BatamNow.com – Enam bulan sudah. Namun aturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) No 41 Tahun 2021, turunan dari UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020, tak kunjung terbit.
Parahnya lagi, penyusunan dan pembentukan Dewan Kawasan (DK), sebagaimana perintah PP 41/2021 itu, hingga kini tak ada kabar.
Ini menjadi pertanyaan besar mengapa perintah perundang-undangan tak dijalankan.
Padahal dikebutnya UU Cipta Kerja (Ciptaker) tahun 2020 ini untuk menggerakkan percepatan investasi dan ekonomi demi terserapnya tenaga kerja yang masif.
Pasal-pasal berbagai UU yang menyulitkan investasi selama ini diterabas. Itulah yang disebut UU Omnibus Law.
Penolakan atas UU Omnibus Law ini sedari awal tidak tanggung dan sempat menimbulkan berbagai kontroversi di mana-mana. Terjadi demo besar se-Indonesia.
Namun bila melihat pelaksanaan PP 41/2021 turunan UU Omnibus Law, khusus untuk Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), justru kelihatan “lelet”, berbanding terbalik dari spirit UU Ciptaker itu sendiri.
Sebagaimana diamanahkan pada Pasal 80, PP 41 Tahun 2021 bahwa peraturan pelaksanaan PP ini harus ditetapkan PALING LAMA 4 (empat) bulan sejak PP ini diundangkan.
Bila mengacu perintah PP ini, harusnya bulan Juni kemarin aturan pelaksanaan PP ini sudah harus terbit.
Tapi entah apa dan di mana kendalanya, publikasi dari pemerintah, khususnya dari Kemenko Perekonomian juga tak kunjung di-publish.
Sengaja didiamkan?
Demikian dengan penyusunan pembentukan Dewan Kawasan (DK) Batam, Bintan dan Karimun sebagaimana dituangkan Pasal 74 poin 3 (tiga). Disebut di sana penyusunan dan pembentukan DK dilakukan oleh menteri yang mengordinasikan urusan pemerintahan di bidang perekonomian paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.
Namun hingga hari ini 2 Agustus 2021, jangankan terbentuk, gaung penyusunan pembentukan DK ini pun tak kedengaran sama sekali.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Sesmenko) Susiwijono Moegiarso beberapa kali dikonfirmasi BatamNow.com, lewat WhatsApp, namun belum merespons.
Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam Dendi Gustinandar dihubungi BatamNow.com mengatakan bukan kompetensi BP Batam menjawabnya.
Kendati aturan dan peraturan PP serta pembentukan DK belum dilaksanakan, namun BP Batam sudah memasukkan PP 41/2021 ini menjadi acuan hukum atau peraturan berbagai kebijakan terkini BP Batam.
Salah satu contoh pada acuan prakualifikasi lelang kerja sama pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Batam.
PP ini memang sudah berlaku sejak diundangkan pada Lembaran Negara RI tertanggal 2 Februari 2021.
Namun, selain aturan teknis pengintegrasian DK Batam, Bintan dan Karimun, lampiran PP 41/2021 juga masih belum jelas aturan mainnya.
Pada lampiran PP tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) terdapat puluhan daftar perizinan yang diberikan otoritasnya kepada KPBPB.
Nah, apakah aturan teknis puluhan perizinan ini, seyogianya diatur dalam aturan pelaksanaan PP 41/2021 itu?
Apakah dengan terbitnya puluhan perizinan baru ini memerlukan sentuhan “tangan” dari Ketua DK (terintegrasi) Batam, Bintan dan Karimun, kelak?
Sementara DK dimaksud belum terbentuk hingga habis batas waktu yang diamanahkan PP.
Hal yang dipertanyakan publik dari masalah ini, mengapa Kemenko Perekonomian atau BP Batam diam seribu bahasa. Mengapa Pasal 74 dan Pasal 80 yang tidak direalisasikan ini tidak dipublikasikan. Sengaja didiamkan?
Lalu sesederhana itukah, amanah perundang-undangan digantung?(red)