BatamNow.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, jenis pajak yang bersifat konsumtif seperti pajak hiburan, pajak hotel, pajak restoran, pajak parkir, serta Bea Pengelolaan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tumbuh cukup tinggi.
Pertumbuhan itu disampaikan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Agus Fatoni dalam Economic Update 2022 CNBC Indonesia, Senin (22/08/2022).
Hal ini, kata Agus Fatoni, mengindikasikan aktivitas ekonomi di daerah yang semakin baik.
Ditambahkannya, selain pajak, retribusi daerah juga mengalami kenaikan cukup tinggi atau 16,6% (year on year/yoy) yang dikontribusikan oleh retribusi pelayanan kesehatan, retribusi tempat rekreasi dan olahraga, retribusi penyeberangan di air, retribusi tempat khusus parkir, dan retribusi penginapan/villa.
Sementara kondisi di Batam sebagai daerah pariwisata dan industri ini menunjukkan tren penurunan pada beberapa jenis pajak yang sama, pada dua tahun belakangan.
Pendapatan pajak daerah yang turun itu dapat dilihat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Kepri atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Batam yang di-publish setiap tahun.
Sebagai daerah parawisata yang bertetangga dengan Singapura dan Johor, Malaysia baik pajak restoran maupun hotel, trennya menurun selama dua tahun.
Tercatat juga pendapatan retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum mengalami penurunan. Pada 2018 terealisasi Rp 7,24 miliar lalu pada 2019 turun menjadi Rp 6,83 miliar. Kemudian turun ke Rp 4,67 miliar pada 2020 dan turun lagi ke Rp 4,36 miliar pada 2021.
Total pajak daerah Batam selama tahun 2021 sebesar Rp 796,65 miliar, atau terealisasi sekitar 84,23 persen dari target Rp 945,74 miliar.
Pendapatan dari sektor perhotelan selama tahun 2021 sebesar Rp 39,12 miliar sementara tahun 2020 sebesar Rp 44,39 miliar, turun Rp 5,27 miliar atau 11,88 persen.
Sedangkan pendapatan dari pajak restoran yang disorot media ini, sebanyak Rp 63,88 miliar selama tahun 2021 dan di tahun 2020 sebanyak Rp 66,97 miliar, turun Rp 3,09 miliar atau 4,6 persen.
Untuk pajak hiburan, totalnya Rp 10,73 miliar pada 2021 sementara pada 2020 sebesar Rp 15,38 miliar, turun Rp 4,65 miliar atau 30,23 persen.
Pendapatan pajak parkir pada 2021 terealisasi Rp 5,48 miliar sementara pada 2020 mencapai Rp 5,78 miliar, turun 5,1 persen.
Pada tahun 2020, total pendapatan pajak daerah Kota Batam sebesar Rp 755,87 miliar, sementara tahun 2019 realisasinya Rp 934,45 miliar, turun Rp 178,58 miliar atau 19,11 persen.
Dibanding tahun 2019, hampir seluruh jenis pajak daerah Kota Batam mengalami penurunan realisasi pada tahun 2020, kecuali Pajak Penerangan Jalan (PPJ) dan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Penurunan terbesar pada pendapatan pajak hotel, dari Rp 123,26 miliar pada 2020 turun Rp 78,87 miliar (63,98 persen) menjadi Rp 44,39 miliar pada 2021.
Agus Fatoni sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia, mendorong kemandirian fiskal di daerah. Agus bilang, akan terus melakukan inovasi, dengan terobosan-terobosan baru demi meningkatkan PAD-nya. Kemendagrin juga mendorong agar daerah meningkatkan investasi, sehingga pendapatan daerah naik dan ekonomi akan bergerak.
“Kemudian merasionalisasikan anggaran, membelanjakan yang penting. Juga mengurangi jumlah pegawai yang memang tidak diperlukan, sehingga ini (pegawai) harus dikurangi,” jelas Agus.
“Hingga pada akhirnya belanja pegawai itu kalau bisa hanya tersisa 30% saja, sehingga lebih banyak digunakan untuk kepentingan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” jelas Agus lagi.
Jokowi Transfer Rp 800 T ke Daerah, Habis “Dibagi” PNS
Soal anggaran APBN yang mengalir ke daerah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengakui, bahwa dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebagian besar hanya digunakan untuk membayar gaji pegawai negeri sipil (PNS) daerah. Sehingga peruntukannya bukan untuk pembangunan dan mensejahterakan rakyat di daerah alias tidak produktif.
Agus menjelaskan saat ini pendapatan asli daerah (PAD) di sebagian besar provinsi di Indonesia masih minim. Sehingga pendapatannya itu belum bisa memenuhi kewajiban operasional daerah.
“Jadi, daerah itu pendapatan aslinya lebih kecil dibandingkan jumlah transfernya (TKDD). Ini jadi problem. Karena pendapatannya kecil, tentu belanja pembangunannya jadi kecil, karena dana transfer itu banyak digunakan untuk belanja pegawai,” jelasnya.
Kementerian Keuangan mencatat, dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) pada APBN 2022 disepakati melalui Perpres 98 Tahun 2022 sebesar Rp 804,8 triliun. Adapun hingga 31 Juli 2022, realisasi TKDD sudah tersalurkan sebanyak Rp 413,6 triliun atau 51,4% dari pagu anggaran.
Sementara pendapatan asli daerah hingga Juli 2022 mencapai Rp 142,15 triliun. Terdiri dari pajak daerah Rp 102,19 triliun, retribusi daerah Rp 4,73 triliun, hasil pengelolaan kekayaan daerah (PKD) sebesar Rp 7,16 triliun, dan lain-lain PAD yang sah sebesar Rp 28,07 triliun.
Pajak daerah pada Juli 2022 turun 1,7% dibandingkan Juli 2021, dari Rp 104 triliun menjadi Rp 102,19 triliun. Penurunan terbesar berasal dari penurunan pajak kendaraan bermotor (PKB) yang sebesar Rp 8,6 triliun. (*)