Catatan Tim Redaksi BatamNow.com
78 tahun sudah Indonesia merdeka dari belenggu penjajah, namun sulit menafikan jika masih ada hak hidup rakyat negeri ini yang masih “dijajah oleh bangsanya sendiri”.
Hak atas air sebagai kebutuhan hidup yang mendasar bagi puluhan ribu warga di Batam yang hingga kini belum terbebas dari belenggu pelayanan buruk pengelola SPAM BP Batam.
Padahal konstitusi negara dan peraturan perundang-undangan menjamin kelancaran hak dasar (air) rakyat itu.
Pengelola tak menjalankan penuh kewajibannya sebagaimana perintah undang-undang. Misalnya UU 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA) dan PP No 122 Tahun 2015 tentang SPAM.
Kontinuitas aliran air minum perpipaan harus mengalir dan dapat diakses warga pelanggan selama 24 jam dalam sehari. Negara menjamin itu lewat ketentuan perundang-undangan.
Namun pada praktiknya di lapangan masih jauh dari jaminan negara itu.
Masih banyak rakyat Batam menderita karena tak dapat mengakses air minum 24 jam sehari.
Bertahun sebagian masyarakat Batam sengsara didera pelayanan buruk pengelola SPAM BP Batam.
Negara dengan ideologi Pancasila-nya, mengharuskan terciptanya keadilan sosial dan terpenuhinya hak masyarakat dan kedaulatannya atas air oleh pengelola SPAM yang beradab.
Tapi pengelola SPAM justru seperti mengabaikan sila ke-2 dan ke-5 Pancasila: Kemanusiaan yang adil dan beradab; serta Keadikan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam satu konvensi, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah pula menetapkan air minum sebagai hak asasi manusia.
Dan bukan saja tentang kecukupan dan ketersediaanya, jaminan kesehatan air minum itu juga harus sehat dikonsumsi.
Namun bagi pengelola SPAM BP Batam dan perusahaan mitranya, kewajiban itu seperti dianggap angin lalu saja, sementara dari sisi masyarakat pelanggan sudah sangat taat melaksanakan kewajibannya.
Para pengelola SPAM tampak cenderung lebih berpikir “money-oriented” di pengelolaan air ini dan terkesan mengabaikan ketentuan Negara.
Paling tidak dapat dilihat dari ketiadaan sanksi dari pemerintah kepada pengelola di setiap pelayanan buruk yang mereka lakukan, selama ini.
Bercermin dari kondisi itu, sebagian rakyat Batam kini belum merdeka di negerinya sendiri terkait ketersediaan air minum sebagai hak asasinya.
Warga masih harus berjuang hidup selama bertahun dalam belenggu “oligarki” di penyediaan hajat hidup ini.
Mungkin kondisi ini sangat tepat dengan narasi pidato Bung Karno yang disuarakan, dulu. “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri“. (*)