Kembali ke inefisiensi. Jika air minum dari pengelola SPAM Batam dapat diminum langsung, mengapa dominan konsumen justru membeli air minum produk lain dengan harga yang jauh lebih mahal?
Bayangkan harga 1 galon besar air isi ulang dengan isi 19 liter Rp 13.000,- Bandingkan dengan harga air minum oleh pengelola SPAM Batam rata-rata Rp 6.000 per m3 (1.000 liter).
Dengan opsi seperti itu, betapa borosnya konsumen mengeluarkan biaya ekstra hanya untuk air minum.
Bukankah juga dengan kondisi begitu, telah terjadi pemborosan “nasional”.
Dan tidakkah itu membuat masyarakat menjadi konsumtif dan dapat menimbulkan terjadinya inflasi di Batam?
Bisa jadi air SPAM Batam itu lebih banyak digunakan konsumen hanya untuk keperluan mandi, cuci piring, pakaian dan keperluan lain di kamar mandi (toilet).
PP 122 tahun 2015 pasal 2 menjamin terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan HARGA yang TERJANGKAU.
Apakah masyarakat Batam menyadari ini, khususnya masyarakat dengan ekonomi lemah?
Menilik UU, PP dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), kualitas air minum yang didistribusikan oleh pengelola SPAM BP Batam-PT Moya Indonesia ke konsumen, masih harus dipertanyakan kualitas kesehatannya.
Ini tentu bila merujuk dari definisi air minum yang sudah dijelaskan di atas, namun masih kerap ditemukan kucuran air keruh.
Pada pasal 2 dalam PP 122/2015 menyebut, setiap penyelenggara SPAM, wajib menjamin air minum yang diproduksinya aman bagi kesehatan.
Menjamin maksudnya di sini, mesti dipublis secara terbuka dan masif, lengkap dengan parameter kesehatannya.
Pengawasan Eksternal Harus oleh Dinas Kesehatan Kota
Lalu instansi mana sebenarnya yang punya legal standing menjamin kualitas kesehatan air minum yang didistribusikan pengelola PT Moya ke konsumen?
Merujuk ke Permenkes 492 Tahun 2010, jaminan air minum sehat dapat diminum harus lewat pengawasan kesehatan pihak eksternal.
Pada pasal 4 ayat (2) Permenkes, “pengawasan air minum secara eksternal merupakan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.”
Lalu apa kata Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Batam Didi Kusmarjadi atas jaminan pengawasan kualitas air minum ini?
“Kami sudah pernah melakukan inspeksi mutu air minum di Batam yang dilakukan oleh kementerian pada tahun 2020 dengan hasil inspeksi bagus,” ujarnya ke BatamNow.com.
Namun di waktu berbeda, Didi mengatakan belum melakukan inspeksi tetapi baru akan melakukannya tahun ini (Tahun 2021) secara mandiri oleh Dinkes Kota Batam.
“Kita baru akan lakukan tahun ini secara mandiri. Kita tidak terlalu mendalam seperti pertanyaan itu,” kata Didi menjawab BatamNow.com, Sabtu (23/01/2021).
Didi juga menambahkan dalam hal inspeksi itu, pihaknya tidak terlalu mendalami. Apalagi belum memiliki atau mengajukan anggaran dalam hal pengawasan ini. Anggaran pengadaan laboratorium dan tenaga skill untuk itu.
Didi pun menyarankan BatamNow.com untuk bertanya ke Kepala Seksi (Kasi) Dinkes.
Kasi Eko mengatakan ke media ini, studi kelayakan/inspeksi sudah pernah dilakukan bersama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Desember 2020.
Namun ketika BatamNow meminta hasil inspeksi lewat laboratorium Kemenkes itu, termasuk parameter yang ada, dia jawab belum ada.
Eko mengakui hasilnya baik, tapi Eko mengatakan hasil inspeksi itu belum diterima pihaknya dari Kemenkes.
Lalu bagaimana pihak Dinkes Batam menyimpulkan hasil air minum itu baik, sementara hasil inspeksinya belum diterima dari Kemenkes? Dan bukankah lewat Permenkes itu sudah diberi ororitas ke Dinkes Kota untuk menginspeksi sendiri dan mengumumkan hasilnya?
Eko pun mengatakan inspeksi selanjutnya akan dilakukan bulan Februari 2021, tapi tak dijelaskan oleh siapa.
Hasil inspeksi pertama saja belum diterima, tapi inspeksi kedua akan dilakukan.
Adakah indikasi hasil inspeksi pertama kurang baik, sehingga dilakukan inspesksi ulang dalam kurun waktu sebulan lebih?
Parameter Inspeksi Pengawasan Kualitas Sehat
Permenkes 492 pasal 4 ayat (2) mengatakan, pengawasan kualitas air minum secara eksternal merupakan pengawasan yang dilakukan oleh Dinkes Kota atau oleh KKP khusus untuk wilayah kerja KKP.
Sedangkan yang dimaksud pengawasan kualitas air minum eksternal itu meliputi inspeksi sanitasi, pengambilan sampel air, pengujian kualitas air, analisis hasil pemeriksaan laboratorium, rekomendasi dan tindak lanjut.
Itulah mungkin mengapa dalam pengawasan itu Permenkes menunjuk Kadinkes Kota atau Kabupaten agar bisa lebih dekat dan cepat melakukan action inspeksi untuk mengetahui kondisi air minum sebenarnya.
Mengutip Permenkes 492 tersebut, pada pasal 5, Kepala Dinas Kesehatan Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Sedangkan pada pasal 3 ayat (1) menyebut, air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam perameter wajib dan parameter tambahan.
Pada ayat (2) mengatakan, parameter wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan persyaratan kualitas air minum yang wajib dii- kuti dan ditaati oleh seluruh penyelenggara air minum.
Parameter-parameter inilah yang seharusnya dijelaskan oleh Kadinkes Kota Batam ke publik. Apakah kualitasnya sudah dijamin sesuai standar dari Permenkes itu.
Hampir Tiga Bulan Transisi Pengelolaan SPAM Batam
Pengelolaan SPAM Batam, sejak 15 November 2020, berada di tangan BP Batam bersama PT Moya Indonesia.
Para pengelola, tampaknya, belum pernah mempublis secara spesifik dan komprehenshif parameter kualitas kesehatan air minum Batam, pasca peralihan dari pengelola lama.
Kecuali publikasi kisruh di transisi pengelolaan SPAM antara konsumen dengan pengelola.
Malah di tengah kisruh itu tagihan konsumen yan gmeroket dan kualitas air minum yang masih dipertanyakan ini, BP Batam-PT Moya berasyik masyuk, bagi-bagi cuan Rp 20 Miliar : Rp 20 Miliar.
Posisi PT Moya, dijelaskan Dendi, adalah outsourcing untuk operating and maintanance (OM) SPAM.
Namun bentuk kerja sama keduanya sering dipertanyakan publik karena dianggap kerap terjadi tumpang-tindih.
Sepatutnya informasi ini wajib dibuka secara terang benderang kepada publik karena menyangkut jaminan kesehatan konsumen.
Mengenai itu sudah diatur juga di UU 17 Tahun 2019, PP 122 tentang SPAM dan di UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Hak Konsumen sesuai UU No 8 Tahun 1999, pasal 4 ayat (3) mengatakan, hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Tapi baik BP Batam dan PT Moya lagi-lagi seakan tak hirau atas UU ini.
PT Moya Indonesia, perusahaan taipan yang tergabung di Salim Group, masuk ke Batam berdagang air.
Semoga kesehatan masyarakat Batam yang mengkonsumsi air minum SPAM selama ini, aman-aman saja.(Tim)