BatamNow.com, Jakarta – Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran sebagai turunan dari UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, memberi peluang bagi pemerintah daerah untuk membentuk Unit Penyelenggara Pelabuhan Pemerintah Daerah (UP3D) yang bisa mengelola pelabuhan, baik sebagai regulator sekaligus operator.
“Pemerintah Kepri bisa membentuk Badan Usaha Pelabuhan (BUP) dan UP3D, sehingga mendapat konsensi atau kerja sama lainnya. BUP bisa berbentuk badan usaha milik daerah (BUMD),” kata Sekretaris Jenderal Kerabat Provinsi Kepulauan Riau Jabodetabek (KPKRJ) Capt H Wan Yazid SH dalam keterangannya kepada BatamNow.com, Rabu (20/10/2021).
Melalui BUP, maka pengelolaan kepelabuhanan bisa ditangani oleh daerah. Hal ini, menurutnya, bisa jadi solusi dalam mengentaskan persoalan labuh jangkar yang memanas akhir-akhir ini antara Pemerintah Provinsi Kepri dengan Kementerian Perhubungan.
Ini dikarenakan, per September 2021 ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melarang Pemprov Kepri untuk memungut retribusi dari sektor labuh jangkar. Larangan tersebut tertuang dalam surat nomor UM.006/63/17/DJPL/2021 tentang Penyelesaian Permasalahan Pengenaan Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan oleh pemerintah daerah.
Poin-poin surat tersebut antara lain, jenis objek retribusi yang dipungut oleh pemerintah daerah bersifat closed list, sehingga pemerintah daerah tidak diperkenankan melakukan segala bentuk perluasan objek dari yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD.
Hal lain yang dituangkan adalah Kemendagri dan Kemenkeu akan memproses ketidaksesuaian pengenaan retribusi pelayanan kepelabuhanan, yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kepri. Itu sesuai dengan ketentuan pengawasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2021, tentang PDRD dalam rangka mendukung kemudahan berusaha dan layanan daerah.
Lainnya, Kementerian Perhubungan akan melakukan pengawasan, atas pengenaan pungutan pelayanan kepelabuhanan untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan Kementerian dalam Negeri dan Kementerian Keuangan. Terakhir, Kepala Kantor di Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, tetap melaksanakan pengenaan tarif PNBP sesuai PP Nomor 15 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan.
Yazid menerangkan, tarif pelayanan jasa kepelabuhanan, seperti dalam PM 72/2017, antara lain menyangkut jasa labuh, pemanduan, penundaan, rambu navigasi yang menjadi kewenangan Dirjen Hubungan Laut Kementerian Perhubungan. Sementara untuk tambat (jika dermaga disediakan/ dikelola Pemerintah Pusat) atau tambat dipungut oleh BUP atau pemilik/ pengelola dermaga di pelabuhan. Untuk jasa lainnya, seperti alur pelayaran adalah bagian swasta yang membangun alur bersama Hubla.
Terkait berapa tarif yang dikenakan, sambung Yazid, Dirjen Hubla sepenuhnya sudah menerapkan peraturan perundangan yang berlaku tentang jenis dan macam tarif jenis PNBP yang berlaku di DJPL.
Ketika disinggung kemungkinan permainan mafia dalam labuh jangkar di Kepri, Yazid mengatakan, kecil kemungkinan indikasi ada mafia yang bermain pada persoalan itu.
Dia menjelaskan, untuk tarif jasa kepelabuhanan terbagi dalam dua yakni, Jasa Kapal, seperti jasa labuh, pemanduan, penundaan, rambu navigasi, dan jasa barang antara lain, bongkar muat, mooring master, persewaan fender dan lainnya.
“Tarif-tarif jasa ini ditetapkan melalui kesepakatan antara pengguna jasa dengan pemberi jasa kapal/ barang (pihak kapal/ pemilik kapal/ agen/ perusahaan pelayaran) dengan pihak Pelabuhan/ BUP. Dengan berpedoman pada rumus stuktur tarif yang ditetapkan oleh pemerintah,” urainya.
Yazid mengingatkan bahwa dalam hal jasa kepelabuhanan ada istilah, ‘no cure no pay’. (RN)