BatamNow.com – Tidak hanya jorjoran hingga lahan di bawah tower aliran listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) pun dialokasikan BP Batam.
Namun isu klasik tentang uang ‘fee siluman’ lahan BP Batam pun masih ramai dibincangkan publik Batam, mewarnai riuhnya omon-omon para calon wali Kota Batam di Pilwako kali ini.
Ramai diperbincangkan, disebab uang “fee siluman” diisukan merangkak naik belakangan mendekat Pilkada Kepri dan Pilwako Batam.
Isu uang fee siluman lahan di Batam Center, misalnya, bisa merangkak sampai Rp 3 juta per meter persegi (m²), bahkan disebut bisa lebih dari angka itu.
Satu angka harga lahan baru per meter di Batam yang sulit dipercaya.
Dapat disimpulkan jika luas lahan yang dimohon atau yang dialokasikan BP Batam mencapai 1 hektare saja, biaya yang harus dikeluarkan pemohon dengan uang siluman mencapai Rp 30 miliar per hektare.
Banyak yang heran soal tarif siluman itu. “Ya tak masuk akal memang karena status lahan di Batam hanya hak sewa, tapi bursa pasarnya memang begitu,” kata salah seorang anggota REI Kota Batam.
Sementara tarif Uang Wajib Tahunan (UWT) 30 tahun pertama atas lahan negara yang dialokasikan BP Batam di kawasan Batam Center, hanya Rp 170.900 per meter persegi, atau Rp 1,7 miliar lebih per 30 tahun untuk 1 hektare.
“Isu uang fee siluman lahan dengan tarif yang seakan sulit dipercaya memang, namun itu ibarat kentut,” kata Akuang (nama samaran), salah satu pengusaha Batam ini.
Lahan di Batam Center, khususnya lahan kosong mulai area dari One Batam Mall hingga ke sebelah depan gedung “Elang Emas” kantor BP Batam, satu hamparan lahan yang seksi, kini, di Batam.
Pantauan BatamNow.com di lapangan, ada 4 lokasi lahan di sana yang ditarik BP Batam dari pemilik alokasi semula dan yang disebut menjadi ‘rebutan’ para pemohon tertentu.
Dan luas setiap lokasi itu rerata hanya di bawah 1 hektare, tapi lokasinya berada di kawasan komersil yang strategis.
Disebut lahan itu jadi rebutan karena keterbatasan lahan komersil di kawasan itu sehingga memicu tarif fee siluman semakin merangkak.
Dua lokasi sudah resmi dialokasikan ke perusahaan pemohon baru, namun 2 lokasi masih disebut kosong, tapi bukan kotak kosong Pilwako.
Satu lokasi persis di hook eks lokasi super market Batara yang terbakar beberapa tahun lalu. Dan satu lagi, disebut terpaut dengan lahan eks Batara.
“Dua lokasi itu menjadi rebutan para pengusaha kelas ‘naga’ di Batam dengan uang fee siluman yang fantastis,” kata Akong, juga nama yang disamarkan.
Menurutnya, pun pengusaha yang mendapat lahan itu dipastikan harus dari lingkaran para pejabat tertentu di BP Batam, khsusnya pejabat yang punya akses terhadap kebijakan lahan.
“Kalau tak dekat selama ini di pusaran ring 1 BP Batam, jangan harap dapat meski uangnya tak berseri,” tambah Akong.
Bahkan beredar kabar yang belum terkonfirmasi bahwa setiap setoran uang siluman oleh pengusaha tertentu dengan jumlah yang besar, kerap disetor di Singapura.
Lantas apa kata BP Batam atas isu uang fee siluman lahan yang lagi santer itu?
Direktur Pengelolaan Pertanahan (Dirhan) BP Batam, Ilham Eka Hartawan seperti menutup diri belakangan pasca-penggeledahan ruangan arsip tanah di kantornya di lantai 2 oleh penyidik Polresta Barelang pada September lalu.
Dikonfirmasi lewat WhatsApp, tampak akses hanpdhonenya tak aktif. Dicoba temui ke kantornya di lantai 2 gedung BP Batam, direksi BP Batam yang diisukan “doyan” main judol ini, pun tak dapat ditemui dengan berbagai alasan dari stafnya.
Demikian juga Kabiro Humas BP Batam, Ariastuty Sirait, tak merespons konfirmasi media ini.
Isu mafia lahan, uang fee siluman untuk mendapatkan alokasi lahan di Batam bukan isu baru.
Pengalokasian lahan negara itu tak pernah sepi dari isu kentalnya transaksi di bawah meja.
“Jikalau itu benar terjadi, negara kalah dengan para mafia lahan yang memperkaya dirinya sendiri dan bermain dengan power kekuasan oknum di BP Batam,” ujar Hardiyaman, pemerhati pengawasan pejabat publik ini.
Setahu Hardiyaman, selama isu karut-marut penanganan lahan belum pernah ada pejabat BP Batam yang terjerat hukum dan masuk penjara.
Tampaknya, ujarnya, para aparatur penegak hukum (APH) di Batam cukup ramah menanggapi isu mafia lahan ini.
Pihak Kejati Kepri, misalnya, pernah memanggil Dirhan BP Ilham Eka Hartwan, namun disebut hanya meminta keterangan saja. Setelah itu panggilan selanjutnya, tak ada lagi.
“Mungkin saja sikap itu satu pilihan yang lebih aman dan nyaman, dibanding harus melakukan tindakan hukum namun berakhir mencla-mencle alias seperti gertak sambal,” kata Ediman SH, pemerhati kebijakan publik ini.
Apa yang dikatakan Ediman ada benarnya jika berkaca dari peristiwa baru-baru ini dimana penyidik Polresta Barelang, tetiba saja merangsek menggeledah ruang lantai 2 gedung BP Batam terkait pengusutan kasus cut and fill lahan hutan lindung di Tiban.
Satu tindakan penggeledahan yang sempat menghebohkan dan membuat panik seisi gedung “Elang Emas” BP Batam, kala penggeledahan karena disebut baru pertama kali terjadi sepanjang sejarah BP Batam.
Penggeledahan untuk mencari berkas bukti dugaan kasus pidana lahan milik PT Karlina Cahaya Loka yang tengah diusut penyidik Polresta Barelang.
Pengusutan oleh penyidik Polresta Barelang yang sungguh diapresiasi publik.
Namun sudah hampir sebulan, pengusutan kasus itu dituding melempem dan bahkan diisukan sudah “masuk angin”.
Harapan masyarakat atas penegakan hukum khususnya di pusaran mafia lahan yang riuh selama ini, seolah pupus sudah.
Mirip Kapolresta Barelang Heribertus Ompusunggu dalam satu video yang beredar, pernah meyakinkan masyarakat akan mentersangkakan para staf Direktorat Pertanahan (Dithan) BP Batam dengan direkturnya.
Satu video dan pernyataan yang tak dibantah, meski tak pernah membenarkan.
Tampaknya, kepastian tindakan hukumnya di kasus lahan itu tidak seperti yang dipublis selama ini, meski Kasat Reskrim Polresta Barelang AKP Giadi Nugraha menyebut proses pemeriksaan masih tetap berjalan. (red)