BatamNow.com – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Batam mendadak memanggil beberapa pengusaha restoran dan pengelola foodcourt (pujasera) besar di Batam terkait dugaan penyimpangan pajak restoran, selama ini.
Pemanggilan ini pasca sorotan Anggota DPRD Utusan Sarumaha atas temuan dugaan penyimpangan atau kebocoran pajak restoran di Kota Batam sebagaimana diberitakan BatamNow.com.
“Iya tadi kami dipanggil Pemko Batam. Perwakilan kami diberitahu soal rencana pemberlakuan sistem pajak restoran yang standar kepada konsumen,” ujar wanita di lingkungan manajemen restoran besar ini kepada BatamNow.com, Jumat (19/08/2022) malam di kawasan Nagoya.
Katanya dalam waktu dekat pihak Bapenda Kota Batam akan melakukan sosialisasi tentang pemberlakuan sistem pajak restoran sebesar 10 persen itu.
Ditanya mengapa baru sekarang pihak Bapenda melakukan sosialisasi? “Kami pun tak tahu,” ujarnya singkat.
Mereka juga mengaku bingung mengapa ada sosialisasi lagi. “Kami kan membayar pajak restoran setiap bulan selama ini,” dia mengakui.
Sementara sebelumnya, Anggota DPRD Batam Utusan Sarumaha menduga terjadi penyimpangan pajak restoran di Batam. Itu berawal dari temuannya atas struk tagihan atau bill pembayaran di A2 Foodcourt di bilangan Nagoya. Dalam struk pembayaran makan dan minuman itu tak tercantum pajak restoran 10 persen sebagaimana ketentuan yang berlaku dan yang sudah berjalan selama ini.
Investigasi kru BatamNow.com, A2 Foodcourt yang disebut Utusan Sarumaha adalah restoran besar dengan jumlah konsumen yang cukup banyak. Setiap hari. Baik siang apalagi pada malam hari. Terlebih akhir pekan (weekend) diramaikan turis asing.
Foodcourt ini sudah beberapa tahun berjualan. Ini salah satu foodcourt yang digandrungi wisatawan Singapura dan Malaysia termasuk para perkerja asing di Batam. Di sana ada sekitar 60 stan kuliner yang tergolong mewah. Para penyewa stan yang rerata berukuran 2×3 meter sampai mampu membayar sewa satu stan dengan puluhan juta rupiah per tahun.
Kepada media ini, seorang penyewa stan mengaku foodcourt itu sangat ramai pengunjung. Jumlah pengunjung paling tidak rerata seribuan orang totalnya sehari. Banyak wisatawan. “Ya lumayanlah pak. Apalagi momen weekend Singapura dan Malaysia,” ujarnya ketika ditanya profit dari penjualan yang didapat.
Bukan hanya di A2, demikian juga di Ngy Foodcourt yang sangat modern dimana baru setahun lebih memanjakan para pencinta kuliner kelas atas di Batam, utamanya para turis dari Singapura dan Malaysia.
Di sana juga terdapat puluhan stan mewah, menjual makanan dan minuman. Diperkirakan dikunjungi seribuan konsumen per hari. Demikian juga di kawasan lain di Batam, tampaknya masih banyak restoran yang masuk kategori wajib pajak restoran, namun praktiknya seperti masih seperti di A2 itu.
Sumber BatamNow.com di manajemen salah satu foodcourt besar itu, mengatakan pihaknya selalu membayar “pajak” yang dikutip dari setiap stan di sana, tapi bukan pajak restoran 10 persen. Nilainya dipatok Rp 50-60 ribu per stan per hari, dikumpulkan dan disetor setiap bulan. Pengakuannya, “pajak” tersebut dikirimkan secara resmi ke satu rekening bank milik Bapenda Batam.
Sementara Kepala Bapenda Batam Raja Azmansyah yang dikonfirmasi BatamNow.com lewat WhatsApp, Jumat (19/08) malam, belum dapat memberi jawaban konkret secara langsung. “Maaf saya sdg di luar kota. Saat ini mmg sdh dilakukan optimalisasi pajak melalui pendataan wp. Nanti silakan menghubungi kabid pengawasan. Hari senin depan bisa dijelaskan juga ttg pertanyaan tersebut,” begitu balasan pesannya.
Sedangkan Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan, Penagihan dan Keberatan Bapenda Batam, Eko Dedy P membantah adanya kutipan yang dipatok Rp 50-60 ribu per stan seperti pengakuan pelaku usaha foodcourt tadi ke BatamNow.com.
“Tidak benar. Untuk pungutan Rp 50-60 [ribu] Bapenda masih mencari tahu, pengelola yang kita lakukan pembinaan tidak ada melakukan pungutan itu,” kata Eko ke BatamNow.com, Sabtu (20/08).
Lebih lengkapnya mengenai pemanggilan beberapa pihak restoran oleh Bapenda Batam pada Jumat (19/08) serta tanggapan atas “pajak” Rp 50-60 ribu per stan di foodcourt dapat Anda baca di berita lanjutan yang berjudul “Bapenda Batam: Kami Tak Menerima Setoran Pajak Restoran Dipatok per Stan“.
Bapenda Batam: Pajak 10 Persen Sudah Include Harga
Berita media ini, Kamis (18/08), melaporkan dugaan penyimpangan pajak restoran di Batam sebagaimana penjelasan Utusan Sarumaha.
Menurut anggota dewan dari Fraksi Partai Hanura itu terjadi dugaan kebocoran pajak restoran karena pemberlakuan pajak di luar sistem yang baku.
Hasil investigasi BatamNow.com, Jumat malam, pemilik restoran tak mencantumkan bukti tagihan pajak restoran 10 persen sebagaimana mestinya, namun telah membayar pajak ke Pemko Batam dengan menyebut jumlahnya dan menunjukkan bukti setorannya kepada kru media ini.
Soal pengenaan pajak restoran kepada konsumen, menurut Kabid Pengawasan Bapenda Batam Eko Dedy sudah termasuk dalam struk atau bill pembayaran konsumen meski tak dicantumkan. “Pajak 10 persen sudah include dengan harga,” jawabnya.
Barangkali ini musabab mengapa Utusan Sarumaha meminta APH mengusut tuntas dugaan kebocoran pajak restoran ini.
“Kami meminta agar APH mengusut tuntas dugaan penyimpangan atau kebocoran pajak restoran ini,” tegasnya kepada BatamNow.com.
Terkait dugaan kebocoran pajak restoran Kota Batam ini, temuan Sarumaha dan investigasi BatamNow.com hampir berbanding lurus dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Dalam dokumen Laporan Hasil Pemeriksaaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Batam Tahun Anggaran 2021, BPK memastikan bahwa penatausahaan pajak daerah termasuk pajak restoran Pemko Batam TIDAK TERTIB.
Selain tidak tertib, temuan BPK menyebut vouching hasil uji petik terhadap dokumen pajak restoran tahun 2021 pendokumentasiannya kurang rapi. Bahkan terdapat dokumen yang TIDAK DISIMPAN di masa/tahun pajak secara benar dan DOKUMEN YANG TIDAK DITEMUKAN.
Dalam LHP BPK juga terlihat, pendapatan pajak restoran Pemko Batam selama dua tahun terakhir selalu tak terealisasi sesuai target anggaran.
Pada tahun 2021 Pemko Batam menargetkan pendapatan pajak restoran sekitar Rp 73 miliar, namun hanya terealisasi Rp 63 miliar atau sekitar 87,29 persen.
Sementara pada tahun 2020, Pemko Batam menganggarkan pendapatan dari sektor yang sama sebesar Rp 77 miliar lebih dan hanya terealiasasi Rp 66 miliar lebih atau sekitar 86,24 persen.
Bila dilihat dari realisasi tahun 2020 dibanding tahun 2021 terjadi penurunan pendapatan pajak restoran sekitar Rp 3 miliar.
Temuan BPK: Ada Restoran Berizin Tapi Tak Terdaftar Wajib Pajak
Salah satu temuan BPK atas Laporan Keuangan Pemko Batam Tahun 2019, berdasarkan pemeriksaan secara uji petik atas data penerbitan izin pada DPMPTSP Tahun 2019 diketahui bahwa terdapat izin usaha dan IMB yang diterbitkan tetapi belum terdaftar sebagai Wajib Pajak BPPRD sebanyak 51 objek pajak dengan rincian: 9 restoran, 2 reklame dan 40 PBB-P2 (bangunan yang memperoleh IMB).
LHP BPK menyebut kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pajak Daerah.
Lalu atas tidak tertibnya penanganan pajak daerah ini BPK menyebut kondisi tersebut tak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Batam Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pajak Daerah.
Pasal 1 ayat (14) menjelaskan: Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
Sementara menurut Pasal 1 ayat (15): Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung/ kedai kopi, pusat jajanan serba ada (pujasera/food court), bar dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
Pasal 9 menyebut: Setiap pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran, dipungut pajak dengan nama Pajak Restoran.
Pasal 12 menjelaskan: Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran.
Sementara Pasal 13 menerangkan: (1) Tarif Pajak Restoran ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). (2) Khusus layanan jasa boga/catering tarif pajaknya ditetapkan sebesar 2,5% (dua koma lima persen). (red)