Oleh: Samuel Rionaldo
Banyak orang mengawali dengan mimpi, untuk selanjutnya menjadi visi yang direalisasikan melalui langkah-langkah konkret. Namun, tidak sedikit orang yang sukanya hanya bermimpi saja, tapi malas melangkah, melainkan lebih gemar berhura-hura.
Mimpi dalam hidup adalah sesuatu yang wajar, bahkan baik adanya, apalagi bagi seorang pemimpin. Namun, pemimpin yang kerjanya hanya bermimpi, tentu patut dipertanyakan.
Seperti mimpi Dendi Gustinandar Direktur Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BP Batam, yang ingin menjadikan Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau, menjadi setara dengan Singapura. Itu mimpi yang fantastis tentunya, namun melihat realitas yang ada, tampaknya dream come true-nya masih butuh waktu yang panjang.
Dalam sebuah perbincangan dengan awak media, dengan lancar bos BUP Batam yang gemar dengan grup musik metal lawas Guns n’ Roses ini mengatakan, “Kedepannya, pengelolaan di Pelabuhan Batu Ampar bakal sama dengan pelabuhan yang ada di Singapura, Tanjung Priok atau Malaysia”.
Ya, itu menjadi mimpi Dendi, sah-sah saja. Tapi realitas yang ditemui justru berbanding terbalik. Sebab, Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) justru menempatkan Pelabuhan Batu Ampar di zona merah. Hal itu pun diakui oleh Dendi. Bahkan ketertinggalan pelabuhan tersebut dibanding pelabuhan lain juga diaminkannya.
Pelabuhan Batu Ampar bergabung bersama Pelabuhan Belawan-Medan, Pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta, Pelabuhan Tanjung Perak-Surabaya, Pelabuhan Dumai, Pelabuhan Palembang dan Pelabuhan Pontianak, di zona merah. Dijelaskan, zona merah menjadi wilayah terendah dalam sebuah klasifikasi atau tingkatan. Di atasnya ada zona orange lalu hijau.
Stranas PK membenarkan keberadaan Pelabuhan Batu Ampar di zona merah. “Dalam pantauan kami demikian. Itu berarti masih banyak kelemahan yang harus dibenahi oleh Pelabuhan Batu Ampar, baik dari sisi sistem, regulasi, layanan, infrastuktur, dan sebagainya,” kata Stranas PK kepada BatamNow.com, di Jakarta, Selasa (22/11/2022).
Dengan tegas Ketua KPK Firli Bahuri kepada BatamNow.com mengatakan bahwa Stranas PK akan terus mengawasi pelabuhan-pelabuhan yang berada di zona merah. “Tentu akan terus diawasi oleh Stranas PK. Karena pelabuhan tersebut berarti masih banyak kelemahan,” kata Firli.
Dendi yang sebelumnya pernah menjadi Direktur Humas BP Batam ini mengatakan, pengembangan Pelabuhan Batu Ampar tersebut diprediksi akan selesai pada tahun 2024.
Sementara itu, faktanya, Dermaga baru Terstle Terminal Curah Cair Kabil, diduga masih bermasalah. Pasalnya, dermaga tersebut belum bisa disandari oleh kapal berbobot 35 ribu DWT, lantaran kedalaman (depth) kolam hanya sedalam 4-8 mLWS, dari yang seharusnya 12 mLWS.
Padahal kabarnya, pengerjaan dermaga tersebut masuk dalam kontrak tahun jamak untuk waktu 720 hari kalender dengan 3 tahun anggaran dari 2016 – 2018. Hal ini sejalan dengan penggunaan anggaran Rp 207 miliar untuk memperdalam alur dermaga dan lainnya.
Bahkan, diketahui kini BP Batam telah mengajukan dana lagi sebesar Rp 88 miliar di TA 2023 untuk pengerukan kolam Dermaga Trestle. Hal itu tertuang dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI pada September 2022. Kemana saja anggaran Rp 207 miliar tersebut?
Sejauh ini, Dermaga lama Jetty yang bisa disandari kapal berbobot hingga 35 ribu DWT. Ketika dikonfirmasi, Dendi berkilah, “Kedalaman alur variatif. Ada yang dalam dan ada yang perlu pendalaman. Memang ada rencana memperdalam alur tahun depan”.
Ditanya soal penggunaan dana, Dendi mengelak dan meminta BatamNow.com menanyakan kepada ‘big bos’ BP Batam. “Tanya ke Humas (BP Batam) ya kalau yang itu,” tukasnya. Patut diduga ada ketidakberesan dalam pembangunan Dermaga Terstle dan lainnya dalam rangka pengembangan Pelabuhan Batu Ampar.
Informasi yang diperoleh media ini, ditengah perjalanan pengerjaan proyek dermaga terjadi contract change order (CCO) di pembangunan konstruksi pertama dermaga sehingga dana yang seharusnya untuk pengerukan tersedot di CCO. Bila sedari awal sudah dilakukan studi komprehensif atau perencanaan matang, rasanya tidak perlu dilakukan CCO ditengah jalan.
Tak heran, dermaga yang harusnya sudah bisa difungsikan pada 2018 atau 2019 jadi mangkrak hingga kini. Dendi Dendi enggan menanggapi pertanyaan BatamNow.com soal itu, malah menjelaskan, rencana pengembangan Pelabuhan Batu Ampar, di mana untuk tahap awal dimulai dengan penguatan dermaga utara sepanjang 700 meter.
Kemudian pembangunan lapangan peti kemas seluas 2 hingga 10 hektare, dermaga utara lama sebagai terminal multipurpose sepanjang 408 meter, dan pendalaman alur pelayaran kolam depan dermaga menjadi -8 mLWS.
Menurutnya, dengan pengembangan jangka pendek itu, diharapkan pada tahun 2025 arus peti kemas di Pelabuhan Batu Ampar mencapai 1,8 juta TEUs. Kemudian juga dapat mengakomodir kapal dengan kapasitas 3.000 TEUs atau kapal generasi ke-3 untuk angkutan peti kemas domestik.
Dendi boleh saja bermimpi Pelabuhan Batu Ampar bisa setara pelabuhan di Singapura. Namun, bila melihat realitas yang ada, rasanya berat, apalagi bisa terealisasi pada 2024 nanti, mengingat tahun depan saja sudah mulai masuk tahun politik yang riuh redam.
Entahlah, apa yang akan dilakukan BP Batam kedepan soal pengembangan Pelabuhan Batu Ampar ini. Mungkin saja target Dendi diaddendum oleh BP Batam. (RN)