BatamNow.com, Jakarta – Potensi perikanan di Indonesia sangat melimpah. Sayang, pemanfaatannya masih sangat kurang. Hanya 18 persen yang pemanfaatannya baik atau moderat. Sebanyak 82 persen ini exploited and overexploited.
“Kesenjangan antara potensi dengan volume ekspor hasil perikanan makin lebar. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada skenario pihak tertentu yang menginginkan agar Indonesia justru mengurangi penangkapan ikan, tetapi negara lain yang memanfaatkan itu,” ungkap Wakil Ketua Komite Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hendra Sugandhi kepada BatamNow.com, di Jakarta, Sabtu (06/11/2021).
Menurutnya, hal tersebut nampak dari masih maraknya pencurian ikan di sejumlah tempat di Indonesia. Salah satunya di Laut Natuna, Kepulauan Riau. Meski sudah ada regulasi terkait pemberantasan perikanan ilegal (IUU Fishing), namun itu tidak berjalan efektif.
Dia menilai, dari sisi regulasi sudah bagus. “Tapi permasalahannya, jangan membiarkan pekarangan kita kosong sehingga mengundang kapal asing masuk. Ibarat kebun yang banyak buahnya, tidak ada yang nungguin, ya mengundang pencuri datang,” ujarnya.
Hendra menambahkan, meningkatnya potensi perikanan ternyata tak memberikan manfaat, baik dari segi ekonomi dan lingkungan, baik bagi nelayan maupun negara.
Di Laut Natuna, terang Hendra, jumlah kapal-kapal Indonesia sangat kurang. “Sekitar 68% hasil tangkapan tuna dunia berasal dari Samudera Pasifik bagian Barat dan Tengah (Western and Central Pacific Ocean, WCPO). Sayangnya, armada kita tidak banyak yang aktif di samudera pasifik. Hanya ada 13 kapal yang terdaftar di WCPFC,” jelasnya.
Dikatakannya, menurut data WCPFC, peringkat kekuatan GT armada kapal penangkap ikan Indonesia di Samudera Pasifik sangat ironis. Hanya 27 kapal dengan rata-rata 120 GT. “Bandingkan dengan negara lain di ASEAN, seperti Filipina yang memiliki 75 kapal dengan berat rata-rata 655 GT. Juga Papua Nugini dengan rata-rata ukuran kapal 1.000 GT,” ungkapnya lagi.
Hendra mengatakan, di Laut Natuna sebaiknya jangan terjebak proxy war yang banyak dispute areanya.
Dia mengusulkan, apabila kapal pegawas nasional terbatas, strategi kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) seharusnya mendorong kapal-kapal nelayan nasional ikut menjaga dengan memanfaatkan Laut Natuna dan juga ZEE yang berbatasan dengan Samudera Pasifik. “Ini penting dilakukan guna meredam kapal-kapal asing melakukan illegal fishing di sana,” tuturnya.
Dia mendorong agar Laut Natuna banyak dipenuhi oleh kapal-kapal asal Indonesia. “Kalau sudah begitu, maka kapal-kapal asing pun tidak akan berani mengambil ikan di perairan Indonesia,” tegasnya. (RN)