BatamNow.com – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menerbitkan aturan baru terkait syarat kelulusan bagi mahasiswa strata satu (S-1) atau diploma 4 (D-4), strata dua (S-2), dan strata tiga (S-3).
Dilansir dari Kompas.com, aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Melalui aturan baru, skripsi, tesis, maupun disertasi tidak lagi wajib. Mahasiswa melalui kebijakan perguruan tinggi masing-masing, bisa mengambil syarat kelulusan yang lain selain skripsi, dalam bentuk project base, prototype, dan sebagainya.
“Jangan nanti ada headline di media, ‘Mas Menteri menghilangkan skripsi’, ‘Mas Menteri menghilangkan, tidak boleh mencetak di jurnal’. Tidak,” kata Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim di Kompleks Parlemen, pekan lalu.
Tak Terjerat Jurnal Predator
Pemerintah memiliki alasan aturan itu dibuat. Selain agar lebih kreatif, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perguruan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek Nizam mengatakan, tugas akhir yang lebih bervariasi bertujuan agar kendala yang dialami selama ini bisa diminimalisasi.
Diketahui, ada beragam kendala yang kerap ditemui mahasiswa ketika hendak menerbitkan tugas akhir yang hanya berupa skripsi, tesis, dan disertasi karena skemanya one fit for all. Salah satu kendalanya adalah penerbitan jurnal untuk mahasiswa strata dua (S-2).
Agar jurnal terbit di penerbit (publisher) tepercaya, berkualitas, dan ternama, memakan waktu lama, sedangkan mahasiswa diberi waktu secepatnya agar jurnal tersebut terbit.
Akibatnya, banyak mahasiswa mencari jalan pintas dan menerbitkannya di penerbit jurnal “predator”.
Jurnal predator adalah jurnal yang tidak melalui proses reviu maupun proses penyuntingan dengan baik dan benar. Jurnal ini langsung memangsa para penulis dengan cara membebankan biaya publikasi dengan janji manuskrip akan diterbitkan segera.
“Publikasi yang benar itu butuh waktu yang panjang, riset yang panjang, sampai publish. Beberapa perguruan mensyaratkan harus sampai publish,” kata Nizam dalam konferensi pers di Kemendikbud Ristek, Jakarta Pusat, Jumat (01/09/2023).
“Kemudian yang terjadi, ya sudah jalan pintas. Cari jurnal-jurnal predator. Itu (mahasiswa) jadi mangsa yang empuk. Jadi banyak yang terjerat oleh jurnal predator tadi,” ujarnya lagi.
Tak Langgengkan Plagiarisme
Nizam menyampaikan, lewat aturan baru, pemerintah memberikan keleluasaan kepada masing-masing perguruan tinggi menentukan syarat lulus.
Termasuk, menentukan kompetensinya mahasiswa lulusannya dan ukuran ketercapaian pembelajaran lulusan. Hal ini mengacu pada praktik baik perguruan tinggi di berbagai negara.
Namun, ia menampik aturan itu melanggengkan plagiarisme. Bentuk tugas akhir yang beragam justru diklaim membuat kreativitas mahasiswa terasah sehingga plagiarisme bisa dihindari.
Tugas akhir yang bersifat individu atau kelompok membuat hasilnya tidak akan sama persis, meski diberikan tugas yang sama. Meski judul tugas akhir sama, metode yang diambil tiap individu atau kelompok berbeda.
Kalaupun metodenya sama, belum tentu setiap individu maupun kelompok tersebut bisa melakukan hal yang sama.
“Memberikan ruang yang lebih beragam ini, otentisitas karya itu harusnya lebih tinggi,” kata Nizam.
Tak Menggampangkan
Namun, Nizam meminta mahasiswa tidak menggampangkan.
Tugas akhir yang beragam justru membutuhkan lebih banyak kreativitas. Bentuk tugas akhir pun tidak bisa ditentukan sendiri oleh mahasiswa, melainkan ditentukan oleh kampus.
“Jadi ini yang jangan sampai dianggap bahwa, ini menggampangkan,” ujarnya.
Di sisi lain, ia mengingatkan kampus agar tidak nakal menjadi pabrik ijazah usai diberi keleluasaan menentukan tugas akhir lulusan selain skripsi.
Adanya kebijakan tersebut bukan berarti kampus bisa menjadi lebih sembarangan.
Sebab, akan ada pengawasan melalui Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud Ristek, tim direktorat kelembagaan, hingga laporan kegiatan pembelajaran pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI).
Di sisi lain, pengawasan juga dilakukan oleh pihak eksternal, termasuk lembaga akreditasi dan warga.
“Jadi kami titip kepada masyarakat untuk ngawal kampus-kampus agar tidak nakal dan sembarangan. Memanfaatkan kemerdekaan untuk menjadikan pabrik ijazah tanpa ada proses yang dilalui dan dijaga bersama,” kata Nizam. (*)