BatamNow.com – Nampaknya, para politisi, terkhusus dari daerah pemilihan (dapil) Kepulauan Riau (Kepri) harus menyimak pesan ini.
Sebab, terkhusus di Batam, banyak warga kesulitan atau “teraniaya” mengakses air minum, namun tak mendapat perhatian dari para politisi yang sudah duduk di singgasana kursi DPD, DPR RI dan DPRD.
Padahal, dalam sistem demokrasi di Indonesia, para legislator dan senator dipilih langsung oleh rakyat.
Sekitar 4 Anggota DPD dari Kepri, 4 anggota DPR RI. Belum lagi puluhan anggota DPRD Provinsi dan Kota Batam dari dapil Batam.
Tapi ketika rakyat kesusahan, mereka seperti tutup mata dan telinga.
Tidak berani berkomentar, apalagi mengekspresikan perjuangannya bagi masyarakat luas, terkhusus di sengkarut pelayanan air minum di Batam.
Sepertinya hanya segelintir dari para politisi dapil Batam ada yang berani mengkritisi kelemahan perusahaan pengelola Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam dan BP Batam.
SPAM Batam dikelola oleh BP Batam dan bermitra dengan swasta dalam operasional dan perawatan di hulu dan hilir.
Tapi itu tadi, para politisi yang sudah terpilih cenderung memilih berada di zona aman. Nanti, kalau sudah mendekati pemilihan, baru kasak-kusuk lagi dengan topengnya, mendekati rakyat dengan janji-janji manisnya.
Para politikus sepertinya lebih asyik berakrobat politik daripada memikirkan nasib rakyat. Hal tersebut nampaknya juga terjadi Kepri (Batam).
Itu maka Presiden World Water Council (WWC) Loïc Fauchon dengan kritis mengatakan, “Saya mengajak semua politikus untuk berhenti mengabaikan pentingnya pengelolaan air”.
Ini sekaligus menjadi warning bagi para politisi untuk menyadari bahwa banyak di antara mereka selama ini belum berbuat banyak, terutama bagi pengelolaan air untuk masyarakat, baik air bersih maupun air minum.
Fauchon menegaskan, air merupakan sumber daya alam yang tidak bisa manusia produksi sendiri. Dan, kebutuhan akan air merupakan hak dasar dan hak asasi manusia (HAM) yang harus dijamin oleh negara.
“Setiap negara harus dapat memenuhi kebutuhan warganya akan air bersih dan air minum. Dan kontinuitasnya harus dijamin terus-menerus. Masyarakat tidak boleh sulit mendapatkan akses akan air minum atau air bersih,” kata Fauchon, dalam keterangan resminya, di Jakarta, Selasa (14/02/2023).
Dia menambahkan, “Kita membutuhkan kemauan politik yang besar antar negara untuk bekerja sama”.
Dikatakannya pula, permasalahan utama air di negara-negara Asia Tenggara adalah banyaknya sumber air, namun belum dikelola dengan begitu baik. Selain itu, pertambahan penduduk yang masif juga menjadi tantangan tersendiri untuk mencukupi kebutuhan akan air bersih dan air minum.
Fauchon mengimbau agar para politisi bisa menaruh perhatian besar terhadap pengelolaan air dan pemenuhan kebutuhan air bersih terhadap seluruh masyarakat.
Mengapa, para politisi, terkhusus dari daerah pemilihan Kepulauan Riau harus menyimak pesan ini? Sebab, terkhusus di Kota Batam, banyak warga bermasalah soal air minum yang dikelola oleh BP Batam dengan para mitra operasionalnya yakni, PT Moya Indonesia dan PT PP (Persero) Tbk.
Warga kesulitan mengakses air minum perpipaan dan hanya bisa pasrah menunggu truk-truk tangki yang mengangkut air ke rumah-rumah warga. Di tempat lain, bahkan ada warga yang sampai harus menampung air hujan atau mengambil air di kubangan karena jaringan pipa air macet.
Padahal kabarnya, selama pengelolaan SPAM Batam ditangani sejak 2020, BP Batam dan mitra operasionalnya, yakni PT Moya Indonesia telah meraup pendapatan ratusan miliar per tahun. Kemana dana itu, sampai-sampai untuk memperbaiki jaringan perpipaan SPAM saja BP Batam tidak punya uang? Apakah mitra operasionalnya tidak bisa diajak kerja sama memperbaiki jaringan perpipaan tersebut tanpa perlu menaikkan tarif air minum yang pasti akan memberatkan warga?
Seperti harapan Fauchon, para politisi sebagai wakil rakyat diharapkan bisa memberi solusi terhadap persoalan-persoalan pengelolaan air minum di Batam. Jangan tambah penderitaan rakyat dengan sikap cuek para politisi. Semoga para politisi, terkhusus asal Kepri, bisa berempati agar warga tidak jadi antipati karena merasa percuma punya wakil rakyat tapi tidak bisa memperjuangkan nasib masyarakat. (RN/D)