BatamNow.com, Jakarta – Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni’am mengatakan perubahan terhadap aturan tata kelola produk halal berdampak pula pada adanya perubahan masa berlaku ketetapan halal. Hal itu menurut Niam sejalan dengan Undang-undang Cipta Kerja atau omnibus law.
Berdasarkan perubahan yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, kata Niam, perusahaan kini diwajibkan untuk memperpanjang masa berlaku ketetapan halal tersebut dalam masa 4 tahun sekali.
“Terkait dengan perubahan tata kelola penetapan kehalalan produk, keputusan fatwa produk itu diperbarui berdasarkan dengan hasil audit perpanjangan sesuai dengan regulasi yang berlaku, berlaku setiap 4 tahun sekali,” ujar Niam dalam Acara Silaturahmi LPPOM MUI dan perusahaan bersertifikat MUI, Senin (31/05/2021).
Padahal menurut aturan sebelumnya suatu ketetapan halal yang dikeluarkan oleh MUI hanya berlaku untuk masa 2 hingga 3 tahun saja. Setelah masa berlaku habis, nantinya, perusahaan akan diminta melakukan audit dan pemeriksaan kembali dari status halal produknya.
“Ketika ada perubahan tata kelola menjadi empat tahun sekali dalam diksi keagamaan Majelis Ulama Indonesia fatwa yang sebelumnya muqayyad dalam durasi waktu 2 atau 3 tahun begitu dilakukan penyesuaian dengan regulasi baru menjadi 4 tahun, maka butuh konsolidasi dan juga butuh penanganan teknis kembali,” ucap Niam.
Karenanya, MUI mengimbau kepada perusahaan yang telah memiliki ketetapan halal dari MUI untuk dapat segera mengurus konversi masa berlaku ketetapan halal produknya dari yang semula hanya 2 tahun menjadi 4 tahun.
“Ini semata untuk kepentingan kepatuhan di dalam penatalaksanaan dan juga tata kelola penetapan kehalalan suatu produk sesuai dengan regulasi yang baru,” kata Niam.
Proses tersebut wajib dilakukan oleh perusahaan pemilik merek produk tertentu, karena menurutnya jaminan kehalalan suatu produk jelas wajib dipenuhi sebelum dapat dikonsumsi secara umum. Sehingga perusahaan diminta mengikuti aturan yang telah ditetapkan regulasi yang ada saat ini.
“Pada hakikatnya fatwa begitu sudah ditetapkan pada durasi waktu tertentu asumsinya jaminan kehalalan untuk proses produksi dan juga penetapan kehalalannya itu muqayyad, terbatas pada waktu tertentu yang sudah ditetapkan di dalam proses pemeriksaan dan juga penetapan kehalalannya,” kata Niam.
“Karena itulah dibutuhkan tata kelola baru serta pemahaman yang utuh, komprehensif dan juga terkonsolidasi sesuai dengan regulasi yang baru itu,” tutupnya.(*)