BatamNow.com – Komnas HAM RI meminta Wali Kota Batam Muhammad Rudi memberi keterangan atau informasi, terkait penyediaan air bersih (air minum) bagi seluruh masyarakatnya.
Adapun item keterangan dimaksud, mulai dari pengadaan, pengelolaan dan penyaluran air minum serta penentuan tarif harga penjualan air minum.
Permintaan keterangan disebut di atas, sesuai dengan wewenang Pemantauan Komnas HAM RI dalam Pasal 89 ayat (3) UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Selain itu Komnas HAM RI juga meminta Wali Kota mempertimbangkan permohonan masyarakat untuk menyalurkan air minum.
Semua yang dimintakan itu tertuang dalam surat Komnas HAM, Nomor 362/K-PMT/V/2021, tertanggal 10 Mei 2021.
Komnas HAM RI juga berharap, untuk kepentingan pemeriksaan atas pengaduan Gerakan Bersama Rakyat (GEBRAK), Wali Kota Batam supaya melaksanakan agenda kasus dalam 30 (tiga puluh) hari kerja sejak surat tesebut diterima.
Terkuaknya kisruh air minum di Batam ini atas pengaduan LSM GEBRAK, 9 Maret 2020.
Surat pengaduan yang dilayangkan Ketua LSM GEBRAK Agung Widjaja ke Komnas HAM mengenai krisis air minum di Batam, khususnya bagi warga yang bermukim di tempat liar.
Poin lain yang disampaikan, harga air minum per m3 oleh pengelola pihak ketiga ke warga di pemukiman liar itu, di atas tarif yang berlaku.
Agung dalam pengaduannya menyampaikan keberatannya atas perlakuan Pemerintah Daerah Kota Batam yang tidak memberikan layanan air minum bagi masyarakat yang selama ini bermukim di tempat liar.
18 Ribu Pemukim di Tempat Liar Terdiskriminasi Hak atas Air Minum
Dalam rilisnya, Agung menyebut 8 ribu rumah di Batam tidak mendapatkan pelayanan air minum.
Terdapat 10 ribu lainnya mendapatkan air minum, tapi dengan membayar 10 kali lipat dari harga yang berlaku. Mereka adalah masyarakat miskin kota yang bermukim di pemukiman liar atau lazim disebut warga Ruli.
Mereka ada yang sudah lebih 10 tahun tinggal di pemukiman liar yang tersebar di beberapa kawasan di Batam.
Ditambahkan Agung sudah sejak lama LSM GEBRAK meminta kepada BP Batam dan Pemko Batam agar tidak berlaku diskriminatif dalam hal pemenuhan hak atas air bagi warga yang tinggal di Ruli.
Mereka juga adalah warga negara yang sah, dibuktikan dengan kepemilikan dokumen negara, semisal KTP.
Dikatakan Agung, rata-rata pengusaha kios air (pihak ketiga) yang menjual air minum ke pemukiman liar dengan harga Rp 16 ribu per m3. Harga itu jauh lebih mahal dari pelanggan di perumahan permanen, bahkan perumahan elit.
Dijelaskannya, tarif air minum itu berbeda setiap kubikasi dan klasifikasi (tarif progresif).
Contohnya untuk penghitungan golongan Rumah Tangga A (2C), ditetapkan tarif Rp 2.000 untuk pemakaian air 0-10 m3, Rp 2.530 untuk pemakaian 11-20 m3, dikali Rp 5.650 untuk pemakaian 21-30 m3, dikali Rp 8.425 untuk pemakaian 11-20 m3, dan Rp 9.750 untuk pemakaian di atas 40 m3.
Pengaduan kisruh air minum di Batam ini sebenarnya dilayangkan 9 Maret 2020, tapi baru dijawab Komnas HAM 10 Mei 2021.
Lalu apa kata Wali Kota Batam Muhammad Rudi atas surat klarifiasi dari Komnas HAM ini?
Beberapa kali dihubungi BatamNow.com, namun Rudi masih belum merespons.(Panahatan)