Bertahun sudah pelayanan tak manusiawi dialami setiap penumpang Pelni KM Kelud di Batam yang datang dan pergi.
Tak kecuali pada kondisi Sabtu (09/07/2022) malam, saat proses keberangkatan penumpang KM Kelud ke Tanjung Priok.
Kondisi dan suasana menegangkan manakala jadwal keberangkatan kapal terjadi pada malam hari. Kru BatamNow.com, Justin, yang meliput pada Jumat malam di pelabuhan kargo Batu Ampar melaporkan tentang fakta-fakta yang terlihat menegangkan itu.
Fakta pertama saat sekitar 2.000-an calon penumpang terlantar beberapa jam di pelataran di depan pintu gedung embarkasi menunggu boarding.
Disebut terlantar karena para penumpang berserak di pelataran yang beratapkan langit itu tanpa fasilitas apapun dari otoritas kepelabuhanan.
“Anda dapat merasakan hal yang membosankan di kala menunggu, apalagi proses naik ke kapal masih harus berpeluh lagi. Menunggu bercampur gundah. Kondisi seperti ini sedari dulu,” kata M Rudi penumpang yang sering pelesiran Batam-Jakarta.
Terlihat banyak calon penumpang gelisah. Tak sedikit sampai terduduk terkantuk-kantuk bahkan ada yang mendengkur di pelataran beraspal, ditengah suasana riuh malam yang temaram.
Seluruh calon penumpang bak pengungsi dalam keadaan darurat.
“Kala keberangkatan kapal siang hari, para calon penumpang yang menunggu di pelataran kerap diterpa panas terik,” kata seorang porter pelabuhan.
Meski merana dan menegangkan, tapi pada Jumat malam itu masih berlaku kata “beruntung”, karena hujan tak turun.
“Bapak bayangkan kalau sempat hujan mengguyur mau ke mana para penumpang ini harus kocar-kacir,” kata porter yang lain.
Jarum jam menunjukkan pukul 21.00. Hampir 3 jam dalam penantian ditengah suasana malam dibalut udara laut; kapal Kelud dari Belawan baru bersandar.
Para calon penumpang mulai berkemas siap-siap hendak memasuki pintu boarding. Antrean calon penumpang pun terlihat mulai berjubel di dekat jeruji pintu boarding yang masih tertutup.
Cukup lama juga mereka menanti dengan posisi berdiri seperti lunglai sambil menenteng barang bawaan. “Saya harus berusaha di depan agar sempat dapat tempat di kapal. Kondisi tempat tidur kelas ekonomi pun kadang susah juga didapat,” kata Ponira.
Semua penumpang berlomba mempercepat lewat rute pemeriksaan agar secepatnya berada di kapal. Paling tidak melewatkan ketegangan-ketengangan yang sedikit menyeramkan.
Begitu jeruji besi pintu boarding ukuran 2 meter itu dibuka, calon penumpang terlihat mulai berdesakan. Kondisi arus penumpang mulai tak lancar karena teradang lambatnya pemeriksaan petugas ditengah calon penumpang yang antre membeludak.
Dari pintu masuk sekira lima langkah ke depan di dalam gedung, bawaan berupa koper, tas atau barang-barang para penumpang lainnya harus diperiksa petugas di atas meja memanjang.
Suasana kalut yang terlihat pada gestur para calon penumpang ketika di meja pemeriksaan manual itu. Di sini terjadi lagi antrean karena terlihat minimnya petugas pemeriksa ditengah calon penumpang yang membeludak itu.
Beda, misalnya, kala pemeriksaan dilakukan berangsur sebelum kapal bersandar. Seperti sistem dan pelayanan di terminal bandara. Namun itu tak mungkin karena tak ada ruang tunggu di gedung seadanya itu.
Ketegangan dan hiruk pikuk terjadi manakala dari tempat pemeriksaan manual tadi, barang barang penumpang harus diperiksa lagi di X-ray masih di area ruang pemeriksaan.
Dengan kondisi ini, betapa makin kalutnya para calon penumpang dengan sistem pemeriksaan demi pemeriksaan di “terminal” darurat ini.
Kekalutan para calon penumpang kelihatan juga bagi orang tua renta, orangtua yang menggendong anak sembari menenteng setumpuk barang bawaannya. Terlihat beberapa anak-anak yang gelisah, menagis dalam suasana malam yang beranjak ke pukul 23.00.
Tak pelak, banyak anak-anak dengan kondisi dan suasana sangat tak nyaman mulai dari kondisi terlatar dan galau di pelataran sampai proses naik ke kapal. Ini bisa menjadi edukasi negatif secara tak langsung dari negara yang seakan kurang melindungi hak-hak anak.
Menyaksikan sendiri satu kesemrawutan dan tak manusiawi dari pemerintahnya ditengah pembangunan manusia Indonesia yang kerap dipidatokan. Ketegangan proses ke kapal di kala propaganda program tol laut Presiden Jokowi.
Bukan tak beralasan, lihatlah ketika memasuki pintu boarding paling ujung di gedung itu suasana terlihat makin gaduh manakala para porter berlari hilir mudik kejar target membawa barang penumpang ditengah suasana hiruk pikuk malam itu. Disaksikan kru media ini, ada beberapa anak terseret dan terhimpit ditengah membeludaknya para calon penumpang di beberapa pintu masuk.
Para porter dan beberapa petugas ada yang berteriak-teriak dengan suara menggelegar ditengah suasana kesemrawutan ditengah para calon penumpang yang harus berkejaran berjalan kaki ke pintu exit yang selanjutnya naik “shuttle” bus pelabuhan yang akan megantarkan mereka ke tangga kapal.
Belum lagi riuhnya suara beberapa petugas yang rada membentak untuk mengamakan jalannya proses pemeriksaan calon penumpang.
Yang pasti dari pantauan langsung kru media ini terekam jelas kondisi dan suasana tak manusiawi nan menegangkan di pelabuhan pada malam hari itu sebagaimana diakui selama ini oleh banyak pihak.
Banyak keluhan selain tak tersedianya terminal penumpang dengan ruang tunggu yang standar sebagaimana ketentuan perundang-undangan dan fasilitas standar lainnya.
Keresahan demi keresahan dialami para calon penumpang. Misalnya, beberapa calon penumpang terlihat bertengkar dengan petugas karena kardus berisi pakaiannya harus diacak petugas BC. Padahal isi kardus itu tak lebih dari pakaian sehari-hari berupa kolor, bra, dan dalaman lain milik keluarga pindahan dari Batam ke Jakarta.
“Kamu sembarangan dalam bertugas. Barang pedagang tak kamu periksa, tapi barang keluarga pindahan kamu acak-acak. Masukkan dan rapikan kembali kemasan barang saya,” kata seorang ibu dalam keadaan emosi kepada petugas BC yang salah terka.
Sumber kru media ini pada malam itu mengatakan bahwa setiap barang smokel yang masuk ke kapal sebenarnya sudah melalui “jalur khusus” alias lewat cincai-cincai. “Jadi cara petugas itu memang ada yang ngawur atau pura-pura bertugas,” kata seorang sumber di pelabuhan.
Soal petugas itu, lain lagi pendapat Martin yang sering mengamati kondisi pelabuhan ini. “Terlepas tudingan miring bagi sebagian petugas, para petugas yang lurus memang serba salah ditengah kedaruratan ini,” ujarnya.
Segudang masalah dalam balutan pelayanan tidak manusiawi yang dialami calon penumpang saat proses boarding. Cukup panjang kisah-kisahnya jika dituliskan pada laporan ini.
Dan hal yang pasti lagi, bahwa pelabuhan tempat kapal Pelni KM Kelud bersandar di Batam bukan pelabuhan penumpang yang semestinya. Tak ada fasilitas yang membuat calon penumpang aman dan nyaman.
Bahkan banyak pihak menyebut justru berpotensi membahayakan apalagi jika melewati dermaga kala penumpang harus berjalan kaki di sela-sela lalu lalang truk-truk kontainer.
Pelabuan kargo yang nyambi menjadi pelabuhan penumpang Pelni memang darurat. Parahnya, kondisi ini seakan dipelihara oleh pemerintah selama bertahun-tahun. Tak ada tindakan nyata untuk perbaikan menyangkut keselamatan, keamanan dan keyamanan meski para menteri kabinet Presiden Jokowi bolak-balik ke Batam menyaksikan dengan kepala matanya sendiri keadaan buruk ini.
Kondisi darurat yang membuat pelayanan tak manusiawai sebagaimana dibenarkan oleh berbagai pihak yang kompeten, semisal dari anggota DPR RI Nyat Kadir, Ombudsman RI dan lainya.
Padahal Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 119 Tahun 2015 Pasal 3 menjamin keamanan dan kenyamanan dan pelayanan yang manusiawi bagi penumpang. Bukan sebaliknya.
Bukan hanya kondisi di pelataran, saat proses pengantaran calon penumpang. Semua mobil yang terkait pengantaran penumpang, harus dipaksa cepat berbalik ke luar area karena tak faktor areal di sana yang tak memungkinkan.
“Cepat berbalik, cepat, cepat,” kata seorang petugas ber-uniform warna biru lewat pengeras suara yang memekakkan telinga.
Demikian juga petugas lapangan lain di pintu areal pelataran dengan suara keras mengarahkan para pengendara.
Akhirnya kendaraan pengantar terpaksa diparkir di tepi jalan di sebelah kantor Badan Usaha (BU) Pelabuhan BP Batam mengular sampai ke arah Bengkong.
Karena parkir liar, getok tarif parkir minimum Rp 5.000. Bayar dulu baru bisa parkir. Namanya parkir liar, banyak juga pengedara yang kena getok dua kali. Apalagi dalam suasana malam hari para pengendara hanya pasrah saja diperas si tukang parkir liar.
Lalu mengapa negara lewat pemerintah atau pemerintah daerah tak hadir ditengah pelayanan yang tak manusiawi ini?
Pada ke mana sebenarnya pimpinan pemerintahan kota dan BP Batam?
Ah, pertanyaan yang sudah berulang dan basi sebenarnya. (J)
Apa mau dikata? Janji yg katanya akan sgra memindahkan kembali… Baca Selengkapnya
Mungkin krn pelni hny alat transportasi massal kelas 2 atau… Baca Selengkapnya