BatamNow – Masa konsesi operasi air PT Adhya Tirta Batam (ATB) selama 25 tahun akan berakhir 14 November 2020. Tinggal 45 hari lagi.
Tapi tagihan pajak permukaan air (PPA) Pemprov Kepri Rp 39,9 Miliar belum dilunasi pihak ATB.
Anggota DPRD Provinsi Kepri Rudi Chua pun “berteriak” mengingatkan Pemprov Kepri, agar PPA itu segera ditagih.
“Ini problem lama, tapi belum ada penyelesaiannya. Hingga sekarang,” kata Chua, Rabu (30/09) sore ke BatamNow.
Menjawab media ini, Chua mengatakan sejak dulu semua anggota DPRD Kepri menyarankan agar kasus ini diselesaikan secara jalur hukum.
Pun, kata Chua, kalau ATB masih juga tidak punya itikad baik menyelesaikan utang tersebut, sebaiknya Pemprov Kepri menyerahkan penagihan piutang itu lewat Kejaksaan Tinggi selaku Pengacara Negara.
Selain Chua, Ketua DPRD Provinsi Kepri Jumaga Nadeak SH, tujuh bulan lalu, sudah “berteriak” keras soal utang ATB ini.
Bahkan Nadeak mengancam akan menyegel kantor (building) ATB di Komplek elit di Sukajadi Batam, lewat Penyidik Pegawai Sipil Dispenda Kepri, bila tagihan Pemprov ini tak kunjung dilunasi.
Tapi ancaman Nadeak itu tak digubris pihak ATB. Tampaknya, operator air di Batam itu menganggap ancaman itu hanya “gertak sambal”.
Catatan BatamNow, hanya DPRD saja yang pro aktif mengingatkan utang ATB ini. Sementara pihak Pemprov sendiri terkesan adem-adem saja. Ada apa?
Namun Chua justru seolah membela Pemprov Kepri karena masih mencoba melalui jalur mediasi.
Mengapa seakan DPRD saja yang berteriak keras atas tagihan Pemprov ini?
Ya, kita hanya menyarankan saja agar Pemprov segera menyampaikan ke Kejaksaan sebagai pengacara Pemerintah Daerah.
Mengapa hanya bersifat menyarankan?
DPRD tidak ada jalur memaksa eksekutif untuk melaksanakan suatu kebijakan pihak eksekutif (Pemerintahan Kepri).
Jadi kita hanya bisa memberikan masukan atau saran atau rekomendasi.
Kalau saran dari DPRD tak juga digubris?
Kalau ATB tidak mau membayar, ini akan menjadi tuntutan hukum, karena tetap akan dianggap sebagai utang ATB ke Negara (Pemerintah Daerah).
Itu maka kita sarankan, segera saja pihak Pemprov meminta bantuan Kejaksaan Tinggi sebagai pengacara negara untuk turun menagih ATB.
Media ini sudah pernah memberitakan soal tunggakan PAP ini. Tunggakan pajak ATB klaim sepihak Pemprov ini sejak tahun 2016.
Adapun total utang ATB itu terdiri dari utang pokok sebesar Rp 31,5 Miliar, ditambah denda tahun 2016 hingga 2018.
Utang ini muncul atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kepri pada laporan keuangan Pemprov tahun 2016 lalu.
Di buku neraca Pemprov, tercatat piutang ATB, sebesar Rp 39,9 M.
Pada tahun itu Pemprov memang menaikkkan Nilai Perolehan Air Permukaan (NPAP) menjadi Rp1886 per m3. Pihak Pemprov sudah menyampaikannya ke pihak ATB.
Sedangkan di pihak ATB mengaku belum menagih kenaikan pajak air terhadap pelanggan (konsumen) sehubungan dengan kenaikan NPAP tersebut.
Tunggakan pajak air permukaan terutang keluar Pergub No 49 tahun 2018 tentang NPAP yang baru menjadi Rp 1500 per m3.
Menurut BPK, tunggakan utang ini menjadi penghambat proses transfer aset BOT dari ATB ke BP Batam.
Alasannya, sesuai amanat PP 27 tahun 2014, pasal 36 ayat 8 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara (PBMN) atas Bangun Guna Serah (BGS), setiap objek harus diserahkan kepada pengelola barang setelah dilakukan audit oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Di samping itu, pada saat transfer BOT (Build Operate Transfer) mitra BGS semua item harus clean and clear. Artinya, pada saat peralihan tidak tersangkut paut masalah utang piutang dan permasalahan hukum.
Dengan masih outstanding-nya temuan BPK perihal utang ATB kepada Pemprov Kepri sejak tahun 2016, maka kasus ini akan berpotensi menghambat proses transfer aset BOT itu pada tahun ini.
Sementara Head of Corporate Secretary ATB Maria Jacobus belum menjawab kiriman WhatsApp BatamNow, Rabu (30/09) sore.
Sebelumnya Presiden Direktur ATB Ir Benny Adrianto kepada media ini beberapa bulan lalu membantah soal klaim sepihak utang itu. “ATB tak ada utang lagi ke Pemprov,” ujarnya enteng.(Oki)