BatamNow.com, Jakarta – Jurnalisme berkualitas harus dikedepankan daripada aspek komersial dalam sebuah media. Dengan begitu, pemberitaan yang dihasilkan bisa memberi dampak positif bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Hal tersebut dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Services Dialogue (ISD) Council, Devi Ariyani, dalam diskusi di Jakarta, Kamis (02/03/2023) kemarin.
Devi mengingatkan, “Jangan sampai aspek komersial lantas mengaburkan tujuan awal dalam membangun jurnalisme berkualitas tersebut”.
Hal ini sejalan dengan pembahasan draf Peraturan Presiden tentang Kerja Sama Platform Digital dan Media untuk mendukung jurnalisme berkualitas.
Dijelaskan, ruang lingkup pembahasan peraturan tersebut mencakup definisi platform digital dan perusahaan pers yang akan menjadi pelaku kerja sama. Hal-hal lain yang menjadi objek peraturan termasuk di antaranya algoritma serta data pengguna yang harus dibagi.
Menurut Devi, Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang terkait publisher rights itu menjajaki penerapan peraturan bagi kerja sama perusahaan platform digital dengan perusahaan pers. Di dalamnya terdapat asas keseimbangan antara kepentingan perusahaan pers dan perusahaan platform digital. Selanjutnya, Dewan Pers akan diberikan otoritas sebagai pelaksana peraturan, bertindak sebagai pengawas serta mediator yang menjembatani perjanjian kerja sama antara perusahaan pers dan platform digital.
“Pembahasan draf peraturan tersebut bertujuan untuk membangun ekosistem jurnalisme berkualitas. Tentunya harus ada keterwakilan dari semua pihak yang akan terdampak,” terangnya.
Karenanya, lanjut Devi, perlu dikaji kembali rancangan peraturan tersebut dengan memperhatikan prinsip keterwakilan dan keberimbangan seluruh pelaku usaha dan pekerja media yang terlibat serta menjamin hak publik atas informasi.
ISD adalah lembaga yang menyediakan dialog bagi pemangku kepentingan di sektor jasa di Indonesia untuk membangun kerja sama dalam meningkatkan daya saing dan efisiensi sektor jasa di Indonesia. Lembaga ini diinisiasi oleh pemerintah (Kementerian Perdagangan Republik Indonesia), sektor swasta (Apindo dan Kadin), serta akademisi (CSIS) sejak tahun 2015.
Berikut sejumlah hal yang dinilai perlu menjadi perhatian terkait Rancangan Perpres tersebut:
- Pemetaan regulasi guna menghindari tumpang tindih dan benturan dengan berbagai peraturan/UU yang telah ada seperti UU Pers, UU Hak Cipta, UU Perlindungan Data Pribadi. Karena itu, perlu kajian komprehensif dalam upaya menghadirkan jurnalisme yang berkualitas untuk menghindari benturan dengan peraturan dan UU yang sudah ada.
- Kewajiban kerja sama antara platform digital dengan media. Media lokal dan platform digital memiliki hubungan yang saling menguntungkan. Kerja sama ini adalah ranah privat dan seyogyanya bersifat “business-to-business”, tanpa harus diintervensi melalui peraturan. Skema kerja sama yang berkelanjutan juga merupakan ranah yang bersifat privat.
- Ruang lingkup dan tata laksana kerja sama antara platform digital dengan media lokal. Dalam hal ini, perlu adanya kejelasan atas definisi, standar dan pengukuran atas jurnalisme yang berkualitas. Selain itu transparansi atas mekanisme pengawasan dan pertanggungjawaban guna terciptanya jurnalisme berkualitas.
- Penyediaan ruang yang kondusif bagi kreatifitas pencipta konten lokal. Rancangan peraturan sebaiknya tidak membatasi ruang gerak pencipta konten lokal dalam berekspresi, berkreasi dan berinovasi. Intervensi pengaturan algoritma secara rigid, dapat membatasi ruang gerak bagi pencipta konten lokal dan media independen serta berpotensi pada pembatasan hak publik atas informasi.
“Pemerintah sebaiknya memastikan keselarasan dengan semua peraturan dan undang-undang terkait, seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, Undang-Undang Pers, dan Undang-Undang Hak Cipta. Peraturan ini sebaiknya juga bersifat inklusif dan partisipatif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan serta menempatkan kepentingan publik sebagai landasan utamanya,” tukas Devi. (RN)