BatamNow.com, Jakarta – Wacana redenominasi rupiah masih terus dibahas oleh Bank Indonesia (BI) bersama para otoritas keuangan lainnya. Indonesia juga bisa belajar dari Venezuela yang baru-baru ini telah resemi melakukan redenominasi mata uang negaranya.
Dilansir CNBCIndonesia.com, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan redenominasi rupiah harus dilakukan di timing yang tepat. Sehingga hal ke depan rencana redenominasi rupiah bisa disosialisasikan dengan baik secara masif kepada masyarakat.
“Kita sedang betul-betul mencari timing yang tepat, yaitu pada saat ekonomi sedang stabil. Kalau tiba-tiba BI atau Kemenkeu mengumumkan redenominasi, timingnya gak tepat,” jelas Erwin kepada CNBC Indonesia saat dihubungi melalui video conference, Rabu (01/12/2021).
Timing dan sosialisasi itu, kata Erwin menjadi kunci agar keberhasilan redenominasi rupiah di tanah air bisa sukses dilakukan.
Pasalnya, pada hakikatnya, tujuan redenominasi rupiah itu sendiri, kata Erwin merupakan kebijakan yang positif untuk menyederhanakan rupiah, tanpa mengubah nilai tukarnya.
Nah, sambil menunggu timing yang tepat dan menunggu finalisasi pembahasan redenominasi rupiah oleh BI dan otoritas lainnya, Indonesia juga bisa belajar dari Venezuela yang pada 1 Oktober 2021, memutuskan untuk memangkas enam angka nol di belakang mata uang bolivar.
Belajar dari Redenominasi Bolivar di Venezuela
Untuk diketahui, per Jumat (1/10/2021), pemerintah Venezuela resmi melakukan redenominasi dengan menghapus enam angka nol di belakang mata uang bolivar.
Keputusan tersebut diberlakukan guna mengurangi dampak hiperinflasi dan memudahkan warga untuk menggunakan uang bolivar.
Nilai tertinggi untuk mata uang baru adalah 100 bolivar, bernilai sedikit kurang dari US$ 25 atau sekitar Rp 356 ribu (asumsi Rp 14.200/US$).
Tujuh uang kertas bernilai satu juta bolivar atau pecahan tertinggi dan sangat sulit didapat, hanya bisa untuk membeli satu potong roti.
“(Mata uang) bolivar tidak akan bernilai lebih atau kurang; itu hanya untuk memfasilitasi penggunaannya dalam skala moneter yang lebih sederhana,” kata bank sentral Venezuela setelah mengumumkan perubahan mata uang, dilansir dari Al Jazeera, Rabu (1/12/2021).
Perubahan ini dimaksudkan untuk membuat transaksi tunai dan akuntansi menjadi lebih sederhana. Karena seringkali diperumit oleh serangkaian angka nol yang terlalu banyak.
Selain itu inflasi telah menyebabkan bank membatasi berapa banyak uang tunai yang dapat ditarik individu dalam sehari. Ini memaksa masyarakat di sana untuk menggunakan dolar Amerika Serikat (AS) atau metode pembayaran elektronik.
Itu terjadi ketika produk domestik bruto atau PDB Venezuela telah anjlok hingga 80% sejak 2013 akibat jatuhnya harga minyak dan berkurangnya produksi selama beberapa dekade kekurangan investasi.
Bolivar telah kehilangan hampir semua nilainya hanya dalam lebih dari 10 tahun, merosot hampir 73% pada tahun 2021 saja.
Sementara bank sentral Venezuela tidak lagi mempublikasikan statistik inflasi, Dana Moneter Internasional memperkirakan bahwa tingkat negara itu pada akhir 2021 akan berada di 5.500%.
Bolivar kehilangan tiga angka nol dengan skema redenominasi pada tahun 2008 di bawah kepemimpinan mendiang Presiden Hugo Chavez. Penggantinya, Presiden Nicolas Maduro saat ini, menghilangkan lima nol pada 2018.
Bank mengatakan mereka akan membekukan operasi selama beberapa jam antara Kamis dan Jumat untuk melakukan penyesuaian atas perubahan tersebut. (*)