BatamNow.com – Baru saja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)-nya atas kinerja keuangan delapan entitas Pemerintah Daerah (Pemda) di Kepulauan Riau (Kepri) untuk Tahun Anggaran (TA) 2021.
LHP itu diserahkan BPK Perwakilan Kepri ke Pemerintah Kota Batam, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Natuna, Kabupaten Anambas dan Kabupaten Lingga. Sementara untuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri diserahkan BPK RI.
Kedelapan entitas pemerintah daerah di Kepri itu mendapat opini dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion dari BPK. Opini yang sama selama beberapa tahun berturut diterima semua entitas Pemda itu.
WTP untuk kabupaten/ kota diserahkan di ruang auditorium lantai 5 Gedung BPK Perwakilan Kepri, Batam Center pada Rabu (18/05/2022). Sedangkan untuk Pemprov di Ruang Rapat Sidang Utama DPRD Provinsi Kepri, Jumat (20/05).
Dalam pidato pengantarnya, Kepala Perwakilan BPK Kepri Masmudi menegaskan bahwa “opini yang diberikan oleh BPK terhadap LKPD kabupaten dan kota di Kepri BUKAN MERUPAKAN JAMINAN TIDAK ADA KECURANGAN atau fraud yang ditemukan atau kemungkinan timbulnya fraud di kemudian hari”.
Ketua DPP LI-Tipikor Kepri dan Hukum Kinerja Aparatur Negara Panahatan SH mengapresiasi pernyataan Kepala Perwakilan BPK Kepri Masmudi, kali ini. “Satu hal yang baru pada momen penyerahan WTP,” kata Panahatan.
Sebab, kata dia, persepsi yang terbangun selama ini khususnya di jajaran pemerintahan daerah bahwa opini WTP BPK itu adalah satu prestasi yang baik-baik saja seolah tanpa cacat atas kinerja pada laporan keuangannya.
“Ini penting karena selama ini ada kesan di lingkungan dan jajaran Pemda bahwa opini WTP itu seolah prestasi postif tanpa cacat atas penanganan keuangan di pemerintahan,” ujar Panahatan.
Dia juga mengaku kerap membaca LHP BPK atas kinerja keuangan Pemda, dimana dari data yang disajikan, banyak ditemukan “cacat” dan disebut melanggar perundang-undangan.
Salah satu rekomendasi BPK di LHP, misalnya kasus ribuan hektare hutan lindung BP Batam yang dibabat habis yang dialokasikan untuk pengembangan perumahan di Batam. Kasus hutan lindung itu menurut Ahli Hukum Tata Negara Dr Ampuan Situmeang SH MH sebagai perbuatan pidana. Tapi aparat penegak hukum (APH) di daerah ini diam saja.
“Dan banyak lagi temuan BPK sebagai auditor negara itu atas pengeluaran biaya raturan miliar rupiah yang disebut merugikan Pemda itu sendiri,” tegas Panahatan.
Dia katakan lagi bahwa BPK adalah auditor negara bukan lembaga eksekutor. “Mereka hanya mengukur dan menyajikan hasil pemeriksaan kewajaran pengelolaan keuangan di berbagai instansi pemerintah,” ujarnya.
Untuk itu Panahatan mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) di Kepri supaya megusut kecurangan-kecurangan (fraud) yang menjadi temuan BPK atas penanganan keuangan di beberapa Pemda di sini.
“Jangan karena bersama di Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), semua APH pemerintah di daerah enggan memeriksa para pengguna anggaran di pemerintahan di sini,” tegas Panahatan.
Dan pihaknya, kata Panahatan, akan terus mengawal proses akhir dari LHP, apakah rekomendasi BPK dijalankan. “Atau apakah dalam rekomendasi BPK di LHP itu temuan kerugian negara, akan kami kawal terus,” ujarnya. (Red/D)