BatamNow-Poin-poin apa sebenarnya yang ditorehkan di testamen konsesi antara PT Adhya Tirta Batam (ATB) dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam?
Ini menjadi misteri dan memang memantik pertanyaan besar di saat munculnya polemik di dua institusi pengelola dan pengadaan air minum ini.
Surat perjanjian konsesi, frasa itu yang sering mengemuka.
Hingga perseteruan itu riuh, pun dari kedua belah pihak tak satupun yang membuka konkret apa isi testamen konsesi itu. Demikian juga dalam beberapa kali konferensi pers, maupun dalam kesempatan terbuka lain.
Testamen konsesi ini ibarat kucing dalam karung. Entah apa hak dan kewajiban yang sangat mendasar di antara keduanya, hingga kini masih gelap dan terkesan ditutupi.
Mengapa terkesan ditutupi? Ini juga yang tidak pernah dijawab secara transparan oleh kedua belah pihak.
Meski unsur masyarakat memiliki legal standing meminta secara formal copy-an perjanjian konsesi itu, para pejabat di BP Batam pun, saling tutup laci arsip.
Padahal masa perjanjian konsesi hanya tinggal dua bulan. Atau akan tamat 14 November 2020. Pun bundel surat konsesi ini masih diperlakukan seperti barang keramat “warisan moyang” para pejabat-pejabat tertentu di ATB maupun BP Batam.
Ada apa? Sekali lagi, itu tadi misterinya. Publik masih menunggu kemungkinan “si kotak pandora” yang dibukakan dalam waktu dekat ini. Dan diduga masih banyak misteri lain di pusaran air ini yang ditutupi.
Cukup lama memang testamen itu dibuat, hampir separo usia BP Batam atau 25 tahun lalu. Satu perjanjian pengelolaan dan pengadaan air bersih (air minum) yang konon tak pernah direvisi di tengah berbagai perubahan UU dan peraturan lainnya tentang sumber daya air (SDA) di negeri ini. Luar biasa sakralnya testamen yang masih misteri itu. Sementara UUD saja sudah beberapa kali diamandemen.
Hal itulah yang menggiring akhir konsesi menjadi alot antara ATB dengan BP Batam.
Ada kekeliruan fatal di kedua belah pihak, tidak mem-publish poin-poin testimoni itu secara transparan.
Publik semestinya mengatahui hak dan kewajiban apa sebenarnya yang masih mengganjal, karena diduga kuat, bukan hanya proses lelang yang akan dipermasalahkan oleh ATB tapi ada poin-poin di konsesi lain yang kemungkinan besar dipersoalkan.
Soal Barang Milik Negara (BMN) yang disinggung oleh ATB dalam rilisnya lewat konferensi pers beberapa hari lalu, itu sebagian. Diduga kuat akan muncul gugatan lain oleh pihak ATB hingga ke arbitrase atas poin-poin hak dan kewajiban yang tak transparan tadi.
Inilah sebagian hal yang membuat Ketua DPRD Batam Nuryanto meradang. Perseteruan ATB dengan BP Batam dikuatirkan, nanti, akan merembet ke konsumen bila tak segera diselesaikan. Hak akan air bagi masyarakat yang dijamin Undang-undang akan terganggu.
Tapi meski begitu masalah yang terjadi di antara ATB dan BP Batam, yang termaktub di poin konsesi yang krusial masih “dikulum-kulum” kedua belah pihak.
Mereka lupa bahwa dalam hal sumber daya air ini, ada hak-hak masyarakat (publik) yang dikebiri oleh ATB maupun BP Batam sendiri.
Keterbukaan informasi publik satu hal yang wajib bagi keduanya, apalagi bagi pihak BP Batam, karena air adalah hajat hidup orang banyak sebagaimana dijamin dalam UUD 45, pada pasal 33 ayat 3.
Demikian juga dalam berbagai UU lain tentang sumber daya air. Di sana dengan sangat jelas disebutkan hak-hak masyarakat itu. Bahkan MENGAWASI institusi pengelola dan pengadaan air minum pun diberi ruang untuk masyarakat.
Pihak ATB, terlebih BP Batam, hendaknya segera menyadari ini semua. BP Batam juga harus tahu bahwa BP Batam juga sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Tak ada informasi yang bisa ditutup-tutupi. BP Batam bukan milik perorangan, bukan perseroan terbatas.
Jangan sampai badan pengembangan ekonomi nonstruktural ini menjadi lembaga yang terkesan tertutup di tengah visi Nawa Cita Presiden Jokowi yang menginginkan transparansi pengelolaan aset dan uang negara kepada masyarakat, paling tidak dengan testamen konsesi air ini.(*)
Tim News Room BatamNow
KONSULTASI PUBLIK yg diamanatkan oleh UU masih dikesampingkan, dimana dalam… Baca Selengkapnya