BatamNow.com – BP Batam, belakangan ini visinya merosot ke level pedagang eceran mengurus retribusi-retribusi murahan yang mengeksploitasi masyarakat, kata Anggota DPRD Provinsi Kepri Uba Ingan Sigalingging menjawab BatamNow.com, Senin (01/02/2021).
BP Batam kini visinya bukan lagi mendatangkan investasi unggulan semacam transhipment, industri, manufacturing dan sebagainya.
Statement itu disampaikan Uba menjawab BatamNow.com atas “buka-tutup” Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 28 Tahun 2020.
Perka ini salah salah satunya mengatur tentang Pengelolaan Tarif Layanan dan Tata Cara Pengadministrasian Keuangan Sumber Daya Air, Limbah dan Lingkungan pada Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan.
Sasaran Perka itu salah satunya, pengenaan tarif retribusi terkait akses masuk di kawasan Waduk Duriangkang.
Namun tetiba saja General Manager Sumber Daya Air, Limbah dan Lingkungan BP Batam Ibrahim Koto melansir ke media akan melakukan revisi terhadap Perka tersebut karena munculnya pro dan kontra di masyarakat.
“Karena pro dan kontranya menyangkut kompleksitas daripada masyarakat, maka kita (BP Batam) akan melakukan revisi. Dan Insya Allah dalam waktu dekat. Oleh karena itu, pengenaan tarif yang terkait dengan akses masuk dan keluar di kawasan tersebut sementara tidak kita berlakukan,” jelasnya.
Kebijakan yang mencla-mencle dari Kepala BP Batam inilah yang dikritisi oleh Uba.
Dia heran mengapa BP Batam semudah itu “buka-tutup“ Perka. Kenapa segampang itu menerbitkan Perka, sementara belum dikaji komprehenshif dampak sosial kemasyarakatannya.
“Ini memalukan, kok sekelas BP tidak menunjukkan ketidakmampuan mendatangkan investasi, malah mengurusi sekelas pedagang eceran,” ujar Uba kesal.
Pantauan BatamNow.com memang belakangan ini setelah Kepala BP Batam dijabat Ex-Officio Wali Kota Batam Muhammad Rudi, BP Batam cenderung berbisnis dengan rakyatnya.
Lihatlah bisnis air minum yang mendapatkan cuan diperkirakan Rp 300 Miliar setahun. Cuan ini diperoleh dari hasil penjualan ke masyarakat dengan harga penjualan rata-rata Rp 6.500 per m3.
Sementara pihak outsourcing untuk operation & maintenance (OM) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) PT Moya Indonesia hanya dibayar Rp 3.366 per m3. Praktis keuntungan BP Batam Rp 3.134 per m3.
Seharusnya keuntungan BP Batam itu tidak perlu sebesar ini karena NEGARA tidak boleh berbisnis ke rakyatnya. Apalagi air minum ini adalah hak dasar rakyat, hajat hidup orang banyak. Dalam beberapa kesempatan selama ini, BP Batam kerap memposisikan dirinya sebagai perwakilan negara.
Selain bisnis air minum ini, BP Batam ke depan akan membebani masyarakat Batam dengan retribusi tinja lewat proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau Waste Water Treatment Plant (WWTP).
Selain itu, dalam waktu dekat BP Batam juga akan membuka Mini Zoo yang didahului dengan beberapa ekor rusa.
Lain lagi soal kenaikan retribusi parkir di Bandara dari Rp 2.000 ke Rp 4.000 untuk roda empat. Dan Rp 1.000 menjadi Rp 2.000 untuk roda dua.
Visi bisnis seperti inilah yang kini giat diseriusi oleh BP Batam.
Menurut Uba, BP Batam sekarang sudah keluar dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi), malah mengurusi sekelas bisnis eceran.(P)