BatamNow.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka korupsi terhadap Hakim Agung Gazalba Saleh. Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro membenarkan penetapan tersangka terhadap seorang hakim MA itu dan menyatakan menyerahkan seluruh pengusutan kasus tersebut kepada KPK.
“Ya benar (Gazalba jadi tersangka). Sehubungan dengan ditetapkannya GZ sebagai tersangka tentu KPK yang lebih mengetahui (alasan jadi tersangka),” ujar Andi saat dihubungi Tempo, Kamis (10/11/2022).
Sebelum kasus Gazalba, MA juga pernah digegerkan dengan beberapa kasus yang melibatkan hakin agung lainnya. Berikut daftar sejumlah kasus tersebut:
1. Probosutedjo
Kasus pengusaha Probosutedjo menjadi kasus pertama dugaan korupsi di Mahkamah Agung yang ditangani KPK. Kasus itu bermula ketika adik Presiden ke-2 RI Soeharto terjerat perkara korupsi dana reboisasi hutan di Kalimantan sebanyak Rp 100 miliar.
Pada Juni 2004, Probosutedjo mengajukan kasasi ke MA atas vonis 2 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta di kasus korupsi tersebut. Di tingkat kasasi, Majelis Hakim yang menyidangkan kasus Probo salah satunya adalah Bagir Manan. Ketika itu, Bagir Manan menjabat sebagai Ketua MA.
Dalam proses kasasi itu, KPK menemukan dugaan terjadinya suap. Pengacara Probo, Harini Wiyoso ditengarai memberikan suap Rp 5 miliar untuk mengakali putusan kasasi. Suap diberikan melalui staf bagian perjalanan Mahkamah Agung Pono Waluyo. Dalam proses penyidikan kasus ini, Bagir Manan sempat dipanggil KPK.
Harini yang merupakan mantan Hakim di Pengadilan Tinggi Yogyakarta divonis 4 tahun penjara. Pono Waluyo divonis 3 tahun. Tak ada hakim agung yang dijadikan tersangka di kasus ini. Adapun Probo akhirnya divonis 4 tahun penjara di tingkat kasasi dalam kasus reboisasi.
2. Djodi Supratman
KPK menetapkan Staf Badan Pendidikan, Pelatihan Hukum dan Peradilan MA Djodi Supratman menjadi tersangka pada 2013. Dia diduga menerima suap dari anak buah advokat kondang Hotma Sitompul, Mario Cornelip Bernardo.
Mario diduga memberikan Rp 150 juta untuk mengurus kasasi perkara penipuan yang melibatkan Hutama Wijaya Ongowarsito. Djodi divonis 2 tahun penjara, sementara Mario divonis 4 tahun penjara. Tak ada hakim agung yang ditetapkan menjadi tersangka kasus ini.
Kasus ini bermula saat Direktur PT Grand Wahana Indonesia, Koestanto Harijadi Widjaja, melaporkan Hutomo ke Polda Metro Jaya pada 5 Juli 2011. Dia dilaporkan dengan tuduhan melakukan penipuan dalam pengurusan Izin Usaha Pertambangan di Kabupaten Kampar Riau.
Dalam putusannya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Hutomo bersalah. Namun menurut majelis, perbuatannya bukan tindak pidana, melainkan perdata, sehingga ia dilepaskan dari segala tuntutan hukum atau Ontslag Van Recht Vervolging.
Lantaran tak puas atas vonis itu, pihak Grand Wahana meminta bantuan hukum kepada kantor pengacara Hotma Sitompoel & Associates, tempat Mario bekerja, pada Januari 2013. Singkat cerita, Mario meminta bantuan Djodi pada 25 Juni 2013.
Djodi lalu memberikan informasi bahwa majelis hakim yang menangani Hutomo adalah Gayus Lumbun, Andi Abu Ayyub Saleh, dan Zaharuddin Utama. Tak hanya memberikan informasi, Djodi juga menemui Suprapto, staf hakim Ayyub. Djodi dan Suprapto bersepakat akan meminta imbalan Rp 200 juta kepada Mario.
Djodi lalu menyerahkan memori kasasi jaksa kepada Suprapto pada 2 Juli 2013 di kantor MA. Keesokannya, Suprapto mengatakan dia sanggup membantu mengurus perkara itu tapi dananya minta ditambah Rp 300 juta. Mario menyanggupi permintaan itu.
Uangnya diberikan secara bertahap kepada Djodi. Pada penyerahan ketiga yang dilakukan pada 25 Juli, Djodi kemudian dicokok KPK.
3. Nurhadi
Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menjuluki mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi sebagai Dark Prince of Injustice. Julukan itu, kata dia, menunjukkan kekuasaan Nurhadi yang begitu besar dalam mengurus perkara di MA. “Dia mengatur semuanya,” kata BW, pada 5 Juni 2020.
Dalam jabatannya sebagai sekretaris jenderal, Nurhadi merupakan penjabat tertinggi pembina kepegawaian di MA. Dalam posisinya, Nurhadi ditengarai memiliki pengaruh ke seluruh tingkatan pengadilan di Indonesia, termasuk dalam seleksi hakim agung.
Upaya KPK mengejar Nurhadi memakan waktu yang tidak sebentar. Nama Nurhadi sempat terseret pada operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution pada 2016.
Saat menggeledah rumahnya, penyidik menyaksikan upaya Nurhadi membuang uangnya ke dalam toilet untuk menghilangkan barang bukti. Kendati sempat dicegah ke luar negeri, Nurhadi lolos dari status tersangka KPK pada saat itu.
KPK baru bisa menetapkan sekretaris jenderal MA ini menjadi tersangka pada Desember 2019. Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono disangka menerima suap dan gratifikasi untuk mengurus perkara kasasi PT Multicon Indrajaya Terminal.
Jumlah suap yang diberikan mencapai Rp 46 miliar. Selain itu, Nurhadi juga disangka menerima gratifikasi dari pengurusan perkara di sejumlah pengadilan.
Sempat menjadi buronan setelah dijadikan tersangka, KPK akhirnya berhasil menyeret Nurhadi dan Rezky ke pengadilan. Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Nurhadi 6 tahun penjara. Saat ini, KPK masih menyidik kasus Tindak Pidana Pencucian Uang yang diduga dilakukan Nurhadi.
4. Sudrajad Dimyati
KPK menetapkan Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan 9 orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus suap pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Dalam perkara ini, KPK mengamankan uang dengan total nilai Rp 2,2 miliar dalam operasi tangkap tangan yang digelar pada Rabu, 21 September 2022.
Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan kasus ini bermula Koperasi Intidana menghadapi gugatan di Pengadilan Negeri Semarang. Koperasi tersebut menghadapi gugatan pailit dari 10 anggotanya.
“Diawali dengan adanya laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari koperasi simpan pinjam Intidana di Pengadilan Negeri Semarang,” tuturnya dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan pada Jumat, 23 September 2022 dini hari.
Dua diantara 10 penggugat itu adalah Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto. Mereka menggandeng Yosep Parera dan Eko Suparno sebagai kuasa hukum. Pada tingkat pertama dan kedua, gugatan Heryanto dan Ivan ditolak. Keduanya lantas mengajukan kasasi ke MA beberapa waktu lalu.
Dalam pengurusan kasasi itu, Yosep dan Eko diduga melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan Mahkamah Agung. Para pegawai tersebut merupakan penghubung dengan Majelis Hakim agar putusan sesuai dengan keinginan pihak penggugat.
Pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan Yosep dan Eko adalah, yaitu Desy Yustria. Dia menyanggupi untuk menjadi penghubung bagi para penggugat dengan Hakim Agung Sudrajad Dimyati.
Desy, menurut Firly, turut mengajak dua rekannya, Muhajir Habibie dan Elly Tri Pangestu untuk ikut menjadi penghubung penyerahan uang ke Majelis Hakim. Mereka diduga sebagai representasi dari Dimyati dan beberapa pihak di Mahkamah Agung Agung untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di Mahkamah Agung.
5. Gazalba Saleh
Untuk kasus Gazalba Saleh, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut penetapan tersangka dilakukan setelah KPK menemukan kecukupan alat bukti. Kini penyidik tengah mengembangkan penyidikan baru pada perkara dugaan suap pengurusan perkara di MA itu.
KPK sebelumnya pernah memeriksa Hakim Agung Gazalba Saleh sebagai saksi dalam penyidikan kasus yang menyeret Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati. Gazalba diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada Kamis 27 Oktober 2022.
Berdasarkan penelusuran Tempo, Gazalba Saleh merupakan hakim agung yang namanya pernah disorot saat putusan kasasi terhadap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Dalam putusan kasasi itu, Edhy yang di tingkat banding dihukum 9 tahun, dipotong hukumannya jadi 5 tahun oleh Majelis Hakim Kasasi di Mahkamah Agung.
Gazalba merupakan satu dari tiga hakim yang mengadili Edhy Prabowo di tingkat kasasi. Dalam amar putusannya, hakim menilai Edhy Prabowo telah bekerja baik saat menjadi menteri. Hakim juga memuji kebijakan Edhy yang membuka keran ekspor benih lobster.
Edhy dinilai mensejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil karena syarat ekspor benih bening lobster itu harus dari nelayan kecil. (*)
sumber: Tempo