Untuk itulah diperlukan transparansi di seputaran air minum perpipaan yang kini “digunjingkan” publik, tak kecuali oleh para pelanggan yang mengeluh.
Terlebih setelah PT Aetra, pengelola air minum di DKI yang terafiliasi dengan Moya Indonesia dinilai oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bermain curang atas suplai dan pelayanan air minum ke publik.
KPK menyebut tindakan Aetra berpotensi merugikan negara. Juga merugikan masyarakat.
Karena terafiliasi dan banyak keluhan pelanggan di Batam, maka Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Sitinjak meminta KPK turun juga ke Batam “mengaudit” SPAM Batam.
Ditengah keluhan pelanggan, kebijakan BP Batam mengulur proses tender pengelolaan SPAM definitif juga memantik pertanyaan.
Apa alasan memperpanjang pengelola transisi itu, dan bukan melakukan “beauty contest” alias penunjukan atau tender.
Malah masa transisi pengelola SPAM yang diperpanjang dari 6 bulan plus 3 bulan.
Apa urgensinya?
Apakah perpanjangan masa transisi ini bertautan dengan persiapan nama perusahaan yang akan menjadi peserta “beauty contest” ke depan, khususnya dari trah Moya Asia Limited?
Bukankah kepala BP Batam Muhamamd Rudi, menilai Moya Indonesia tak maksimal mengelola air minum perpipaan karena hanya masa transisi?
Apalagi Rudi secara implisit menyatakan Moya Indonesia tak sudi menggelontorkan uang dalam penanganan pelayanan ke pelanggan karena status masih pengelola masa transisi.
Lalu mengapa BP Batam tidak mempercepat tender untuk menunjuk perusahaan pengelola yang tetap, agar pengelolaaan SPAM berjalan standar sebagaimana dijamin Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan?
Supaya pelayanan kepada masyarakat pelanggan berjalan maksimal.
Ini memicu pertanyaaan besar. Ada apa dan mengapa, Rudi, seakan ambigu mengambil keputusan?
Tak hanya kebijakan yang terkesan ambigu, nama dua perusahaan ini pun sepertinya.
PT Moya Indonesia?
PT Moya Indonesia Batam?(*)