BatamNow.com – Ternyata uang tagihan Pemko Batam “mangkrak” di mana-mana. Banyaknya Rp 449 miliar.
Piutang mangkrak itu bagian dari akumulasi piutang per tahun 2020 sebanyak Rp 848 miliar.
Sedangkan menurut BPK, piutang mangkrak itu berpotensi tidak dapat ditagih.
Sebagai contoh, piutang Pemko Batam sebanyak Rp 926 juta atas retribusi pengendalian menara telekomunikasi.
Dalam laporan keuangan Pemko Batam tercatat piutang Rp 275 juta atas nama Telkomsel. Piutang itu tercantum di temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2019.
Namun catatan di laporan keuangan Pemko Batam itu, justru tak diakui oleh pihak Telkomsel.
Dalam penjelasan di LHP BPK menyebut sempat terjadi perdebatan antara Pemko Batam dengan Telkomsel, atas piutang itu.
Kemudian BPK menyebut piutang retribusi pengendalian menara sebesar Rp 926 juta itu berpotensi tidak dapat ditagih lagi oleh Pemko Batam.
Piutang pengawasan menara itu bukan hanya di Telkomsel. Ada pada pemilik menara lain. Tercatat sekitar Rp 651 juta.
Piutang bentuk lain pun masih banyak lagi. Di mana-mana. Ada piutang tak tertagih atas pajak reklame, PBB, retribusi persampahan, pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), retribusi parkir.
Ada lagi piutang kesehatan RSUD, pengelolaan air bersih, piutang bunga denda dana bergulir dan masih banyak lagi.
Piutang PBB Rp 531 Miliar
Selain piutang yang diurai di atas, piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) saja per tahun 2020 ternyata menumpuk di Rp 531 miliar.
Dari total piutang PBB ini, sekitar Rp 141 miliar adalah pelimpahan piutang ketika penagihan pajak ini masih di tangan Pemerintah Pusat.
Nah tahun 2013 pemerintah melimpahkan penagihan PBB ke daerah. Tapi piutang justru malah membengkak sekitar 200 persen.
Posisi piutang Pemko Batam yang dipaparkan itu semua tercantum dalam temuan BPK di LHP tahun 2020.
Sebagaimana laporan keuangan tahun 2020, Pemko Batam mencatatkan akumulasi piutangnya Rp 848 miliar.
Total piutang ini mencapai 33 persen dari total APBD tahun 2020 sebesar Rp 2,577 triliun.
Sedangkan piutang mangkrak yang Rp 449 miliar itu, mencapai 53 persen dari total piutang. Dan piutang macet ini mencapai 17,4 persen jika dibandingkan total APBD tahun 2020.
Outstanding piutang Pemko Batam yang cukup fantastis ini pun memantik tanya dari Ketua Lembaga Investigasi (LI) Tipikor Kepri Panahatan SH atau sering dipanggil Atan ini.
“Piutang macetnya, cukup besar. Apakah benar-benar piutang atau bagaimana. Benar ada nggak atau tak ditagih,” kata Atan kepada media ini, Jumat (25/06).
LI Tipikor Kepri mengatakan, “apakah total piutang Pemko ini salah satu unsurnya bersumber dari pelimpahan dari rekening titipan ke kas daerah (Kasda) secara manual yang oleh BPK bermasalah?”
Karena, menurut hemat Atan, salah satu unsur fraud bersumber dari cara-cara pembayaran manual yang dilakukan di era digitalisasi 4.0 ini.
Sedangkan pihak Bank Riau Kepri (BRK) Batam selama ini, memaksakan membuka rekening titipan dan mentransfernya secara manual ke rekening Kasda?
LI Tipikor Kepri menduga cara-cara yang dilakukan BRK Batam itu akan berpotensi berdampak kepada kerugian negara.
Sementara, menurut Atan, bentuk piutang Pemko Batam ini pun banyak yang aneh.
Misalnya, pada piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang jumlahnya tercatat Rp 531 miliar. “Kok sebesar ini ya. Apa benar-benar ditagih ya dan bagaimana cara menagihnya,” katanya nada heran.
Belum lagi soal piutang retribusi parkir. “Kan uang parkir itu cash dari wajib retribusi atau pemilik kendaraan. Kok ada yang berhutang?” tanyanya.
Lain lagi dia bilang soal Izin Mendirikan Bangunan (IMB), “kan orang mengurus IMB mesti melunasi dulu semua kewajiban, lalu diterbitkan IMB.”
Dipertanyakan Efektifitas Kinerja OPD
Atan pun mempertanyakan efektivitas kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemko Batam atas membengkaknya piutang ini.
Sementara dia menggambarkan banyaknya jumlah ASN di Pemko Batam yang kurang lebih 6.000 orang.
“Pemko ini kan penguasa daerah yang bisa dengan ketat menagih pajak dan retribusi dengan sistem yang dibangunnya, mengapa jadi menumpuk begitu,” tanyanya.
“Saya mempertanyakan kinerja Pemko Batam, menagih uang saja tak becus. Atau memang piutang itu hanya angka mati saja. Gimana kebenarannya harus dijelaskan secara terang benderang,” lanjut Atan mempertanyakan.
Atan menambahkan munculnya piutang Pemko Batam ini bukan dari transaksi business to business, tapi ini murni pajak dan retribusi. “Aneh kalau tak bisa ditagih,” tegasnya.
Untuk itu Atan berharap supaya Wali Kota Batam menjelaskan besaran piutang ini ke publik mengapa bisa terjadi. “Mengapa sampai piutang tak tertagih, besar sekali itu,” ujar Atan.
Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Batam Raja Azmansyah, saat dikonfirmasi mengenai piutang ini, tidak merespons.
Demikian juga pimpinan BRK Batam belum menjawab surat konfirmasi yang dilayangkan BatamNow.com. Kamis (24/06).
Sementara di rapat dengar pendapat (RDP), baik pihak BRK maupun BPPRD belum menjawab substansi pertanyaan dari anggota Komisi II DPRD Kota Batam.
Padahal beberapa pertanyaan di seputaran ketidakberesan laporan keuangan Pemko Batam, adalah kunci untuk bisa membuka masalah.
Sebelumnya, media ini, beberapa edisi menulis temuan BPK atas rekening titipan yang bermasalah.
Dalam rekening titipan itu tercatat transaksi Rp 455 miliar dari pajak dan retribusi daerah. Rekening titipan itu menurut BPK tak memiliki dasar hukum. Temuan BPK dalam LHP tahun 2020.
Malah kalau dikaitkan dengan temuan LHP BPK, antara BRK dengan BPPRD Batam diduga ada “main mata” dalam pembukaan rekening titipan itu.
Cuman apa motif sebenarnya di balik “ngotot”-nya BRK atas pembukaan rekening titipan itu?
Tampaknya motif itu masih gelap, meski dua kali digeber di rapat dengar pendapat (RDP) oleh Komisi II DPRD Kota Batam.(JS)