BatamNow.com – Media ini secara spesifik menyoroti karut marut permasalahan lahan di BP Batam. Dilaporkan secara bersambung.
Data-data sengkarut lahan yang dibeber media ini, bersumber dari data valid hasil temuan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Tahun 2020 yang disajikan di 2021.
Lalu, Ketua DPP LI-Tipikor Kepri Panahatan SH setelah mencermati laporan media ini, meminta Kepala BP Batam Muhammad Rudi untuk mengevaluasi Direktorat Pengelolaan Lahan (sekarang Direktorat Pengelolaan Pertanahan) karena tak maksimal menyelesaikan bejibun masalah lahan itu.
“Kami paling tidak berkaca dari temuan BPK tahun audit 2020 yang diekspos media ini, sudah selayaknya Direktorat Lahan BP Batam dievaluasi total,” ujar Ketua LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara itu.
Catatan BatamNow.com, sengkarut lahan ini bukan hanya tak terselesaikan, malah kebijakan dari Direktorat Pengelolaan Lahan justru ada yang melanggar Peraturan Kepala (Perka) BP Batam itu sendiri, sebagaimana LHP BPK.
“Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Kepala BP Batam Nomor 3 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan pengelolaan lahan sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Kepala BP Batam No 18 Tahun 2020,” demikian salah satu catatan BPK.
“Bagaimana ini, ada kinerja para pejabat di Direktorat Lahan yang melanggar Perka BP Batam. Kok nggak ditindak pejabatnya,” kata Panahatan terheran.
Dilanjutkan Panahatan lagi, catatan lain dari BPK bahwa akibat kinerja Direktorat Lahan yang “ambyar” berisiko terjadinya tumpang tindih penetapan lokasi lahan.
Dia tambahkan, BPK dalam catatan lainnya menyebut BP Batam belum dapat memperoleh potensi pendapatan Uang Wajib Tahunan (UWT) atas lokasi lahan yang jatuh tempo sampai 31 Desember 2020 sebesar Rp 110 miliar. “Itu baru satu poin, belum lagi dalam masalah lain yang nilai rupiahnya cukup besar,” ucapnya.
Nah kondisi itu sebagaimana temuan BPK, disebut karena Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi dan Direktur Pengelolaan Lahan kurang optimal dalam menyelesaikan proses pemutakhiran data lahan, pensertifikasian HPL, penertiban lokasi lahan pada kawasan hutan lindung, penertiban lahan terlantar, penertiban alokasi lahan yang belum memperpanjang dan membayar UWT.
Lain lagi menurut Wibisono SH MH, pengamat perkotaan dan pertanahan ini.
Dia mengutip salah satu rekomendasi lain BPK dalam LHP tahun 2020 itu seperti ini: data alokasi BP Batam belum memadai dan hasil pemeriksaan pada database yang ditampilkan dalam peta lahan dalam portal GIS (Geographic Information System) juga belum memadai.
“Kok sekelas lembaga BP Batam tak dapat menyajikan GIS yang memadai, ini apa-apaan,” ujarnya sambil menggeleng kepala.
Baik Panahatan maupun Wibisno melihat dan mengamati selama ini ada pejabat teras di Direktorat Pengelolaan Lahan yang tak memiliki kapasitas dan skill yang pas dengan tupoksinya, apalagi ditengah karut marut lahan di Batam.
Jadi, ujar Panahatan, sudah selayaknya Direktur Pengelolaan Lahan itu diganti dengan yang mumpuni. “Apalagi masa jabatan Rudi sebagai Kepala BP Batam hanya tinggal dua tahun lagi, masa mewariskan masalah pada pemimpin yang akan datang. Seharusnya ‘kan mengurai masalah,” katanya.
Dia tambahkan, maksud Presiden Jokowi memberi jabatan rangkap ke Wali Kota Batam Ex-Officio adalah untuk menyelesaikan berbagai tumpukan dan “endapan” masalah di BP Batam, selama ini.
“Ingat sudah hampir tiga tahun Rudi menjabat, jika membaca laporan BPK saja betapa kusut masainya permasalahan lahan di BP Batam. Bukan terurai, malah banyak yang diperkarakan ke pengadilan,” ujar Panahatan.
Contoh teranyar adalah kasus Apartemen Indah Puri yang mendapat sorotan media asing itu.
Menurut Panahatan dan Wibisono, Kepala BP Batam tampaknya belum menindaklanjuti secara konkret rekomendasi BPK temuan tahun 2020 itu.
Soal dugaan belum ditindaklanjuti rekomendasi BPK oleh Kepala BP Batam, berulang kali Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait dikonfirmasi pun dengan surat resmi namun belum ada respons. (Red/D)