BatamNow.com, Jakarta – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memastikan terus mendampingi warga Rempang dalam mempertahankan hak-haknya, pasca terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2023 perubahan atas Perpres 62/2018.
Perpres itu mengatur tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional.
Kini BP Batam gencar mensosialisasikan Perpres tersebut, seolah menunjukkan hasrat untuk sesegera mungkin menggusur warga Rempang berlandaskan Perpres itu.
Sebelumnya Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang berencana menggugat BP Batam ke PTUN atas dugaan terjadinya maladministrasi dan perbuatan melawan hukum dalam penanganan dampak sosial masyarakat Rempang terkait Eco-Rempang City sebelum Perpres 78 Tahun 2023.
Selain perdatanya, kata Edy Kurniawan Wahid dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini, lewat mekanisme tindak pidana dugaan korupsi pun, BP Batam akan dilaporkan kepada penegak hukum.
Beleid terbaru yang diteken Presiden Jokowi pada 8 Desember 2023 ini seolah menjadi legalitas kuat untuk menghapus kesejarahan kampung yang dimiliki warga Rempang secara turun-temurun mendiami pulau itu sejak seratusan tahun silam.
“Sejak keluar Perpres 78/2023, nampaknya Kepala BP Batam (ex-officio) langsung gencar melakukan sosialisasi. Seolah menunjukkan ada niat besar untuk menggusur warga Rempang secara masif. Bahkan seolah Perpres ini menjadi senjata ampuh untuk menggusur warga yang telah ada sejak nenek moyangnya di pulau tersebut,” kata M Islah, Deputi Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) kepada BatamNow.com, di Jakarta, Jumat (29/12/2023).
Dia mengatakan, dengan peraturan tersebut terkesan menjadi satu siasat hukum mempermudah untuk menggusur warga Rempang.
“Kan di Perpres itu tertulis ‘Demi kepentingan pembangunan, demi kepentingan PSN, demi kepentingan pembangunan ekonomi, dan sebagainya. Tapi ‘demi-demi’ tersebut tidak ada kata-kata ‘demi untuk rakyat’. Harusnya yang dibuat regulasi untuk memperjuangkan hak-hak rakyat,” ujar Islah.
Islah menegaskan, harusnya tidak boleh ada aturan yang seolah hanya memudahkan satu pihak dan menyengsarakan pihak lainnya. Dalam hal ini penggusuran rakyat demi investasi.
“Harusnya yang keluar adalah Perpres di mana hak-hak rakyat dilindungi, rakyat tidak digusur, tidak diusir, tidak digeser atau apapun namanya dari ruang hidupnya,” tegasnya.
Menurutnya, Perpres 78/2023 ini seperti mau memperlemah warga Rempang dalam memperjuangkan dan mempertahankan ruang hidupnya.
Oleh karena itu, masyarakat setempat harus kuat dan berani melakukan perlawanan menolak regulasi tersebut.
Islah menegaskan, kalau sampai gegara Perpres 78/2023 ini muncul upaya paksa untuk memindahkan warga Rempang, maka itu masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
“Masyarakat kan punya hak hidup dan penghidupan, termasuk hak untuk bertempat tinggal. Hak-hak itu harusnya dipenuhi oleh negara. Dalam HAM ada tiga hal, negara harus menghormati HAM, menjamin HAM, dan memenuhi HAM dalam HAM tidak ada disebutkan khusus untuk investor asing saja. Karenanya, itu bentuk penyelewengan,” urainya.
Dia kembali menegaskan bahwa warga Rempang punya hak mempertahankan ruang hidupnya.
Islah meminta warga Rempang memahami hal tersebut sehingga tidak seenaknya saja mau digusur. “Kalau Rempang sampai jebol, maka hal yang sama kemungkinan bisa terjadi juga di daerah-daerah lain,” serunya. (RN)