BatamNow.com, Jakarta – Rangkap jabatan Wali Kota Batam Muhammad Rudi sebagai Kepala BP Batam ex-officio, yang sejak awal dipersoalkan, kembali mencuat.
Kini, pihak yang menyoalnya dari Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Korupsi (PK).
Persoalan jabatan rangkap itu disebut sebagai salah satu biang kerok, tidak optimalnya pelayanan kepada masyarakat dalam tugasnya sebagai pemerintah daerah dan kinerja BP Batam pun jadi tidak maksimal.
Selain itu, keberadaan BP Batam dan BP-BP di daerah lain pun, patut ditinjau ulang.
Karena dipertanyakan kepentingan negara dengan dibentuknya BP-BP tersebut.
Temuan itu menjadi masukan dari Stranas PK kepada Pemerintah Pusat, dalam hal ini Sekretaris Kabinet, Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, dan Kemenko Perekonomian.
“Sejak awal, Stranas PK sudah merekomendasi ke Pemerintah Pusat agar BP-BP di Indonesia dievaluasi, termasuk BP Batam. Kami pertanyakan apa kepentingan negara di situ? Kami sudah sampaikan ke Setkab dan Kemenko Perekonomian bahwa ini harus dievaluasi besar-besaran,” kata Febriyantoro, Tenaga Ahli Aksi Reformasi Tata Kelola Pelabuhan Stranas PK, kepada BatamNow.com, Rabu (27/12/2023).
Dia menjelaskan, faktanya, dengan keberadaan BP, negara bukannya mendapat income besar dari kehadiran Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) tersebut, tapi malah hanya menghabiskan uang negara saja.
“Harusnya income masuk sejalan dengan kebijakan itu, di mana banyak pihak tertarik mau berinvestasi. Juga mendapat pemasukan dari kebijakan fiskal. Yang ada sekarang, kita malah babak belur. Dapat income tidak seberapa, tapi pengeluaran terus,” tegasnya.
Harusnya, sambung pria yang akrab disapa Toro ini, bisa di-compare, berapa untung negara dan berapa besar pengeluaran uang negara untuk operasional KPBPB.
“Jangan-jangan lebih besar pengeluarannya dari pemasukan. Lebih besar pasak daripada tiang. Harus dievaluasi secara nasional karena mungkin bukan seperti ini yang dicita-citakan,” tukasnya.
Dia menambahkan, idealnya Batam dibuat seperti Hong Kong, di mana wilayah tersebut menjadi tempat transhipment kapal dari berbagai negara.
Tapi sampai hari ini wujud transhipment tidak bisa tercipta. Karena yang dimainkan di sana hanya aspek politik bukan ekonomi. “Kalau kita benar mau berbisnis, maka pengelolaannya pun harus profesional, bukan semrawut seperti sekarang ini,” imbuh Toro.
Selain kesemrawutan pelayanan, lanjutnya, ada faktor politik luar negeri yang dimainkan Singapura karena negara itu sejak awal memahami kalau Batam dikembangkan bisa jadi akan membahayakan perekonomian mereka sendiri.
“Dalam hal ini politik luar negeri kita sudah kalah dengan Singapura. Saya melihat, Batam sendiri sudah susah untuk dikembangkan. Lebih baik cari daerah lain saja,” tukasnya.
Kebijakan Fiskal
Menurutnya, yang harus diurus oleh KPBPB atau BP Batam cukup mengawasi kebijakan fiskal saja. Namun faktanya, kewenangannya merambah ke mana-mana, seperti soal pertanahan, pelabuhan, perumahan, perizinan, taman rusa dan sampai mengurusi tinja.
Demikian juga misal soal kepelabuhanan mestinya di-handle bersama dengan Kementerian Perhubungan dan atau pihak ketiga yang benar-benar kompeten untuk urusan tersebut.
Seperti pengelolaan Bandar Udara Hang Nadim yang telah dikerja samakan dengan BUMN dan pihak ketiga. Hasilnya mulai nampak lebih baik.
Dia mencontohkan, National Logistic Ecosystem (NLE) tidak bisa diterapkan secara optimal di Pelabuhan Batu Ampar karena kewenangannya tidak jelas.
“Kalau di pelabuhan-pelabuhan lain sudah jelas peran kementerian-kementerian, sehingga bisa didigitalisasikan secara optimal. Tidak demikian di Batam. Kita tidak bisa touching Batam terlalu dalam karena kewenangannya masih bermasalah,” tukasnya.
Menurutnya, Stranas PK juga sudah meminta ke Dewan Nasional KEK dan Kemenko Perekonomian agar meng-clear-kan urusan tersebut.
“BP Batam harusnya bekerja sama dengan kementerian-kementerian yang sudah berpengalaman. Tinggal dikerjasamakan saja dan pelayanannya disamakan dengan pelabuhan lainnya. Kalau tidak begitu, akan babak belur terus seperti ini,” cetusnya.
Dia mencontohkan, Stranas PK telah merekomendasikan beberapa kewenangan yang dimiliki BP Batam, seperti soal kepelabuhanan.
Sebaiknya dikembalikan ke kementerian yang memiliki kewenangan tersebut.
Pun dengan sistem yang sudah ada di Pemerintah Pusat. Jadi, tidak perlu membuat sistem sendiri lagi.
Yang terjadi sekarang, semua masuk ke sistem BP Batam, baru disambungkan ke kementerian/lembaga terkait.
“Kami sendiri sudah mengecek sistem di BP Batam sangat rendah akuntabilitas. Kerap ditemukan data dalam sistem dengan di luar berbeda,” paparnya.
Stranas PK menilai Batam sudah sama dengan kota-kota lainnya di Indonesia. Tidak ada kekhususan lain di sana. Karena itu, usulnya, perlu dilakukan evaluasi soal free trade zone (FTZ) oleh Pemerintah Pusat.
Lebih jauh Toro menguraikan, KPK pernah mengkaji dan mengevaluasi terkait FTZ, dengan segala banyak temuannya.
“Sampai pada kesimpulan bahwa perlu melakukan penataan ulang terhadap tata kelola KPBPB di semua tempat, terutama terkait rencana strategis ulang baik jangka pendek, menengah, dan panjang.
Khusus di Batam, nampaknya tidak ada keuntungan signifikan terhadap keberadaan FTZ. Sama saja dengan kota-kota lainnya,” terangnya.
Pemisahan Jabatan
Stranas PK menegaskan banyaknya proses layanan membuat BP Batam harus benar-benar didampingi dan tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri.
“Sekarang kan tidak. Seolah BP Batam berjalan sendiri, menerapkan kebijakan suka-sukanya, tanpa ada pengawasan langsung. BP Batam itu seperti negara dalam negara karena bebas bikin aturan sendiri yang justru tumpang tindih dengan aturan yang ada,” katanya.
Penyebab lain diduga karena tidak dipisahkannya jabatan Wali Kota Batam dengan Kepala BP Batam (ex-officio).
“Ini juga bermasalah. Idealnya jabatan itu diemban sendiri-sendiri. Kalau Kepala BP Batam paham bahwa itu kawasan bisnis, maka dia juga akan mengerti harus diapakan wilayah tersebut, apa saja yang bisa dikembangkan dan lainnya. Karena BP Batam harusnya murni bicara soal investasi dan ekonomi,” jelasnya.
Pemisahan jabatan ini telah disuarakan Stranas PK tentu setelah melihat sejumlah fakta di lapangan. “Kami berharap rekomendasi-rekomendasi dari Stranas PK bisa mendorong evaluasi menyeluruh sehingga Batam bisa lebih baik lagi kedepannya,” tutupnya. (RN)