BatamNow-Izin Usaha Niaga Umum (IUNU) non Pertamina diduga disalahgunakan oleh oknum perusahaan PIUNU.
PIUNU adalah penyalur dan sekaligus importir BBM non Pertamina.
Disebut ada belasan perusahaan PIUNU di Batam. Malah disebut terbanyak se-Indonesia.
Pihak Pertamina Marketing Operation Region (MOR) I di Batam ketika hendak ditemui BatamNow, sedang di Medan.
Surat konfirmasi dari BatamNow, hingga berita ini dimuat, belum dijawab manajer Marketing Pertamina Batam.
Namun salah satu AGEN minyak di Batam mengungkap borok atau modus perusahan Niaga Umum itu ke BatamNow.
Sumber yang meminta namanya tak ditulis mengungkapkan ke media ini tentang adanya permainan beberapa okum PIUNU itu.
Disebutkan, modus-modus pemegang PIUNU atas kuota impor dari BPH (Badan Pengatur Hilir (BPH) Minyak dan Gas (Migas) itu.
“Misalnya ketika oknum PIUNU mendapatkan kuota impor dari BP Migas 1.000 kilo-liter (kl-red), tapi yang resmi beli dari luar negeri hanya 100 kl. Sisanya yang 900 kl diperoleh dari kencing minyak di OPL (outer port limit),” ungkap sumber itu.
“Yang 900 kl itu dibeli dengan harga miring,” tambahnya. Dari harga miring inilah mereka mengeruk untung yang besar.
Menurut sumber, permainan oknum PIUNU nakal ini berlindung di balik dokumen impor resmi.
“Mereka main di OPL dari ship to ship. Jadi ketika minyak dibawa masuk ke Kepri dan ada razia petugas di laut, oknum ini hanya menunjukkan dokumen impor itu. Ketika dicek, ya, kuota dokumen impor sesuai dengan muatan kapal. Padahal itu akal-akalannya,” terangnya.
Sebenarnya, ungkapnya, jika diperiksa serius permainan ini, pasti akan terbongkar.
Sumber BatamNow menyebut, itulah salah satu modus operandi oknum mafia BBM termasuk oknum PIUNU nakal.
Selain “main” di OPL, sumber menambahkan oknum di Pertamina Patra Niaga (PPN) juga diduga ikut bermain. Maka ada istilah istilah anak tiri-anak kandung oleh agen penyalur BBM.
Apalagi di saat kondisi stok minyak di pasar sedang terbatas. Ketahuan benar soal diskriminasi itu.
PPN memang distributor tunggal minyak Pertamina. Karena Pertamina tidak diizinkan menjual minyak langsung ke pasar.
PIUNU dan PPN sebenarnya sama-sama niaga umum. Bedanya PIUNU itu swasta dan di bawahnya ada agen lagi. PPN sendiri adalah anak perusahaan Pertamina yang juga mempunyai agen resmi penyalur BBM.
“Saya agen di bawah PPN itu. Dulu saya melengkapi izin untuk jadi agen, syaratnya yang kita lengkapi itu segunung,” ujarnya mengkisahkan.
Tapi, katanya, meski izin segunung dan susah payah mendapatkannya, permainan minyak di lapangan tetap merajalela.
Kegiatan ilegal ini hampir luput dari pengawasan. Apalagi di laut. Karena kepulauan ini dikelilingi laut dan berada di jalur internasional.
“Harapan kami yang langsung di bawah PPN, kami para Agen mesti didahulukan. Nyatanya tak semulus yang diharapkan. Kalau niaga umum yang order ke PPN langsung cepat ditanggapi” kata sumber.
Dia katakan, apalagi di saat kondisi minyak lagi pas-pasan. Para agen sulit menghubungi PPN. “Kecuali Niaga Umum, lancar-lancar saja”, katanya.
“Patut dicari tau ada apa di balik perlakuan tak adil ini,” pinta sumber.
Sementara sumber lain tak menampik soal adanya oknum perusahaan PIUNU yang nakal.
“Orang-orang PIUNU pernah membeli BBM dari kami. Ternyata dia menjual ke luar regional I. Harusnya BBM itu hanya boleh dijual di Kepri di wilayah I sini,” ungkapnya.
Menurutnya, saat itu PPN dari luar, komplain ke PPN regional I di Batam. Karena yang dilakukan perusahaan “nakal” itu, mengganggu pangsa pasar PPN regional lainnya.
Misalnya kasus, Desember 2019 , Ditreskrimsus Polda Jatim berhasil membongkar dugaan penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Sumenep, Madura. Jumlahnya puluh ribuan ton.
Hasil penelusuran polisi, BBM itu dibeli oleh PPI dari PT JE dengan harga Rp 5.700/liter di luar PPn.
Karena terkena berbagai kasus, sekitar Februari atau Maret 2018, pihak PPN akhirnya menyetop penjualan ke PT JE.
Meski sudah distop jatah JE, namun hingga kini perusahan tersebut masih aktif melakukan kegiatan penyaluran BBM.
Sumber itu tidak tau dari mana JE sekarang memperoleh BBM. Padahal tidak dapat jatah lagi dari PPN.
Sementara itu pihak di PPN membantah informasi perlakuan tak adil dari PPN regional I di Batam. Dugaan perlakuan tak adil itu, contohnya, respon yang lebih cepat kepada pemilik PIUNU dibanding ke agen di bawah PPN sendiri.
Sekadar informasi, tahun 2020 kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) sejenis solar yang akan beredar di MOR I, sekitar 149 ribu kiloliter.
Kuota ini naik sekitar 23 ribu kiloliter dibanding tahun lalu. Jenis premium masih di kuota 282.387 kiloliter.
Di celah-celah putaran peredaran BBM inilah para mafia minyak memainkan perannya, termasuk di OPL.
Lalu sampai kapan ulah oknum-oknum ini merajalela?
Mampukah Pemerintah Indonesia memberangus ulah pengacau stabilisasi peredaran migas ini?(*)