BatamNow.com – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat, Santoso, menyebut maraknya kejadian gagal ginjal akut pada anak akhir-akhir ini merupakan peristiwa pidana. Dia pun menyebut pejabat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bisa menjadi tersangka.
Dilansir Tempo, Santoso berpendapat pejabat BPOM harus bertanggung jawab secara pidana atas hal ini jika terbukti ada kelalaian dalam pengawasan peredaran obat tersebut.
“BPOM secara kelembagaan tidak bisa dipidana, namun jika ada oknum pegawai dan pejabat di sana melakukan kelalaian terhadap pengawasan obat maka bisa dijerat pasal lalai seperti yang dirumuskan dalam KUHP,” ujar Santoso dalam keterangan tertulis, Jumat (28/10/2022).
Santos menyebut tingginya angka kematian dari kasus gagal ginjal akun memunculkan desakan dari banyak pihak. Desakan itu agar ada proses hukum terhadap pihak-pihak yang lalai dalam melakukan fungsi pengawasan makanan dan obat-obatan.
Bisa Dijerat dengan Pasal 359 KUHP
Ia menjelaskan kealpaan, kelalaian, atau culpa adalah jenis kesalahan dalam hukum pidana sebagai akibat dari kurang kehati-hatian, sehingga secara tidak sengaja sesuatu itu terjadi. Menurut Santoso, Undang-Undang memang tidak mendefinisikan pengertian dari culpa. Namun di Indonesia terdapat pasal kelalaian yang mengakibatkan kematian orang lain diatur dalam Pasal 359 KUHP.
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Selain itu, bisa juga dijerat dalam pasal turut serta seperti yang tertuang dalam pasal 55 KUHP,” tulis Santoso.
Atas dasar aturan ini, Santoso meminta Polri agar betindak tegas dan harus menyelidiki kasus ini sampai tuntas. Ia berharap institusi Polri tidak segan menindak hukum kepada pejabat atau staf BPOM yang tidak kooperatif dalam memberikan informasi data obat-obatan.
“Maka bisa dijerat dengan pasal menghalang-halangi penyelidikan-penyidikan. Artinya, dalam hal mengungkap kasus ini penyidik sudah punya legitimasi kuat dari UU, tinggal gaspol,” kata Santoso.
Jawaban BPOM
Kementerian Kesehatan menyataakan bahwa kasus gagal ginjal akut pada anak disebabkan oleh adanya kandungan bahan kimia berbahaya Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) dalam sejumlah obat sirup yang dikonsumsi pasien. BPOM pun telah merilis lima merk obat sirup yang memiliki kandungan tersebut.
Kepala BPOM Penny K Lukito menyatakan bahwa kandungan tersebut masuk ke dalam obat sirup setelah produsennya melakukan perubahan komposisi dan penyalur bahan baku tanpa seizin mereka. Yang menjadi masalah, bahan baku baru itu disebut tak memiliki sertifikasi farmasi.
Penny pun menyatakan pihaknya telah melakukan pengawasan berdasarkan peraturan yang ada. Dia menyatakan masuknya bahan kimia berbahaya tersebut dalam obat-obatan tak di bawah kendali BPOM.
“Salah satu temuan yang kami dapatkan, misalnya pemasukan bahan baku obat itu ternyata kami dapatkan khusus untuk substansi pelarut EG dan DEG saat ini tidak di dalam kendali Badan POM jadi bukan dalam SKI Badan POM tapi termasuk ke dalam non-larangan terbatas,” kata Penny, Jumat (28/10).
Data Kementerian Kesehatan per Kamis, 27 Oktober 2022, menunjukkan pasien gagal ginjal akut mencapai 269 orang. Sebanyak 58 persen atau 157 di antaranya meninggal, lalu 24 persen atau 73 masih dirawat, dan 39 atau 14 persen dinyatakan sembuh. (*)