BatamNow.com, Jakarta – Sejak dimekarkan 24 September 2002, berdasarkan UU No 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, wilayah yang dulunya merupakan bagian dari Provinsi Riau, belum memiliki Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang mandiri. Saat ini, masih bergabung dengan nama Bank Riau Kepri.
Berbagai pihak sejak lama telah mewacanakan lahirnya Bank Kepri, meski tentu tidak semudah itu karena menyangkut berbagai persyaratan yang harus dipenuhi.
“Ini [pembentukan Bank Kepri] perlu juga dianalisa secara mendalam. Namun, harus dipahami dalam mendirikan suatu bank, baik konvensional maupun syariah dengan status Bank Devisa dan atau Bank Non Devisa, tidak semata-mata didasarkan kepada berdirinya suatu daerah,” kata Ketua Umum Kerabat Provinsi Kepulauan Riau Jabodetabek Oecky Rasman Rasyid (58) kepada BatamNow.com, Senin (11/10/2021).
Rasyid mengatakan, banyak hal yang harus menjadi pertimbangan, di antaranya, permodalan, sumber daya manusia (SDM), perputaran uang di daerah, nilai perdagangan antar-daerah, secara nasional dan internasional, kemampuan sebaran jaringan, fasilitas pelayanan, dan lainnya. “Dari sisi permodalan, sepertinya agak sulit mengharapkan dari APBD Kepri. Namun, SDM di sana terbilang cukup andal,” urainya.
Baginya, dimungkinkan saja untuk mendirikan Bank Kepri, apabila sentra produksi kembali menggeliat di Batam, investasi meningkat tajam, bisnis kelautan dihidupkan, utamanya dengan UMKM (bukan orang per orang), melakukan lobi-lobi kepada pengusaha lokal, seperti perusahaan minyak yang beroperasi di Kepri, izin operasional banknya adalah bank devisa. Nah, untuk mengakomodasi warga lokal, dikeluarkan produk bank yang syariah bila izinnya bank konvensional.
Lebih jauh Rasyid memaparkan, realitanya, kebanyakan pebisnis di Kepri lebih didominasi oleh warga keturunan dan pendatang yang sudah familiar dan boleh jadi mendapat fasilitas dari bank tertentu. Selain itu, perlu dicermati jumlah penduduk di Kepri usia dewasa dan yang berpenghasilan menengah, mungkin tidak lebih dari 1 juta jiwa. Hal lainnya, perputaran uang di Kepri tidak terlalu besar.
“Berkaca pada hal tersebut, mungkin pembentukan Bank Kepri bisa dilakukan dalam dua tahun ke depan. Sebab, bila ingin mendirikan Bank Kepri, itu artinya harus menarik saham yg ada di Bank Riau Kepri,” jelasnya.
Tidak itu saja, tambah Rasyid, jika kita lihat beberapa tahun ke belakang, di mana pertumbuhan ekonomi daerah cenderung negatif lantaran Covid-19, maka pendirian Bank Kepri belum bisa menjadi skala prioritas.
Dia mengingatkan, jangan sampai keinginan/ hasrat mendirikan bank sendiri dapat melemahkan perbankan secara nasional hanya gegara persaingan kedaerahan.
Di sisi lain, ketika dikonfirmasi, Jumaga Nadeak Ketua DPRD Provinsi Kepri mengakui, keinginan untuk mendirikan Bank Kepri sudah diwacanakan sejak lama. Bahkan telah disampaikan dalam pokok-pokok pikiran dewan.
“Namun, mungkin karena dari sisi permodalan dan persyaratan lain masih belum bisa dipenuhi oleh Pemprov Kepri. Demikian juga menyangkut kesiapan SDM. Karenanya, hal tersebut belum bisa direalisasikan hingga kini,” tukasnya.(RN)