Catatan Tim News Room BatamNow.com
Sejumlah pelaku pelayaran kapal penumpang non Pelni di Kepri, kini resah imbas dari kebijakan Pertamina Patra Niaga.
Penjual BBM dan gas keperluan industri itu menghentikan distribusi kuota BBM subsidi jenis minyak solar (Gas Oil) ke kapal penumpang non Pelni. Kebijakan ini berlaku secara nasional, terhitung sejak 27 September 2021.
Dikhawatirkan, ratusan kapal penumpang non Pelni yang hilir mudik di laut kepulauan ini, terancam tidak beroperasi. Sedikitnya, ratusan ribu masyarakat pengguna kapal penumpang di Kepri saja akan kesulitan mobilisasinya, jika belum ada solusi dari BPH Migas Pertamina dalam waktu dekat.
Apalagi, kebijakan BPH Migas itu dianggap mendadak oleh para pelaku palayaran penumpang ini, sebagaimana keluhan mereka dihimpun BatamNow.com.
Ketua Bidang Kapal Penumpang Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Batam Asmadi, misalnya, membenarkan pencabutan kuota BBM solar subsidi dengan tiba-tiba. Pencabutan kuota BBM itupun diakuinya tanpa sosialisasi atau pemberitahuan sebelumnya. Mereka pun kini resah.
Menurut Asmadi, hanya ada dua kemungkinan opsi yang sekarang sedang mereka pikirkan sebagai konsekuensi dari pencabutan BBM subsidi ini.
Opsi pertama, berhenti total beroperasi. Opsi kedua, dengan terpaksa menaikkan tarif harga tiket penumpang.
Kedua opsi itu sesungguhnya bagaikan buah simalakama bagi mereka.
Betapa tidak, jika dengan opsi menaikkan harga tiket penumpang, misalnya, akan berimbas pada beberapa hal: ibarat efek domino.
Untuk lebih diketahui, harga per liter BBM solar subsidi atau Jenis BBM Tertentu (JBT) yang diperoleh pelaku kapal penumpang non Pelni selama ini dari Pertamina seharga Rp 5.150,- Sedangkan non subsidi atau jenis yang sama (BBM Umum) dengan harga Rp 9.400.
Artinya, ada selisih harga Rp 4.250 atau sekitar 82 persen dari BBM subsidi.
Harga subsidi itulah yang mensupport selama ini, sehingga harga tiket relatif terjangkau oleh masyakat pengguna transportasi laut kelas ekonomi itu. Dan para pemilik jasa angkutan laut itu mendapat keuntungan sepantasnya.
Tapi kini, akibat dari kebijakan Pertamina yang dianggap sekonyong-konyong itu, pelaku pelayaran penumpang itu pun justru ancang-ancang dengan opsi menaikkan harga tiket.
Sebagai contoh, selama ini harga tiket pelayaran Batam-Dumai dipatok Rp 400 ribu dengan menggunaan BBM subsidi. “Nanti bisa saja naik menjadi Rp 500 ribu atau Rp 600 ribu per tiketnya, jika sudah menggunakan BBM dengan harga umum,” perkiraan Asmadi.
Pun dengan asumsi penyesuaian tarif tiket penumpang ini, lanjutnya, tak bisa diputuskan secara sepihak dalam waktu dekat oleh pelaku pelayaran. Harus dihitung bersama dengan operator untuk membuat kesepakatan harga antara asosiasi pelayaran (INSA) dan perusahaan pelayaran. Lalu mengajukannya ke Gubernur Provinsi Kepri setelah dibahas oleh DPRD Provinsi yang kemudian direalisasikan dalam Peraturan Gubernur (Pergub).
Tentu dengan opsi ini, akan memakan waktu yang lumayan panjang.
Itupun, ucap dia, kondisinya masih riskan.
Sebab, kata Asmadi, harus dihitung juga penurunan animo penumpang dampak dari kenaikan harga tiket itu. Juga harga harga kebutuhan kapal seperti sparepart dan lainnya biasanya juga auto merangkak. Demikian juga gaji karyawan.
Dengan memaksakan menaikkan harga tiket, ujarnya, pun rerata para penyedia jasa transportasi penumpang laut itu tidak akan untung.
Surat dari Pertamina Patra Niaga
Sebagaimana BPH Migas Pertamina mencabut BBM subsidi lewat surat Patra Niaga tertuang dalam surat No.069/PNC200000/2021-S3 yang tetiba itu.
Salah satu poin menyebut: (1) Prognosa penyaluran JBT untuk sektor kapal periode Triwulan III tahun 2021 dan terdapat potensi penyaluran over kuota pada sub kelompok kapal penumpang non Pelni. (2) Kondisi over kuota penyaluran JBT, apabila tidak diakui, berpotensi menimbulkan kerugian bagi Pertamina.
Lalu sampai kapan masa pencabutan kuota ini ?
Sesuai bunyi poin ke 3 di surat: Selama belum ada arahan dan penegasan dari BPH Migas maka pelayanan kepada kelompok kapal penumpang non Pelni pada saat sudah tercapai kuota, dilayani dengan BBM JBU (Jenis Bahan Bakar Umum) atau dengan harga Rp 9.400,-
Surat tertanggal 24 September 2021 itu ditandatangani Pjs VP Industrial & Marine Fuel Business, Mochamad Ardie
Alasan telah terpenuhinya kuota selama triwulan III dan dugaan over kuota inilah yang membuat para pelaku transportasi laut non Pelni, gusar.
Senada dengan pelaku pelayaran penumpang non Pelni lainnnya, Asmadi justru mengaku bingung.
Dia pertanyakan, mengapa pihak Pertamina menyebut terjadi over kuota? Bukankah semenjak pandemi selama 1,5 tahun, penumpang sepi dan kapal banyak yang tidak beroperasi dan bahkan benerapa tidak beroperasi sama sekali?
Kata Asmadi, ke depan bila pelayaran dan pelayanan operasional mereka terhenti, berpotensi meresahkan masyarakat calon pengguna jasa angkutan laut itu.
Mereka pun berharap agar masalah pencabutan BBM subsidi ini dicarikan solusi sehingga perusahaan pelayaran dapat tetap beroperasi. Para penumpang kelas ekonomi lewat jalur laut dari dan ke antarpulau dan antaprovinsi bisa bergerak sesuai dengan tujuan masing-masing dengan harga tiket yang relatif terjangkau.
Apalagi kondisi kekinian, penumpang kapal lewat jalur laut antarpulau dan provinsi, baru menunjukkan sedikit pergerakan ketika pandemi corona beringsut ke zona kuning.
Hari ini Selasa (28/09/2021), sesuai jadwal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melakukan kunjungan ke Pulau Setokok di Kota Batam, meninjau penanaman (penghijauan) bakau atau mangrove.
Mumpung. Dan andai Jokowi mendengar keluhan para pelaku kapal penumpang non Pelni ini, solusi yang cepat kemungkinan terurai.
Hal ini penting, supaya kondisi yang berpotensi meresahkan masyarakat dan pelaku pelayaran kapal penumpang non Pelni ini dapat terhindar.
Laporan pada tulisan ini bertepatan dengan kedatangan Jokowi ke Batam. Ini bukan latah dengan bentangan spanduk Suroto peternak ayam telur di Blitar saat presiden berkunjung ke salah satu Kota di Jawa Timur.
Ya, semoga saja Jokowi temannya Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok itu, menguping. Syukur ada yang membisikinya.
Karena keluhan para pelaku jasa kapal penumpang ini bukan dalam bentuk spanduk yang dibentang di jalur dimana sang Presiden RI melintas hari ini di Batam.(*)