BatamNow.com, Jakarta – Persoalan relokasi warga Rempang terkait rencana investasi Xinyi Group, perusahaan asal Cina, masih simpang siur. Pemerintah Pusat belum memberikan kejelasan konkret terkait hal tersebut.
Kepada awak media, di Jakarta, Kamis (21/09/2023), Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadila mengatakan, warga Rempang tidak ada yang direlokasi ke luar Pulau Rempang, kecuali digeser saja dan tetap di pulau tersebut.
“Warga bukan direlokasi, tapi hanya digeser saja. Kalau dipindah dari Rempang ke Pulau Galang itu relokasi karena beda pulau. Tapi kalau dari Rempang ke Rempang itu bukan rekolasi, itu pergeseran,” ujar Bahlil.
Bahlil seolah memastikan bahwa warga Rempang sudah menyetujui proposal yang dibawa pemerintah terkait perpindahan tempat tinggal mereka. “Warga Rempang yang terdampak rencana revitalisasi sudah menyetujui proposal yang disampaikan pemerintah soal pergeseran tempat tinggal saat ini,” kata Bahlil.
Malah Bahlil menjelaskan bahwa pemerintah akan menyiapkan hunian baru untuk 700 kepala keluarga (KK) yang terdampak pengembangan investasi di tahap pertama. Hunian baru yang dimaksud yakni, rumah tipe 45 dengan nilai sekitar Rp 120 juta dengan lahan sebesar 500 meter² per KK untuk diolah warga.
“Hunian baru tersebut akan dibangun dalam rentang waktu 6 sampai 7 bulan ini. Untuk menunggu waktu pembangunan, warga akan diberikan fasilitas tempat tinggal sementara dan uang,” jelasnya.
Pendapat berbeda disampaikan Suardi Juru Bicara Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) ketika dikonfirmasi mengatakan bahwa program strategis nasional (PSN) yang akan dipindah ke Tanjung Banon dan Dapur 6.
“Dari pembicaraan dengan Pak Menteri Bahlil, ada rencana memindahkan PSN tersebut ke Tanjung Banon dan Dapur 6. Jadi, warga Rempang di Pasir Panjang dan Sembulang tidak akan direlokasi, tetap menempati rumah-rumah mereka sekarang,” terang Suardi kepada BatamNow.com, hari ini, Kamis (21/09/2023).
Bukan Keputusan KERAMAT, Tapi Tergantung Kesepakatan Warga
Meski begitu, Suardi mengakui, ada wacana menggeser rumah warga, tapi tetap di Pulau Rempang. “Ya, ada pembicaraan demikian. Namun semuanya masih dibicarakan oleh warga di tiap RT/RW. Masih belum ada kejelasan, apakah masyarakat menerima tawaran itu atau tidak? KERAMAT bukan pada pihak yang memutuskan, tapi hasil kesepakatan warga yang dibicarakan di tingkat RT/RW tersebut akan kami sampaikan ke Pak Bahlil,” imbuhnya.
Intinya, kalau warga setuju digeser atau bagaimana nanti akan disampaikan dan KERAMAT akan meneruskan ke atas. “Saat ini, sebagian warga masih bertahan, baik di Pasir Panjang maupun Sembulang. Sebagian lainnya sudah memutuskan,” tukasnya.
Bahlil menambahkan, dari 17.000 hektare luas Pulau Rempang, hanya sekitar 7.000 hektare yang akan dikelola. Sementara 10.000 hektare lainnya merupakan kawasan hutan lindung.
Direncanakan pada tahap pertama akan dibangun kawasan industri di atas lahan seluas 2.000-2.500 hektare.
Nah, empat kampung yang terdampak dengan proyek pertama inilah yang dipertimbangkan akan digeser dari lokasi proyek yang akan dikerjakan, dan rencana relokasi ke Dapur 3 Cijantung, Pulau Galang berjarak 40 km itu, bakal batal.
Sementara 12 kampung lainnya masih tetap seperti sedia kala.
Hal itu sesuai yang disampaikan Bahlil di Pantai Melayu dimana wartawan BatamNow.com melaporkan on the spot pada Senin (18/09/2023).
Di Jakarta, ditanya soal batas waktu pengosongan lahan yang diumumkan BP Batam dengan deadline 28 September 2023, Bahlil mengatakan, akan melihat perkembangan dulu. “Kita masih melihat dulu (perkembangan). Kan tidak saklek harus begitu,” pungkasnya.
Lalu bagaimana dengan progres BP Batam bersama Tim Terpadu terkait deadline pengosongan Pulau Rempang yang sudah sempat diumumkan itu.
Soal ini belum terkonfirmasi dengan BP Batam. (RN/red)