BatamNow.com, Jakarta – Penutupan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat, 13 Mei 2022, ditandainya dengan melonjaknya nilai saham PT Puri Global Sukses Tbk (PURI) dan tertahannya saham milik PT Sat Nusapersada Tbk (PTSN) dan PT Winner Nusantara Jaya Tbk (WINR). Ketiga emiten tersebut merupakan perusahaan yang berada di Batam, Kepulauan Riau.
Dari pantauan BatamNow.com, di BEI, Jumat (13/05/2022), emiten berkode PURI naik 48 poin atau plus 14,4%, menjadi Rp 390. Ini berbeda dari sehari sebelumnya, di mana nilai sahamnya melorot hingga Rp 342 per lembarnya. Di akhir minggu ini, PURI bertengger di zona hijau, setelah selama seminggu berkutat di zona merah. Meski demikian, nilai saham PURI masih dibawah angka penutupan pada 28 April 2022 lalu, yakni Rp 394. Bahkan, perusahaan properti ini pernah mencapai angka tertinggi di Rp 410.
Kondisi berbeda dialami emiten berkode PTSN. Perusahaan di bidang manufaktur teknologi ini mengalami stagnasi dua hari berturut-turut di angka Rp 200 per lembar sahamnya. Kondisi ini masih sama dengan sehari sebelumnya. Saat pembukaan perdagangan tadi pagi, PTSN sempat naik hingga ke angka Rp 204.
Padahal, PTSN pernah mencapai angka tertinggi di Rp 230. Namun, sepanjang April-Mei 2022 ini, fluktuasi sahamnya berkisar di Rp 200 – Rp 218. Beruntung saham perusahaan yang digawangi Abidin Fan ini tidak merosot lebih dalam lagi.
Di sisi lain, saham emiten berkode WINR yang sempat menembus auto reject atas (ARA) ketika pertama melantai di BEI, hari ini turun 6,94% atau 12 poin, menjadi Rp 161. Sehari sebelumnya, WINR ditutup di angka Rp 173.
Analis teknikal pasar saham, Satriawan kurang setuju bila dikatakan penurunan ketiga saham emiten asal Batam ini lantaran fenomena Sell in May and Go Away. “Tidak juga bisa dikatakan demikian. Memang fenomena Sell in May and Go Away baru terasa sekali pada Mei 2022 ini.
“Dalam 10 tahun terakhir, IHSG pada Mei memang cenderung terkoreksi, yakni pada 2012, 2016, 2018, 2019, dan 2021, mulai dari 0,05% hingga 8,32%. Namun, rata-rata penurunan IHSG selama periode tersebut hanya mencapai 0,71%. Sisanya pada pada 2013, 2014, 2015, 2017, dan 2020, IHSG khusus Mei justru menguat meski tipis,” ungkapnya di BEI, Jakarta, Jumat (13/05).
Menurutnya, justru angka perdagangan saham dalam satu dasawarsa terakhir terjadi di bulan Maret, Agustus, dan Mei. “Pada Maret, IHSG rata-rata turun 1,08% per bulan. Lalu Agustus minus 0,9% dan terakhir Mei dengan rata-rata 0,71%,” terangnya.
Penurunan IHSG ini tentu berdampak pada jual beli saham para emiten. “Tentu harga saham akan terkoreksi,” ujarnya.
Dia menjelaskan, tahun ini, pergerakan IHSG dan net buy asing beriringan. Itu terjadi sampai sebelum lebaran. Namun pasca libur Lebaran, keduanya sama-sama turun. Sayangnya, penurunan IHSG memang lebih deras dibandingkan penurunan net inflow asing. (RN)