BatamNow.com – Keabsahan posisi Dewan Kawasan (DK) Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (PBPB) Batam kini mulai dipertanyakan publik.
Paling tidak oleh DPP Lembaga Investigasi Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara Provinsi Kepri.
Ketua DPP-nya, Panahatan SH menegaskan bahwa Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Dewan Kawasan (DK) Batam sudah kedaluwarsa. Setahun lalu. Artinya posisi dan status hukum DK Batam sudah bubar.
Pun implementasi Pasal 74 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2021 tentang pembentukan DK tak kunjung dijalankan.
“Lalu seperti apa gerangan posisi dan status formal DK Batam kini,” tanya Panahatan dalam satu diskusi kecil dengan BatamNow.com.
Dr Ampuan Situmeang SH MH, ahli Hukum Tata Negara juga membenarkan bahwa Keppres tentang DK Batam sudah kedaluwarsa dan dapat dimaknai sudah tak berlaku lagi. “Harusnya dilanjutkan dengan ketentuan PP 41 Tahun 2021, tapi belum ada tindak lanjut. Apakah terkendala atas putusan MK bahwa UU dan PP-nya inkonstitusional bersyarat,” katanya dengan nada bertanya.
Namun menurut Sekretaris Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso kepada BatamNow.com, pelaksanaan tugas DK Batam yang diketuai oleh Menko Perekonomian masih tetap jalan.
Katanya, DK Batam yang beranggotakan menteri/kepala lembaga dan unsur pemerintahan daerah wewenangnya diatur dalam UU tentang KPBPB dan PP tentang KPBPB Batam.
Susiwijono memang tak menampik jika pembentukan DK Batam belum dilaksanakan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sesuai amanat Pasal 74 ayat (3) dan kini sudah melewati batas waktu hingga 14 bulan.
Sebagaimana amanah dari Pasal 74 ayat (3) PP 41/2021: Penyusunan Pembentukan Dewan Kawasan (DK) Batam, Bintan, dan Karimun dilakukan oleh menteri yang mengoordinasikan urusan pemerintahan di bidang perekokomian paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah (PP) itu berlaku.
“Tapi amanah dari aturan perundang-undangan ini tak dilaksanakan. Entah mengapa,” tukas Panahatan.
PP ini terbit 2 Februari 2021, sementara pengajuan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) sekitar bulan Juni 2021 dan MK memutuskan UU Cipta Kerja inskonstitusional bersyarat selang 9 bulan kemudian, November 2021.
Artinya, ujar Panahatan, PP 41 Tahun 2021 itu tak dijalankan sejak diundangkan. Jadi tak ada relevansinya terhadap putusan MK.
Selain tidak dilaksanakannya Pasal 74 ayat (3) PP 41/2021 dan soal Keppres 8/2016 yang sudah tak berlaku itu pun diiyakan Susiwijono.
Tapi itu tadi, katanya, tugas DK tetap berjalan efektif sebagaimana biasa. Hingga sekarang.
Pasal “Penyelamat”
Keppres 8/2016 “auto kiamat” dan amanat PP 41/2021 tak kunjung dijalankan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Lalu dengan regulasi dan perundangan mana yang membuat DK Batam masih eksis?
Susiwijono pun merujuk pada Pasal 74 PP 41/2021 yang cukup tegas mengatur mengenai keberadaan dan keberlanjutan DKPBPB Batam.
Isinya begini: DK Batam, DK Bintan, dan DK Karimun yang telah ditetapkan sebelum berlakunya PP Nomor 41 Tahun 2021 tetap melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Ambyar memang PP 41 Tahun 2021 turunan dari UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 itu, seperti ada dan tiada,” ujar Panahatan.
Ternyata, kata Panahatan, esensi, prinsip dan spirit UU Cipta Kerja yang dikebut itu terdegradasi dan mubazir yang ujung-ujungnya kembali ke perundangan lama atau kembali ke “laptop”. Khususnya soal pembentukan DK Batam.
Panahatan pun mempertanyakan skenario genting apa sebenarnya di balik teks dan frasa pasal-pasal PP itu sehingga pada akhirnya tidak dijalankan lalu yang menonjol adalah “kelit-berkelit”?
Ampuan Situmeang pun berkata: memang pelaksanaan PP itu serba dilematis.
Dia jelaskan, di satu sisi sesuai perundang-undangan, batas waktu Keppres dan PP tentang DK Batam sudah lewat, tapi tak diperpanjang.
Dengan PP 41 Tahun 2021 juga, ujarnya, belum diterbitkan Keppres pembentukan DK. “Lalu yang sekarang ini namanya apa, bisa dijawab DK transisi mungkin atau mungkin juga yang lain, bisa serba multitafsir.”
Melihat kondisi ketidakjelasan perundang-undangan yang mengatur KPBPB Batam ini, lanjut Ampuan, susah nak berkata apa.
Musababnya, kata dia, antara das sollen (ekspektasi) dan das sein (realita) bisa berbeda jauh.
Contohnya, ucap Ampuan, sekalipun Keppres DK Batam sudah tak jelas juntrungannya, namun pelaksanaan pemerintahan tak boleh berhenti hanya karena belum jelas regulasinya.
Ucap dia lagi, sepanjang kebijakan itu tidak merugikan negara dan pemerintahan dan belum ada pemangku kepentingan yang bersengketa karena keberatan (menggugat), maka semua itu dijalankan berdasarkan itikad baik. “Kecuali nyata-nyata ada pihak yang dirugikan dan menolak keadaan ini, barulah dapat menjadi masalah hukum,” tegas Ampuan.
Catatan BatamNow.com, DK Batam dengan Keppres terakhir, yakni No 8 Tahun 2016 per 29 Februari, dengan struktur: Ketua merangkap anggota adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Masing-masing anggota: Menteri Dalam Negeri, Menkumham, Menkeu, Menperindag, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional, Panglima TNI, Kapolri , Sekretaris Kabinet, Gubernur Kepri, Ketua DPRD Provinsi Kepri dan Wali Kota Batam.
Undang-undang itu dibuat bukan bertujuan menjadi ajang debat dan cari pembenaran ataupun lomba berkelit ditengah “ambyar” pelaksanaan perundang-undangan yang dinilai MK sudah inkonstitusional itu.
PP 41 Tahun 2021 adalah turunan dari UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020. Undang-undang ini dibuat dan dikebut bertujuan untuk mempercepat pergerakan perekonomian agar bisa dengan cepat mampu meyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi.
UU yang dinamai omnibus law ini diterbitkan super cepat untuk penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan peningkatan ekosistem investasi.
Begitu banyaknya, tadinya, harapan akan perundang-undangan Omnibus Law ini jika dijalankan bergerak maju ke depan.
Bukan mundur ke belakang dimana posisi DK Batam yang kembali ke ketentuan lama itu.
Lalu buat apa UU dan PP terbaru yang sempat menggerus energi nasional ini dibuat dan dikebut?
Bisa disebut: Ambyar memang!
Mengenai posisi DK Batam dan PP 41 Tahun 2021 yang terkesan “ambyar”’ itu akan dilaporkan bersambung. Ikuti wawancara BatamNow.com secara lengkap dengan Dr Ampuan Situmeang SH MH dan Sesmenko Susiwijono. (Red/D)
Mengenai posisi DK Batam dan PP 41 Tahun 2021 yang… Baca Selengkapnya